Calon Kepala Daerah di Sumbar Sebaiknya Dites Baca Quran, Khatib dan Imam Salat

Calon Kepala Daerah di Sumbar Sebaiknya Dites Baca Quran, Khatib dan Imam Salat
MENJADI pemimpin di Samatera Barat tidaklah mudah. Pasalnya, baik secara adat budaya maupun geografis, daerah yang dihuni etnis Minangkabau ini memiliki karakter tersendiri.

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, banyak yang berminat menjadi Kepala Daerah di Sumbar, baik itu untuk poisisi Gubernur, Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Bupati dan Wakil Buputi.

Beberapa nama kandidat sudah mengapung untuk bertarung di pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Sumatra Barat, pemilihan Bupati-Wakil Bupati Solok Dharmasraya, Solok Selatan, Pasaman Barat, Pasaman,  Pesisir Selatan, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Agam, dan Lima Puluh Kota. Selain itu, mereka juga akan bertarung di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solok, dan Bukittinggi.

Lantas kenapa muncul ide agar calon Kepala Daerah itu dites baca Al Quran, Khatib, dan Imam Salat? Apakah tidak melanggar konstitusi?

Ide itu muncul mengingat Sumatera Barat atau Minangkabau memiliki falsafah adat, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai." Artinya, calon pemimpin di Sumatera Barat harus memiliki kriteria yang mengacu kepada falsafah adat tersebut, karena Kepala Daerah di Minangkabau atau Suamatera Barat adalah pucuk undang.

Jika kita berpedoman kepada syarak, sebagaimana digariskan oleh pakar siyasah Islamiyah, maka tugas pokok pemimpin dalam Islam adalah "Iqamatuddin dan Siyasatu ad-Dunya bi ad-Dien".

Menurut Ibnu Tamiyah, iqamatuddin, yaitu menegakkan syari’at-syari’at Islam sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Seperti: mengihlaskan semua aktifitas ketaatan untuk Allah SWT, menghidupkan berbagai sunnah, dan mengikis kebid’ahan. Sehingga manusia menaati Allah dengan sempurna.

Sedangkan Siyasatu ad-Dunya bi ad-Dien dimaksudkan sebagai mengatur tata pemerintahan atau sistem perpolitikan atau sistem bernegara dengan aturan Islam.

Imam al Mawardi dalam kitab al Ahkam al Sulthaniyah menjabarkan 10 tugas pemimpin. Salah satunya memelihara agama sesuai dengan prinsip prinsip yang kokoh dalam artian benar benar terwujud kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat. Agama bukan dijadikan sarana untuk melakukan rekayasa, manipulasi dan intimidasi. Bukan pula agama dijadikan sebagai legitimasi kekuasaan yang hanya untuk kepentingan sesaat (pragmatis).

Bukankah Indonesia bukan negara Islam? Apakah tidak bertentangan dengan konstitusi? Persoalan ini selalu menjadi perdebatan di Indonesia. Namun, yang pasti Indonesia merupakan anggota dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Bagi penulis, Indonesia adalah negara Islam yang memiliki sistem kekhalifahan yang mengakui kemajemukan.

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, etnis Minangkabau memiliki hak untuk menerapkan ciri khas daerah mereka sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi. Apalagi, jaminan kekhasan itu diatur pula dalam konstitusi.

Pasal 18B ayat (2) menegaskan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."

Apatah lagi, Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2017 dan diundangkan di Jakarta pad 29 Mei 2017 dalam lembaran negara tahun 2017 nomor 104.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada waktu itu, Muhadjir Effendy mengatakan bahwa kebudayaan tidak hanya pada tarian atau tradisi saja, tetapi juga nilai karakter luhur yang diwariskan turun-temurun hingga membentuk karakter bangsa.

Maka tidak salah rasanya dan mengacu kepada kontitusi yang berdasarkan karakteristik adat dan budaya Minangkanau yang berfalsafahkan "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah"itu, calon Kepala Daerah di Sumatera Barat atau Minangkabau harus pandai baca tulis al Quran, pandai dan mampu menjadi imam salat, pandai dan mampu menjadi Khatib Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha.

Tes baca tulis al Quran, Imam Salat dan Khatib bagi calon Kepala Daerah di Sumatera Barat merupakan salah satu bentuk penghormatan bagi kearifan lokal bagi orang Minangkabau sebagaimana dijamin oleh konstitusi.

Jangan hanya pasangan calon pengantin saja yang dites baca tulis al Quran dan kemampuan salatnya, tapi calon pemimpin di daerah ini yang akan memimpin rakyat Sumatera Barat juga harus dites kemampuan baca tulis al Quran, kemampuan dia menjadi Imam Salat dan Khatib.

Maka, sudah saatnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat dan kabupaten/kota merumuskannya dalam bentuk peraturan KPU yang disusun bersama-sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Ormas Islam dan lembaga ada, seperti LKAAM dan KAN.

Wallahu'alam bishawab.

Ditulis oleh: Zamri Yahya, Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kecamatan Kuranji Kota Padang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »