Paris Menuju Pusat Studi Kebangkitan Islam

Paris Menuju Pusat Studi Kebangkitan Islam
Aby Zamri Bersama Mr. Philippe Luvebre. 
BENTENGSUMBAR.COM - Puncak kejayaan Islam (the golden ages of Islam), terjadi di masa Khilafah Dinasti Abassiyah, terutama di bawah Khalifah Harun Al- Rasyid (786-809M), saat itu bangsa Eropa sedang mengalami masa kegelapan dan keterpurukan di bidang ilmu pengetahuan (The Darkness Ages), sebaliknya di Baghdad justru ilmu pengetahuan dan peradaban sedang bertumbuh pesat dan menjadi Pusat Peradaban Dunia.

Demikian diungkapkan oleh Mr. Philippe Luvebre, Ketua Majlis Dakwah Al-Hikmah Paris, Senin malam. Namun sayangnya, Kemunduran dan keruntuhan Dinasti Abbasiyah pulalah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam. Hal itu terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainya, disamping itu juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan.

Kehancuran dan kejatuhan wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik melawan musuh-musuhnya, di ikuti pula oleh Kemunduran dan kehancuran perpustakaan di era peradaban Islam telah membawa kaum Muslim terpuruk di berberbagai bidang kehidupan.

Banyak informasi dan ilmu pengetahuan yang tidak terdokumentasikan dengan baik oleh umat Islam dilupakan begitu saja. Akibatnya tatanan umat Islam baik aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan aspek kehidupan yang lain mengalami stagnasi. Sehingga ahirnya umat Islam hanya menjadi umat pengikut dari bangsa maju, yang dalam hal ini adalah dunia barat.

Oleh karena itu, menurut Ketua Majlis Dakwah Al-Hikmah Paris, cara untuk memajukan peradaban umat Islam satu diantara nya adalah dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.

Dalam kaitan itulah, Mr. Philippe Luvebre bertekad untuk menjadikan Paris sebagai Pusat Studi Kebangkitan Islam, pasalnya, Paris tak melulu tentang Eiffel atau Champs-Élysées. Di kota ini juga terdapat sekitar 3O perpustakaan dengan koleksi yang beragam dan langkah serta desain interior yang mengagumkan.

Disamping itu, Paris juga terdapat Institut d’Etudes Islamiques yang didirikan Levi Provencal (1894-1956) yang masih tetap eksis di Sorbonne. Lembaga lainnya di Sorbonne ini adalah lembaga Filologi dan sastra Arab yang didirikan oleh R. Blachere. Lembaga ketiga yang memfokuskan pada kajian yang sama adalah di Bordeaux, dipimpin oleh Henri Laoust dan lembaga terakhir ada di Strasbourg (1967) dipimpin oleh Professor T. Fahd Claude Cahen.

Di samping lembaga-lembaga pendidikan di atas, terdapat pula di Prancis sejumlah universitas yang mengkaji ilmu-ilmu keislaman (Islamic Studies). Universitas tersebut adalah Nancy University, Clermont-Ferrand, Toulose, Rannes dan Lille, bahkan menteri Pendidikan Prancis Alain Savary resmi pada tahun 1983 memutuskan bahwa kajian-kajian bahasa Arab dianggap prioritas nasional di Prancis.

“Hanya saja kendala utama yang dihadapi masyarakat Prancis adalah minimnya sumber daya manusia yang sanggup mengajarkan studi-studi keislaman,” kata Mr. Philippe Luvebre. 

Dilaporkan Oleh: 
Aby Zamri 
Dari Paris, Prancis.  

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »