BENTENGSUMBAR. COM - Kepolisian mencatat periode 2012-2017 terjadi 214 kasus penyelewengan dana desa yang menimbulkan kerugian sebesar Rp 46 mliliar.
"Ini menjadi panggilan kita, bahwa potensi penyalahgunaan itu masih ada," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo di Mabes Polri, Jakarta, 20 Oktober 2017.
Lanjut Tito, bentuk penyalahgunaan dana desa yakni berupa penggelapan dan pemotongan anggaran sehingga dana yang keluar tidak bisa bermanfaat bagi desa yang membutuhkan.
"Misalnya modus membuat program fiktif dan mark up berlebihan ini yang sering ditemukan," bebernya.
Sebab itu, Tito memerintahkan jajarannya untuk mengawal dana desa dengan upaya pencegahan bukan kepada penindakan. Menurutnya, tidak semua kepala desa yang diduga melakukan penyalahgunaan itu buruk dan harus ditindak akan tetapi memang masih ada yang kurang pengalaman.
"Jadi bukannya ngintip-ngintip lalu kalau salah langsung ditangkap, jangan. Intinya kita beri pendampingan untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran itu," ujarnya.
"Penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika melihat memang upaya penyelewengan dana itu memang dilakukan secara sengaja," demikian Tito.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berharap kasus penyelewengan dana desa di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menjadi kasus terakhir terkait dana desa. Tjahjo ingin pengawasan diperketat.
"Kasus di Madura itu harus jadi kasus yang terakhir. Dana desa untuk masyarakat desa," kata Tjahjo.
Tjahjo mengatakan Kemendagri dan Kemendes PDTT tak perlu khawatir lagi. Pengawasan ketat terkait dana desa saat ini lebih ketat bila dilakukan bersama-sama.
"Ketika kekuatan bersama menekan, maka kepala desa takut. Saya kira dengan satu pintu pengawasan dengan kepolisian, punya kapolsek seluruh Indonesia, saya kira bisa lebih efektif satu pintu saja," ujar Tjahjo.
Kasus yang dimaksud Tjahjo adalah kasus yang diungkap KPK. Kasus ini berawal saat Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok, yang menggunakan dana desa senilai Rp 100 juta.
Namun Agus Mulyadi, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto malah memberikan suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap diberikan Rp 250 juta dengan maksud agar laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Lima orang tersebut pun terkena operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Pamekasan, Jawa Timur, pada Rabu (2/8).
Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto dan Noer diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Peran Achmad dalam kasus ini sebagai pihak yang menganjurkan untuk memberikan suap.
(ibnu/rmol.co/detik.com)
"Ini menjadi panggilan kita, bahwa potensi penyalahgunaan itu masih ada," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo di Mabes Polri, Jakarta, 20 Oktober 2017.
Lanjut Tito, bentuk penyalahgunaan dana desa yakni berupa penggelapan dan pemotongan anggaran sehingga dana yang keluar tidak bisa bermanfaat bagi desa yang membutuhkan.
"Misalnya modus membuat program fiktif dan mark up berlebihan ini yang sering ditemukan," bebernya.
Sebab itu, Tito memerintahkan jajarannya untuk mengawal dana desa dengan upaya pencegahan bukan kepada penindakan. Menurutnya, tidak semua kepala desa yang diduga melakukan penyalahgunaan itu buruk dan harus ditindak akan tetapi memang masih ada yang kurang pengalaman.
"Jadi bukannya ngintip-ngintip lalu kalau salah langsung ditangkap, jangan. Intinya kita beri pendampingan untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran itu," ujarnya.
"Penegakan hukum adalah upaya terakhir ketika melihat memang upaya penyelewengan dana itu memang dilakukan secara sengaja," demikian Tito.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berharap kasus penyelewengan dana desa di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menjadi kasus terakhir terkait dana desa. Tjahjo ingin pengawasan diperketat.
"Kasus di Madura itu harus jadi kasus yang terakhir. Dana desa untuk masyarakat desa," kata Tjahjo.
Tjahjo mengatakan Kemendagri dan Kemendes PDTT tak perlu khawatir lagi. Pengawasan ketat terkait dana desa saat ini lebih ketat bila dilakukan bersama-sama.
"Ketika kekuatan bersama menekan, maka kepala desa takut. Saya kira dengan satu pintu pengawasan dengan kepolisian, punya kapolsek seluruh Indonesia, saya kira bisa lebih efektif satu pintu saja," ujar Tjahjo.
Kasus yang dimaksud Tjahjo adalah kasus yang diungkap KPK. Kasus ini berawal saat Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi dilaporkan LSM ke Kejaksaan Negeri Pamekasan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok, yang menggunakan dana desa senilai Rp 100 juta.
Namun Agus Mulyadi, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto malah memberikan suap kepada Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Uang suap diberikan Rp 250 juta dengan maksud agar laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Lima orang tersebut pun terkena operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Pamekasan, Jawa Timur, pada Rabu (2/8).
Agus diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Sutjipto dan Noer diduga sebagai perantara suap. Adapun Rudy sebagai penerima suap. Peran Achmad dalam kasus ini sebagai pihak yang menganjurkan untuk memberikan suap.
(ibnu/rmol.co/detik.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »