BENTENGSUMBAR.COM - Pada dasarnya Islam tidak menentukan model pakaian tertenu bagi perempuan. Sepanjang pakaian tersebut bisa menutupi aurat dan bisa menghindari fitnah maka tidak ada persoalan.
Para ulama hanya memberikan syarat-syarat tertentu bagi pakaian perempuan. Ringkasanya, disyaratkan pakaian yang tidak menunjukkan auratnya, tidak tembus pandang, tidak menggambarkan lekuk tubuhnya, dan tidak menarik perhatian. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syeikh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi:
“Disyaratkan dalam pakaian perempuan yang syar’i, pakaian tersebut tidak memperlihatkan uaratnya, tidak menggambarkan lekuk tubuh, dan tidak menarik perhatian” (Syekh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, Mesir-Mathabi’u Akhbar al-Yaum, 1997, juz, 19, h. 12168).
Dengan demikian sepanjang rok dan baju tersebut memenuhi syarat-syarat di atas maka tidak ada persoalan. Sedang mengenai jilbab diartikan dengan hanya baju terusan atau gamis, kami menghargai pandangan tersebut. Sebab, faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai makna jilbab. Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab yang benar adalah sebagai berikut:
“Kata jilbab—dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim—adalah mula`ah (kain panjang yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1, 1408 H, h. 57)
Dari makna jilbab yang dikemukakan di atas, maka jilbab bisa diartikan dengan kain yang lebar yang dikenakan perempuan untuk melapisi pakaian yang sudah dikenakannya.
Mari kita saling menghormati dan menghargai pandangan setiap orang, dan jangan jadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan. Sebab perbedaan adalah rahmat yang harus kita syukuri.
(Dikutip dari Penjelasan Mahbub Ma’afi di NUOnline)
Para ulama hanya memberikan syarat-syarat tertentu bagi pakaian perempuan. Ringkasanya, disyaratkan pakaian yang tidak menunjukkan auratnya, tidak tembus pandang, tidak menggambarkan lekuk tubuhnya, dan tidak menarik perhatian. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syeikh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi:
“Disyaratkan dalam pakaian perempuan yang syar’i, pakaian tersebut tidak memperlihatkan uaratnya, tidak menggambarkan lekuk tubuh, dan tidak menarik perhatian” (Syekh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, Mesir-Mathabi’u Akhbar al-Yaum, 1997, juz, 19, h. 12168).
Dengan demikian sepanjang rok dan baju tersebut memenuhi syarat-syarat di atas maka tidak ada persoalan. Sedang mengenai jilbab diartikan dengan hanya baju terusan atau gamis, kami menghargai pandangan tersebut. Sebab, faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai makna jilbab. Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab yang benar adalah sebagai berikut:
“Kata jilbab—dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim—adalah mula`ah (kain panjang yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1, 1408 H, h. 57)
Dari makna jilbab yang dikemukakan di atas, maka jilbab bisa diartikan dengan kain yang lebar yang dikenakan perempuan untuk melapisi pakaian yang sudah dikenakannya.
Mari kita saling menghormati dan menghargai pandangan setiap orang, dan jangan jadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan. Sebab perbedaan adalah rahmat yang harus kita syukuri.
(Dikutip dari Penjelasan Mahbub Ma’afi di NUOnline)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »