BENTENGSUMBAR.COM - Nilai investasi yang dibawa Raja Arab Saudi Salman Bin Abdul Aziz Al Saud ke Indonesia di luar ekspektasi pemerintah.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung sempat mengungkapkan bahwa investasi negara tersebut untuk Indonesia bisa jadi mencapai USD 25 miliar atau sekitar Rp 333 triliun.
Bahkan dalam kerja sama dibidang perminyakan, investasi yang didapat Indonesia masih di bawah investasi Saudi ke Malaysia yakni sebesar USD 7 miliar, sementara Indonesia hanya USD 6 miliar.
Meski demikian, Indonesia mendapatkan dana tambahan dari komitmen kontribusi pendanaan Saudi terhadap pembiayaan proyek pembangunan yang mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 13,3 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Divisi Komunikasi Kantor Staf Presiden Jojo Raharjo menilai bahwa investasi yang didapat Indonesia dari Saudi bisa meningkat seiring berjalannya hubungan yang harmonis antar dua negara.
Menurutnya, selama ini, hubungan Indonesia-Saudi mengalami naik turun, yang dimulai dengan hukuman mati terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) dan moratorium TKI ke negara-negara Timur Tengah yang salah satunya adalah Saudi.
"Kita itu bukan negara pengemis, nilai investasi bisa kita kawal bersama," ungkapnya dalam diskusi bertajuk 'Investasi dari Lawatan King Size' di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu, 4 Maret 2017.
Lanjut Jojo, kunjungan Raja Salman ke Indonesia merupakan sejarah baru setelah 47 tahun lalu Raja Faisal menyambangi Indonesia.
Meski selama ini hubungan kedua negara berjalan dengan baik, namun kunjungan Raja Salman merupakan sejarah baru bagi Indonesia. Sebab belum ada pemimpin negara yang melakukan kunjungan selama sembilan hari di Indonesia.
"Ini adalah kunjungan bersejarah, dan ada 11 komitmen yang disepakati di Istana Bogor kemarin. Dan ini harus kita dorong bersama-sama harus dikawal realisasi kerja sama yang disepakati," tegas Jojo.
Perbandingan Dengan Iran
Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Republik Islam Iran pada tahun lalu menggelontorkan uangnya untuk berinvestasi di Indonesia hingga 14,3 juta dolar AS untuk 16 proyek. Dengan realisasi investasi tersebut, Iran berada di posisi 13 negara yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Sementara untuk tahun ini, Iran berencana berinvestasi membangun proyek ketenagalistrikan di Indonesia dengan dana sekitar 5 miliar dolar AS atau setara Rp 66,5 triliun (kurs Rp 13.300). Gelontoran dana tersebut akan masuk dengan skema penyediaan Independent Power Producer atau IPP ke semua sektor ketenagalistrikan, baik pembangkit thermal atau pembangkit renewable.
Selain itu, pemerintah juga akan bekerja sama untuk mengimpor gas murah dari Iran untuk menurunkan gas industri dalam negeri. Selain itu, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) juga berencana mengakuisisi dua lapangan migas di Iran yakni AB Teymour dan Masouri yang selama ini dikelola National Iranian Oil Company.
Tak Murni Motif Ekonomi
Kedatangan Raja Salman di Indonesia, dan sejumlah negara lainnya, diyakini sejumlah pengamat sebagai lawatan yang tidak murni bermotif ekonomi, tapi juga dilatarbelakangi pertarungan pengaruh Arab Saudi dan Iran.
Smith Alhadar, penasihat di Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), menilai 'Saudi berupaya sedapat mungkin agar pengaruh Iran di Indonesia dihilangkan, atau paling tidak dikurangi'.
Menurutnya, pertarungan perebutan pengaruh Arab Saudi-Iran melibatkan sejumlah negara di Timur Tengah selama beberapa tahun terakhir.
Di Suriah, misalnya, Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sedangkan Saudi menyokong kelompok-kelompok oposisi Islamis.
Kemudian di Yaman, Saudi menggerakkan koalisi yang mendukung pemerintahan Abed Rabbo Mansour Hadi guna memerangi pemberontak Houthi beraliran Syiah sokongan Iran.
Perebutan pengaruh itu kemudian melebar ke luar kawasan Timur Tengah setelah sanksi dan embargo yang membelit Iran dicabut PBB dan negara-negara Barat tahun lalu.
Pada Oktober 2016, Presiden Iran Hassan Rouhani bertandang ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Dalam kunjungan itu, Iran dan negara-negara anggota ASEAN itu sepakat meningkatkan volume perdagangan dan investasi.
Kemudian, pada Desember 2016, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menandatangani nota kesepahaman mengenai kerja sama ketenagalistrikan dan energi terbarukan dengan Kementerian Energi Republik Islam Iran di Teheran.
Bukan Sebuah Kebetulan
Dina Sulaeman, pengamat Timur Tengah yang pernah bersekolah di Teheran, menilai komitmen investasi Saudi di tengah lawatan Raja Salman bukan sebuah kebetulan.
"Ke mana saja Arab Saudi selama 47 tahun? Selama ini Indonesia kan dianggap backyard dalam diplomasi Arab Saudi. Jadi kita ini dianggap halaman belakang. Kenapa sekarang sangat antusias datang ke Indonesia setelah perjanjian Iran dan Indonesia menguat? Bukan tanpa alasan kita melihat bahwa kedatangan Raja Saudi ada kaitannya dengan kerja sama Indonesia dan Iran yang semakin serius."
Keuntungan Indonesia
Tatkala Arab Saudi dan Iran berebut pengaruh, posisi Indonesia justru diuntungkan dari sisi ekonomi.
"Perseteruan kedua negara ini menguntungkan Indonesia karena Indonesia bersahabat dekat dengan Iran, dan juga bersahabat dekat dengan Arab Saudi," kata Smith Alhadar.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan sikap netral Indonesia, tambahnya, memungkinkan Indonesia menjadi mediator 'untuk mengupayakan perdamaian kedua belah pihak'.
Raja Salman memulai tur kenegaraan di Malaysia pada 26 Februari lalu. Selanjutnya, Indonesia berkunjung ke Indonesia, termasuk berlibur di Bali, hingga 9 Maret.
Dari Indonesia, rombongan Raja Salman akan melanjutkan lawatan ke Brunei, Jepang, Cina, Maladewa, dan Yordania.
Jokowi Brilian
Denny Siregar, pengamat sosial politik di dunia maya menyebut Jokowi brilian. Ia memanfaatkan ketegangan kedua negara supaya bisa mendapat keuntungan disana, keuntungan secara ekonomi.
"Matrek juga kita ya ternyata..Pas kita lagi butuh-butuhnya uang untuk menstabilkan ekonomi," ungkapnya dengan bahasa yang khas.
Jokowi berlaku sebagai teman yang tidak memihak. "Daripada ribut mulu kalian berdua, mending invest disini yuk.." begitu pemahaman sederhananya. Jokowi melalui Menlu Retno berhasil memanfaatkan situasi untuk keuntungan Indonesia.
"Hanya saya khawatir satu hal. Semoga ketegangan Saudi -Iran di timur tengah tidak meluas ke Indonesia. Ini sama seperti memelihara 2 anak macan di halaman rumah, yang punya potensi berantem disini. Anak macan yang bernama Sunni dan satunya lagi Syiah," ungkapnya lagi.
Meski begitu Jokowi tidak takut memainkan perannya. Ini momentum yang sangat baik, dan belum tentu terulang seperti ini lagi dengan manisnya. Semoga semua lancar aja. Jangan sampai angin isu nanti berubah, "Habis PKI, terbitlah Syiah. Udah malam, kopi dah habis udud tinggal sebatang. Sialnya, koreknya ga ada. Mending seruput ajah... Seruput ampasnya," tulisnya dengan kelakarnya. (by/rmol/kumparan/bbc/dennysiregar)
Sekretaris Kabinet Pramono Anung sempat mengungkapkan bahwa investasi negara tersebut untuk Indonesia bisa jadi mencapai USD 25 miliar atau sekitar Rp 333 triliun.
Bahkan dalam kerja sama dibidang perminyakan, investasi yang didapat Indonesia masih di bawah investasi Saudi ke Malaysia yakni sebesar USD 7 miliar, sementara Indonesia hanya USD 6 miliar.
Meski demikian, Indonesia mendapatkan dana tambahan dari komitmen kontribusi pendanaan Saudi terhadap pembiayaan proyek pembangunan yang mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 13,3 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Divisi Komunikasi Kantor Staf Presiden Jojo Raharjo menilai bahwa investasi yang didapat Indonesia dari Saudi bisa meningkat seiring berjalannya hubungan yang harmonis antar dua negara.
Menurutnya, selama ini, hubungan Indonesia-Saudi mengalami naik turun, yang dimulai dengan hukuman mati terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) dan moratorium TKI ke negara-negara Timur Tengah yang salah satunya adalah Saudi.
"Kita itu bukan negara pengemis, nilai investasi bisa kita kawal bersama," ungkapnya dalam diskusi bertajuk 'Investasi dari Lawatan King Size' di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu, 4 Maret 2017.
Lanjut Jojo, kunjungan Raja Salman ke Indonesia merupakan sejarah baru setelah 47 tahun lalu Raja Faisal menyambangi Indonesia.
Meski selama ini hubungan kedua negara berjalan dengan baik, namun kunjungan Raja Salman merupakan sejarah baru bagi Indonesia. Sebab belum ada pemimpin negara yang melakukan kunjungan selama sembilan hari di Indonesia.
"Ini adalah kunjungan bersejarah, dan ada 11 komitmen yang disepakati di Istana Bogor kemarin. Dan ini harus kita dorong bersama-sama harus dikawal realisasi kerja sama yang disepakati," tegas Jojo.
Perbandingan Dengan Iran
Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Republik Islam Iran pada tahun lalu menggelontorkan uangnya untuk berinvestasi di Indonesia hingga 14,3 juta dolar AS untuk 16 proyek. Dengan realisasi investasi tersebut, Iran berada di posisi 13 negara yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Sementara untuk tahun ini, Iran berencana berinvestasi membangun proyek ketenagalistrikan di Indonesia dengan dana sekitar 5 miliar dolar AS atau setara Rp 66,5 triliun (kurs Rp 13.300). Gelontoran dana tersebut akan masuk dengan skema penyediaan Independent Power Producer atau IPP ke semua sektor ketenagalistrikan, baik pembangkit thermal atau pembangkit renewable.
Selain itu, pemerintah juga akan bekerja sama untuk mengimpor gas murah dari Iran untuk menurunkan gas industri dalam negeri. Selain itu, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) juga berencana mengakuisisi dua lapangan migas di Iran yakni AB Teymour dan Masouri yang selama ini dikelola National Iranian Oil Company.
Tak Murni Motif Ekonomi
Kedatangan Raja Salman di Indonesia, dan sejumlah negara lainnya, diyakini sejumlah pengamat sebagai lawatan yang tidak murni bermotif ekonomi, tapi juga dilatarbelakangi pertarungan pengaruh Arab Saudi dan Iran.
Smith Alhadar, penasihat di Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES), menilai 'Saudi berupaya sedapat mungkin agar pengaruh Iran di Indonesia dihilangkan, atau paling tidak dikurangi'.
Menurutnya, pertarungan perebutan pengaruh Arab Saudi-Iran melibatkan sejumlah negara di Timur Tengah selama beberapa tahun terakhir.
Di Suriah, misalnya, Iran mendukung rezim Bashar al-Assad, sedangkan Saudi menyokong kelompok-kelompok oposisi Islamis.
Kemudian di Yaman, Saudi menggerakkan koalisi yang mendukung pemerintahan Abed Rabbo Mansour Hadi guna memerangi pemberontak Houthi beraliran Syiah sokongan Iran.
Perebutan pengaruh itu kemudian melebar ke luar kawasan Timur Tengah setelah sanksi dan embargo yang membelit Iran dicabut PBB dan negara-negara Barat tahun lalu.
Pada Oktober 2016, Presiden Iran Hassan Rouhani bertandang ke Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Dalam kunjungan itu, Iran dan negara-negara anggota ASEAN itu sepakat meningkatkan volume perdagangan dan investasi.
Kemudian, pada Desember 2016, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menandatangani nota kesepahaman mengenai kerja sama ketenagalistrikan dan energi terbarukan dengan Kementerian Energi Republik Islam Iran di Teheran.
Bukan Sebuah Kebetulan
Dina Sulaeman, pengamat Timur Tengah yang pernah bersekolah di Teheran, menilai komitmen investasi Saudi di tengah lawatan Raja Salman bukan sebuah kebetulan.
"Ke mana saja Arab Saudi selama 47 tahun? Selama ini Indonesia kan dianggap backyard dalam diplomasi Arab Saudi. Jadi kita ini dianggap halaman belakang. Kenapa sekarang sangat antusias datang ke Indonesia setelah perjanjian Iran dan Indonesia menguat? Bukan tanpa alasan kita melihat bahwa kedatangan Raja Saudi ada kaitannya dengan kerja sama Indonesia dan Iran yang semakin serius."
Keuntungan Indonesia
Tatkala Arab Saudi dan Iran berebut pengaruh, posisi Indonesia justru diuntungkan dari sisi ekonomi.
"Perseteruan kedua negara ini menguntungkan Indonesia karena Indonesia bersahabat dekat dengan Iran, dan juga bersahabat dekat dengan Arab Saudi," kata Smith Alhadar.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan sikap netral Indonesia, tambahnya, memungkinkan Indonesia menjadi mediator 'untuk mengupayakan perdamaian kedua belah pihak'.
Raja Salman memulai tur kenegaraan di Malaysia pada 26 Februari lalu. Selanjutnya, Indonesia berkunjung ke Indonesia, termasuk berlibur di Bali, hingga 9 Maret.
Dari Indonesia, rombongan Raja Salman akan melanjutkan lawatan ke Brunei, Jepang, Cina, Maladewa, dan Yordania.
Jokowi Brilian
Denny Siregar, pengamat sosial politik di dunia maya menyebut Jokowi brilian. Ia memanfaatkan ketegangan kedua negara supaya bisa mendapat keuntungan disana, keuntungan secara ekonomi.
"Matrek juga kita ya ternyata..Pas kita lagi butuh-butuhnya uang untuk menstabilkan ekonomi," ungkapnya dengan bahasa yang khas.
Jokowi berlaku sebagai teman yang tidak memihak. "Daripada ribut mulu kalian berdua, mending invest disini yuk.." begitu pemahaman sederhananya. Jokowi melalui Menlu Retno berhasil memanfaatkan situasi untuk keuntungan Indonesia.
"Hanya saya khawatir satu hal. Semoga ketegangan Saudi -Iran di timur tengah tidak meluas ke Indonesia. Ini sama seperti memelihara 2 anak macan di halaman rumah, yang punya potensi berantem disini. Anak macan yang bernama Sunni dan satunya lagi Syiah," ungkapnya lagi.
Meski begitu Jokowi tidak takut memainkan perannya. Ini momentum yang sangat baik, dan belum tentu terulang seperti ini lagi dengan manisnya. Semoga semua lancar aja. Jangan sampai angin isu nanti berubah, "Habis PKI, terbitlah Syiah. Udah malam, kopi dah habis udud tinggal sebatang. Sialnya, koreknya ga ada. Mending seruput ajah... Seruput ampasnya," tulisnya dengan kelakarnya. (by/rmol/kumparan/bbc/dennysiregar)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »