BENTENGSUMBAR.COM - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah masa kampanye berakhir pada 11 Februari 2017. Diketahui, selama masa kampanye yang dimulai 28 Oktober 2016, Ahok berstatus nonaktif sebagai Gubernur DKI.
Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) tak langsung memberhentikan sementara Ahok pascacuti berakhir, meski Ahok telah menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku siap bertanggung jawab atas keputusan itu.
“Saya sebagai Mendagri akan mempertanggungjawabkan kepada Presiden terkait Gubernur Ahok,” kata Tjahjo, Jumat, 10 Februari 2017.
Tjahjo menjelaskan, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan bagi seluruh kepala daerah yang terlibat permasalahan hukum. “Kecuali OTT (operasi tangkap tangan) dan status terdakwa ditahan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemdagri, Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, pihaknya memang masih menunggu tuntutan dari JPU atas kasus Ahok. “Jika tuntutan paling sedikit lima tahun, maka (Ahok) akan berhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap,” kata Widodo.
Sekadar diketahui, Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Ahok didakwa dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni pasal 156 dan/atau pasal 156a. Pada pasal 156 menyebutkan: “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.”
Sedangkan pasal 156a: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sigit menyatakan, Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 156a KUHP, ancaman pidananya paling lama lima tahun. “Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemberhentian sementara seorang kepala daerah diputuskan melalui Surat Keterangan Presiden, setelah ada laporan dari Kemdagri. (by/beritasatu/kemendagri)
Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) tak langsung memberhentikan sementara Ahok pascacuti berakhir, meski Ahok telah menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku siap bertanggung jawab atas keputusan itu.
“Saya sebagai Mendagri akan mempertanggungjawabkan kepada Presiden terkait Gubernur Ahok,” kata Tjahjo, Jumat, 10 Februari 2017.
Tjahjo menjelaskan, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan bagi seluruh kepala daerah yang terlibat permasalahan hukum. “Kecuali OTT (operasi tangkap tangan) dan status terdakwa ditahan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemdagri, Widodo Sigit Pudjianto mengatakan, pihaknya memang masih menunggu tuntutan dari JPU atas kasus Ahok. “Jika tuntutan paling sedikit lima tahun, maka (Ahok) akan berhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap,” kata Widodo.
Sekadar diketahui, Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berbunyi: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Ahok didakwa dua pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni pasal 156 dan/atau pasal 156a. Pada pasal 156 menyebutkan: “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.”
Sedangkan pasal 156a: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sigit menyatakan, Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 156a KUHP, ancaman pidananya paling lama lima tahun. “Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemberhentian sementara seorang kepala daerah diputuskan melalui Surat Keterangan Presiden, setelah ada laporan dari Kemdagri. (by/beritasatu/kemendagri)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »