BENTENGSUMBAR.COM - Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengecam tindak intoleransi sejumlah warga Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, yang menghalangi kegiatan ibadah di tempat Pendeta Damianus Sinaga.
“Ini tidak seharusnya terjadi. Sikap intoleran tidak layak dipertahankan dan kebebasan beribadah dijamin konstitusi kita,” kata Juru Bicara PSI, Nanang Priyo Utomo di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah warga dan perangkat desa menyampaikan penolakan atas kegiatan peribadatan tersebut. Sudah terjadi komunikasi. Perangkat desa menyediakan lokasi rumah ibadah sejauh 15 kilometer dari tempat semula. Namun jemaat menolak. Pada 25 Agustus lalu kegiatan ibadah dihentikan Satpol PP Indragiri Hilir.
“Rekomendasi lokasi baru itu tidak masuk akal, akan sangat menyulitkan untuk para jemaat dalam menjalankan ibadah, 15 kilometer itu bukan jarak yang dekat,” lanjut Nanang.
PSI, kata dia, sebenarnya mengapresiasi proses musyawarah yang berlangsung. Namun seharusnya solusi yang diberikan harus mempertimbangkan kemudahan jemaat dalam beribadah.
"Mestinya juga dipertimbangkan kemudahan-kemudahan jemaat untuk beribadah. Jangan malah mempersulit. Segala jenis permusyawaratan yang diadakan hendaknya dijiwai semangat mencari solusi,” tandas dia.
Nanang juga menyoroti perangkat desa yang mestinya bisa menjadi mediator yang adil dan tidak berpihak.
“Perangkat desa yang responsif dan tidak berpihak sangat kita butuhkan. Kita sangat membutuhkan aparat yang terlibat secara sehat untuk mencari solusi terbaik,” pungkas Nanang.
Menurut data yang dikumpulkan PSI, ada 30 keluarga yang beribadah di rumah Pendeta Damianus Sinaga tersebut. Mereka melakukannya sejak 2014.
(Source: BeritaSatu.com)
“Ini tidak seharusnya terjadi. Sikap intoleran tidak layak dipertahankan dan kebebasan beribadah dijamin konstitusi kita,” kata Juru Bicara PSI, Nanang Priyo Utomo di Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah warga dan perangkat desa menyampaikan penolakan atas kegiatan peribadatan tersebut. Sudah terjadi komunikasi. Perangkat desa menyediakan lokasi rumah ibadah sejauh 15 kilometer dari tempat semula. Namun jemaat menolak. Pada 25 Agustus lalu kegiatan ibadah dihentikan Satpol PP Indragiri Hilir.
“Rekomendasi lokasi baru itu tidak masuk akal, akan sangat menyulitkan untuk para jemaat dalam menjalankan ibadah, 15 kilometer itu bukan jarak yang dekat,” lanjut Nanang.
PSI, kata dia, sebenarnya mengapresiasi proses musyawarah yang berlangsung. Namun seharusnya solusi yang diberikan harus mempertimbangkan kemudahan jemaat dalam beribadah.
"Mestinya juga dipertimbangkan kemudahan-kemudahan jemaat untuk beribadah. Jangan malah mempersulit. Segala jenis permusyawaratan yang diadakan hendaknya dijiwai semangat mencari solusi,” tandas dia.
Nanang juga menyoroti perangkat desa yang mestinya bisa menjadi mediator yang adil dan tidak berpihak.
“Perangkat desa yang responsif dan tidak berpihak sangat kita butuhkan. Kita sangat membutuhkan aparat yang terlibat secara sehat untuk mencari solusi terbaik,” pungkas Nanang.
Menurut data yang dikumpulkan PSI, ada 30 keluarga yang beribadah di rumah Pendeta Damianus Sinaga tersebut. Mereka melakukannya sejak 2014.
(Source: BeritaSatu.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »
