ICW Menang Gugatan, BPKP Buka Audit BPJS Kesehatan?


BENTENGSUMBAR.COM - Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan belum membaca hasil putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait gugatan sengketa informasi yang diajukan Indonesia Corruption Watch. Dalam putusannya, KIP menenangkan gugatan sengketa ICW melawan BPKP dan memutuskan dokumen hasil audit terkait BPJS Kesehatan yang dilakukan BPKP sebagai informasi publik yang terbuka.

"Belum, banyak yang diurus, termasuk perdagangan ini," kata Ateh saat ditemui usai menghadiri rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Maret 2020.

Gugatan sengketa informasi sebelumnya diajukan ICW untuk mendapat informasi lengkap mengenai masalah defisit menahun yang terjadi di tubuh BPJS Kesehatan. Gugatan diajukan karena BPKP menolak memberikan dokumen hasil audit BPJS Kesehatan.

Alasan BPKP adalah informasi tersebut merupakan jenis informasi yang dikecualikan. Lalu pada Selasa, 3 Maret 2020, keputusan dari KIP ini diumumkan ICW dalam keterangan resminya.

Ateh menyebut publik sebenarnya bisa mengakses laporan audit BPJS Kesehatan yang sudah dilaporkan BPKP dalam rapat bersama DPR. Laporan itu sudah disampaikan BPKP sejak tahun lalu.

Tapi, laporan yang dimaksud Ateh bukanlah dokumen lengkap seperti yang diminta ICW, melainkan hanya tayangan slide dalam rapat DPR yang isinya terbatas. "Yang ditayangkan ke DPR itu jadi hak publik," kata dia.

Ateh belum memberikan konfirmasi apakah dengan kemenangan ICW ini, BPKP akan segera membuka secara luas, hasil audit yang mereka kerjakan. Ateh masih menilai laporan ke DPR itu saja yang bisa diakses publik.

Kemarin, peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan dengan adanya putusan KIP, publik luas seharusnya dapat mengakses hasil audit terkait BPJS Kesehatan. "Tidak ada lagi alasan bagi BPKP atau instansi lain untuk menutup-nutupi informasi tersebut," kata dia.

Menurut Egi, putusan ini menjadi penting jika menengok pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan yang ditengarai menghadapi beragam persoalan. Lalu baru-baru ini, pemerintah pun menaikkan tarif iuran kepesertaan BPJS. "Langkah itu menimbulkan 
polemik dan mendapat penolakan dari sejumlah anggota DPR RI," kata Egi.

Selain itu, pengelolaan program JKN juga mendapat sorotan akibat defisit dan dana talangan yang diberikan oleh pemerintah. Menurut Egi, audit yang dilakukan oleh BPKP adalah dasar bagi pemerintah untuk menentukan jumlah defisit dan memberikan dana talangan.

Pertengahan 2018, BPJS Kesehatan ditengarai mengalami defisit hingga RP 10,98  triliun. Kementerian Keuangan kemudian memberi dana talangan hingga Rp 4,9 triliun. Di tahun yang sama, defisit kembali ditemukan dengan jumlah Rp 6,12 triliun. Lagi-lagi, Kementerian Keuangan menyuntikkan dana talangan hingga Rp 5,2 triliun. Total dana talangan mencapai Rp 10,1 triliun.

Pada November 2019, pemerintah mengatakan akan kembali memberi dana talangan hingga Rp 14 triliun. Namun hingga akhir Desember 2019, BPJS juga masih mengalami defisit sebesar Rp 15,5 triliun.

Kendati demikian, kata Egi, publik tidak pernah mengetahui secara detail dan rinci titik permasalahan dalam pengelolaan program JKN oleh BPJS Kesehatan. Sehingga dengan dibukanya hasil audit terkait BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh BPKP, publik dapat benar-benar mengetahui masalah pengelolaannya.

"Kemudian menilai apakah langkah yang dilakukan pemerintah, termasuk kenaikan iuran adalah langkah yang patut," kata Egi. Maka dengan dimenangkannya gugatan ini, ICW pun meminta BPKP untuk mematuhi hasil putusan KIP dan segera memberikan dokumen hasil audit kepada ICW sebagai pemohon informasi publik.

(Sumber: Tempo.co)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »