Fadli Zon Kritik Lembaga Survei: Jangan Jadi Predator Demokrasi!

Fadli Zon Kritik Lembaga Survei: Jangan Jadi Predator Demokrasi!
BENTENGSUMBAR. COM - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik lembaga survei dengan sederet hasil sebelum Pilpres 2019. Fadli menyebut lembaga survei tak boleh jadi predator demokrasi.

Kritik itu diawali Fadli dengan mengungkit survei Litbang Kompas yang menampilkan elektabilitas Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya terpaut 11,8 persen. Akan tetapi, survei lembaga lain menurutnya menampilkan beda elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi dengan jarak sekitar 20 persen, padahal survei tersebut dilakukan di periode yang sama dengan Litbang Kompas. 

"Adanya selisih yang besar antara hasil survei satu lembaga dengan lembaga lainnya yang dipublikasikan sepanjang bulan Maret ini tentu saja pantas membuat kita tersenyum. Bagaimana tidak tersenyum?! Semua survei mengklaim dirinya objektif, ilmiah, dan ketat secara metodik, namun survei-survei yang dilakukan pada waktu yang berdekatan itu, serta dipublikasikan hanya berselang hari, ternyata menghasilkan angka-angka dengan jurang menganga," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 22 Maret 2019.

"Dan yang membuat senyum kita kian melebar, kemarin, Kamis, 21 Maret 2019, lembaga survei Indo Barometer juga telah mempublikasikan survei terbarunya. Hasilnya kembali drastis. Jarak elektabilitas antara Jokowi dengan Prabowo kembali berada di atas 20 persen. Terus terang saya agak geli membacanya," jelas Fadli.

Menurut dia, angka-angka survei yang timpang satu sama lain telah membuat publik kian tersadarkan bahwa tak ada lembaga survei yang independen di Indonesia. Dia menyebut banyak lembaga survei yang merangkap konsultan politik.

"Sebab, semua lembaga survei yang ada telah merangkap jadi konsultan politik yang bekerja untuk menyukseskan kepentingan partai atau kandidat tertentu. Mereka bekerja seperti layaknya pengacara yang sedang membela kliennya. Mereka adalah bagian dari industri politik yang kerjanya mencari keuntungan," kata Fadli.

Wakil Ketua DPR RI itu memberi contoh terkait kritiknya terhadap lembaga survei. Dia menyayangkannya.

"Coba saja lihat hasil Pilkada DKI, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Semua lembaga survei meleset jauh, bisa ratusan persen. Artinya lembaga survei gagal total memotret realitas masyarakat sesungguhnya. Malah jadi 'teror' terhadap lawan-lawan politik kliennya," sebut Fadli.

Fadli mengatakan sejarah lembaga survei di Indonesia memang berhimpit dengan tumbuhnya lembaga-lembaga konsultan politik. Menurutnya, itu sebabnya survei politik yang dipublikasikan di Indonesia tidak bisa dijadikan alat untuk memetakan pendapat publik karena bagi dia, sebenarnya survei tersebut digunakan untuk menggiring opini publik, dijadikan sebagai alat framing, alat kampanye atau alat propaganda.

"Jadi, dalam dunia politik Indonesia, survei lebih merupakan infrastruktur imagologi, atau pencitraan. Itu sebanya akurasinya pantas dipertanyakan," kritik Fadli.

Ke depan, untuk kepentingan regulasi Pemilu dan Pilpres, Fadli memandang perlunya menegaskan norma ketika lembaga survei direkrut menjadi konsultan oleh partai politik atau kandidat yang berlaga dalam Pemilu, mereka harus diposisikan sama seperti halnya tim kampanye. Partai politik dan kandidat harus mendaftarkan nama konsultan atau lembaga survei yang mereka pekerjakan. 

"Ini merupakan cara yang fair untuk mengawasi lembaga-lembaga survei, sekaligus melindungi kepentingan publik dari manipulasi informasi, serta disinformasi yang dilakukan oleh mafia survei. Demokrasi kita harus kian transparan. Jangan sampai lembaga survei jadi predator demokrasi karena memanipulasi opini publik demi kepentingan klien mereka," kata Fadli.

(Source: detik.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »