BENTENGSUMBAR. COM - Oesman Sapta Odang (OSO) mengakui kisruh yang terjadi di Partai Hanura dipicu karena permasalahan mahar politik. Namun OSO tak membeberkan masalah tersebut secara rinci.
"Benar ya itu masih saya tutup," kata OSO di Hotel Manhattan, Setiabudi, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018. Hal itu disampaikan OSO saat menjawab pertanyaan apakah perpecahan di Hanura terkait mahar politik.
OSO tak bisa mengungkapkan secara jelas terkait siapa orang yang meminta mahar politik tersebut. Menurutnya, kejadian itu tak pantas diungkap di muka umum.
"Nantilah kita ceritakan, nggak bisa diceritakan di umum saya bilang," ujarnya.
"Ya tentu ada sesuatu yang terjadi tapi saya kan nggak pantas ungkap di muka umum. Banyak hal yang terjadi. Yang harus ditertibkan. Tapi nggak bisa saya cerita. Nanti kalau saya ceritakan. Itu kan memalukan keadaan partai sendiri. Jadi itu perlu saya simpan untuk dipelajari. Untuk dinasehati. Untuk dibetulkan, untuk diluruskan dan diperbaiki," sambungnya.
"Kalau kita sudah menetapkan orang, jangan diganti lagi. Kalau diganti, pasti ada masalah. Kita tanya-tanya, buntutnya ya itu, tanda kutip. Partai itu boleh menerima sumbangan yang tidak mengikat. Tapi nggak boleh memaksa orang menyumbang," kata OSO di kediamannya, Jalan Karang Asem, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2018.
OSO menyebut siapa saja bisa memberi sumbangan ke Partai Hanura sesuai kemampuan. Menurutnya, semua partai membutuhkan biaya operasional.
"Siapa pun, jadi bupati, jadi wali kota, mau menyumbang boleh saja. Nggak dilarang, kok. Mau disebut itu mahar, mau disebut itu uang lelah, uang promosi, silakan saja. Tapi tidak boleh memaksa, apalagi menetapkan angka yang di luar kemampuan orang yang didukung," ucap OSO.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat Marlis menilai sejumlah program di era kepemimpinan OSO memberatkan kader partai yang masuk di ranah legislatif, khususnya daerah. Dia mengatakan, selama OSO memimpin partai, anggota Dewan dari Fraksi Hanura harus menyetorkan dana 50 persen dari gaji yang diperoleh. Selain itu mereka juga diminta untuk menyumbang dana partisipasi.
"Ada dana partisipasi, adalah dana yang disumbangkan anggota Dewan berjumlah tertentu sesuai dengan tingkatannya. Kalau DPR RI Rp 200 juta per tahun, DPRD provinsi Rp 50 juta per tahun, kemudian DPRD kabupaten/kota Rp 20 juta per tahun. Itu dibayarkan selama 4 tahun," ucap Marlis, Selasa, 16 Januari 2017.
Marlis pun memandang kebijakan tersebut sangat memberatkan kader-kader yang menjadi anggota Dewan, terutama di daerah. Selain memberatkan, menurutnya, dana-dana itu juga tak jelas apa kegunaannya.
(by/detik.com)
"Benar ya itu masih saya tutup," kata OSO di Hotel Manhattan, Setiabudi, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018. Hal itu disampaikan OSO saat menjawab pertanyaan apakah perpecahan di Hanura terkait mahar politik.
OSO tak bisa mengungkapkan secara jelas terkait siapa orang yang meminta mahar politik tersebut. Menurutnya, kejadian itu tak pantas diungkap di muka umum.
"Nantilah kita ceritakan, nggak bisa diceritakan di umum saya bilang," ujarnya.
"Ya tentu ada sesuatu yang terjadi tapi saya kan nggak pantas ungkap di muka umum. Banyak hal yang terjadi. Yang harus ditertibkan. Tapi nggak bisa saya cerita. Nanti kalau saya ceritakan. Itu kan memalukan keadaan partai sendiri. Jadi itu perlu saya simpan untuk dipelajari. Untuk dinasehati. Untuk dibetulkan, untuk diluruskan dan diperbaiki," sambungnya.
"Kalau kita sudah menetapkan orang, jangan diganti lagi. Kalau diganti, pasti ada masalah. Kita tanya-tanya, buntutnya ya itu, tanda kutip. Partai itu boleh menerima sumbangan yang tidak mengikat. Tapi nggak boleh memaksa orang menyumbang," kata OSO di kediamannya, Jalan Karang Asem, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2018.
OSO menyebut siapa saja bisa memberi sumbangan ke Partai Hanura sesuai kemampuan. Menurutnya, semua partai membutuhkan biaya operasional.
"Siapa pun, jadi bupati, jadi wali kota, mau menyumbang boleh saja. Nggak dilarang, kok. Mau disebut itu mahar, mau disebut itu uang lelah, uang promosi, silakan saja. Tapi tidak boleh memaksa, apalagi menetapkan angka yang di luar kemampuan orang yang didukung," ucap OSO.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat Marlis menilai sejumlah program di era kepemimpinan OSO memberatkan kader partai yang masuk di ranah legislatif, khususnya daerah. Dia mengatakan, selama OSO memimpin partai, anggota Dewan dari Fraksi Hanura harus menyetorkan dana 50 persen dari gaji yang diperoleh. Selain itu mereka juga diminta untuk menyumbang dana partisipasi.
"Ada dana partisipasi, adalah dana yang disumbangkan anggota Dewan berjumlah tertentu sesuai dengan tingkatannya. Kalau DPR RI Rp 200 juta per tahun, DPRD provinsi Rp 50 juta per tahun, kemudian DPRD kabupaten/kota Rp 20 juta per tahun. Itu dibayarkan selama 4 tahun," ucap Marlis, Selasa, 16 Januari 2017.
Marlis pun memandang kebijakan tersebut sangat memberatkan kader-kader yang menjadi anggota Dewan, terutama di daerah. Selain memberatkan, menurutnya, dana-dana itu juga tak jelas apa kegunaannya.
(by/detik.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »