Duka Pangan: Haruskah Petani Memakan Rumput?

Duka Pangan: Haruskah Petani Memakan Rumput?
BENTENGSUMBAR. COM - Puluhan Petani korban dampak Proyek Irigasi Batang Sinamar di Nagari Pangian berkumpul di sawah merka yang sudah semak belukar pada Sabtu, 14 Oktober 2017. Mereka berkumpul dalam rangka menyambut Hari Pangan Dunia yang jatuh pada 16 Oktober 2017. 

Bersama Pemuda Pangian, Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sumatera Barat dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat, Petani Pangian mendeklarasikan Perjuangan Petani dan mengadakan kegiatan Duka Pangan dengan tema: Haruskah Petani Memakan Rumput? 

Selain itu, kegiatan ini, juga menyambut ulang tahun WALHI yang ke 37 (15 oktober 1980-15 oktober 2017) dan Ulang Tahun Walhi Sumbar yang ke 16 (16 Oktober 1996-16 Oktober 2017). 

Almusteqi Kordinator Petani Korban Proyek Irigasi mengatakan, "Kami adalah korban proyek irigasi Batang Sinamar. Sejak proyek irigasi melintasi nagari kami tahun 2015 yang lalu, sumber air sawah (irigasi) kami tertimbun oleh tanah galian proyek irigasi. Akibatnya puluhan hektar sawah kami menjadi semak belukar, kami tidak bisa menanam padi lagi. Sudah masuk tahun ketiga, tidak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas derita kami ini," ungkapnya. 

"Untuk itu, dengan didampingi oleh para pemuda, PBHI Sumatera Barat dan Walhi Sumatera Barat, hari ini kami petani berkumpul di momen menyambut Hari Pangan Dunia untuk menyatakan kami akan berjuang menuntut keadilan! Kami meminta pemerintah untuk menjawab pertanyaan, haruskah kami petani memakan rumput? Pemerintah berada dipihak petani atau akan membela pelaksana proyek yang telah mematikan usaha kami para petani," ujarnya.

Arfianto Dt Tan Kayo, Ketua Pemuda Pangian menyebut masalah pangan telah menjadi masalah krusial bagi masyarakat Pangian sejak beberapa tahun terakhir. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemuda. Laporan secara lisan hingga melayangkan surat ke pemerintah dan pihak pelaksana proyek telah sering dilakukan. 

Namun, katanya, aspirasi masyarakat seakan dianggap angin lalu bagi Pemerintah. Begitu juga dengan pelaksana proyek, setelah mengakibatkan rusaknya irigasi masyarakat, mereka seperti enggan bertanggung jawab. 

Sementara itu, lanjutnya, masyarakat semakin kesulitan. Bagi masyarakat pangian, bertani adalah sumber kehidupan atau mata pencarian yang utama. 

"Kami sangat kecewa, proyek yang disebut-sebut untuk pengairan areal pertanian, justru memiskinkan dan menyulitkan petani. Setelah tidak ada respon yang baik dari pemerintah dan pelaksana proyek, maka akhirnya para petani dan pemuda mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum. Untuk itu, kami meminta pendampingan dari PBHI Sumatera Barat dan Walhi Sumatera Barat," ujarnya.

Wengki Purwanto Selaku Ketua PBHI Sumatera Barat menyampaikan, bahwa PBHI Sumbar dan Walhi Sumbar hadir untuk membantu perjuangan hak-hak Petani di Pangian. 

"Tim kami menemukan, kuat dugaan proyek irigasi Batang Sinamar yang melewati kawasan Bukit di Jorong Koto Gadang Nagari Pangian tidak berpedoman dan tidak sesuai dengan perencanaan teknis yang baik. Saat ini tanah bekas galian proyek tersebut menimbun irigasi banda sampik yang telah dipergunakan masyarakat sejak puluhan tahun yang lalu," tegasnya.

Kondisi ini, jelasnya lagi, telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat petani. Sawah petani dan kolam ikan menjadi kering dan tidak dapat dimanfaatkan. Setidaknya pada tahap awal, kami telah mengidentifikasi ada sekitar 30 petani dari 8 suku yang terdampak langsung oleh Proyek Irigasi Batang Sinamar. 

Ia mengatakan, korban terdiri dari suku Melayu, Onai, Baju Bolang, Mandaihiling, Pangian Kociak, Pitopang, Chaniago dan Tapi Air. Pada sisi lain, kinerja pihak pengawas proyek juga patut dipertanyakan, bagaimana mungkin proyek irigasi berskala nasional bisa menimbulkan kerusakan irigasi masyarakat lokal, dan kerusakan itu telah berlangsung sejak 2015 yang lalu dan hingga kini belum ada perbaikan. 

Menurutnya, jelas perbuatan demikian dapat terkualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum, baik dalam aspek pidana maupun perdata. 

"Kami akan mentelaah kasus ini secara mendalam untuk menentukan langkah-langkah hukum yang tepat. Kami juga berharap, Pemerintah Daerah serius melihat dan menyelesaikan persoalan ini. Pangan (padi-beras) merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Pemerintah punya kewajiban untuk memastikan masyarakat untuk tidak terbelit masalah pangan," tegasnya.

Khalid Khalilullah dari Walhi Sumatera Barat mengatakan, untuk membantu perjuangan petani pangian, Walhi Sumbar telah menyiapkan tim khusus dan pada hari ini Walhi memberikan pendidikan hukum kritis bersama PBHI Sumatera Barat. Pendidikan menjadi penting, agar masyarakat memahami hak-hak mereka yang dijamin oleh undang-undang. 

Ia menegaskan, kesadaran akan hak dan semangat perjuangan petani melawan kejahatan korporasi menjadi kado terindah sekaligus tugas bagi Walhi yang berulang tahun ke 37 (15 oktober 1980-15 oktober 2017) dan Ulang Tahun Walhi Sumbar yang ke 16 (16 Oktober 1996-16 Oktober 2017). 

Moment ini juga bertepatan dengan Peringatan Hari Pangan Dunia yang jatuh pada tanggal 16 Oktober. Walhi akan terus bersama Petani berjuang menyelesaikan masalah pangan di Nagari Pangian. Selama ini pemerintah telah lalai merespon kasus yang telah berdampak serius bagi petani yang telah berjuang sejak tahun 2015 yang lalu. Semoga Pemerintah menyadari dan segera mengambil langkah- langkah cepat demi selesainya persoalan tersebut, ujarnya. 

(by/hijrah)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »