Terkait Omnibus Law, M Tauhid: Kembalikan Pelindo ke Habitatnya sebagai Penyedia Jasa

BENTENGSUMBAR.COM - Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) Sumbar M Tauhid menegaskan, draf Omnibus Law terkait perubahan Undang-undang No. 17 tahun 2008, banyak sekali keberpihakan terhadap pengusaha besar dan investor asing.

"Jadi, pelaku-pelaku usaha pelabuhan yang selama ini mencari nafkah dipelabuhan, jika Omnibus Law ini segera disahkan, menurut hemat kami, akan berdampak kepada terpurukan ekonomi bagi usaha kecil menengah yang selama ini mencari hidup di pelabuhan," ungkapnya, Rabu, 22 Juli 2020.

M Tauhid mencontohkan pada pasal  91 ayat (1) yang berbunyi, "Kagiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa ke pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 ayat 1, pada pelabuhan yang diusahakan secara komersil, dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat."

Sedangkan pada ayat (2)-nya, kata Tauhid, menegaskan, "Kegaiatan pengusahaan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk lebih dari satu terminal."

Berarti, jelas Tauhid, Badan Usaha Pelabuhan itu dapat melakukan kegiatan bongkar muat, lebih dari satu terminal.

"Contoh di Teluk Bayur saja, di situ sudah ada terminal Petikemas, pemuatan CPO melalui pipanisasi, sudah itu, sekarang mereka melakukan kontrak B to B dengan Semen Padang, seluruh pemuatan semen melalui conveyor Semen Padang dilaksanakan oleh Pelindo," katanya.

Tak hanya itu, kata Tauhid, di dermaga umum lainnya, Pelindo juga masih melakukan hal-hal yang sama.

"Jadi dari 40 perusahaan bongkar muat yang ada di pelabuhan, paling-paling yang eksis itu tinggal 3 atau 4 perusahaan saja lagi. Selain itu, sudah diambil alih oleh Pelindo," pungkasnya.

Sedangkan pada ayat (3), jelas Tauhid, pada draf UU tersebut, kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa ke pelabuhan sebagaimana dimaksud pasal 90 ayat (1), pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersil, diselenggarakan oleh unit penyelenggara pelabuhan."

Dikatakan Tauhid, pada ayat (4) ditegaskan, "Dalam keadaan tertentu, terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya pada pelabuhan yang diusahakan unit penyelenggara pelabuhan dapat dilaksanakan Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan perjanjian."

Menurut Tauhid, hanya satu ayat yang memberi kesempatan kepada badan usaha perorangan, yaitu pada ayat 5 yang berbunyi, "Kegiatan jasa terkait kepelabuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 ayat (1) dapat dilakukan orang perseoarang warga negara Indonesia."

Jadi yang lainnya itu, ungkap Tauhid, dilaksanakan oleh BUP. Sekarang permasalahannya, dipelabuhan itu ada BUP swasta dan ada BUP Pelindo.

"Nah, yang kami tuntut adalah BUP Pelindo. Pelindo itu kembalikan saja ke habitatnya sebagai penyedia jasa. Kalau BUP swasta, mungkin kita maklumi saja, karena mereka membangun pelabuhan itu, modalnya cukup besar, paling tidak Rp1,5 triliun, dimana 60 persen dari investor asing dan 40 persen dari pengusaha itu sendiri," urai Tauhid.

"Kalau kita membuat pelabuhan dengan modal yang cukup besar, saya rasa tidak ada kita yang mampu, pengusaha-pengusaha yang ada dipelabuhan," tukuknya.

Ditegaskannya, APBMI Sumbar hanya menuntut BUP Pelindo. Sebab, kalau ini diterapkan dan tidak ada pengecualian terhadap BUP swasta dan BUP Pelindo, otomatis sebelum Omnibus Law ini saja belum diterapkan, Pelindo sudah monopoli.

"Kita ambil contoh pada tahun 2013, kegiatan di Pelabuhan Teluk Bayur dari 798 kapal, dikerjakan oleh PBM swasta 504 dan 294 dikerjakan oleh Pelindo. Tahun 2014, 495 dikerjakan oleh PBM swasta dan 278 dikerjakan Pelindo,  total kapal 773. Pada tahun 2015 kami tidak dapat data, karena Pelindo tak mengirim ke asosiasi," ungkap Tauhid.

Pada 2016, kata Tauhid, dari 1.131 kapal, dikerjakan PBM swasta sebanyak 641 dari 61 PBM yang terdaftar, sedang Pelindo mengerjakan 490 Kapal. 2017, dari 1116 kapal yang masuk ke pelabuhan Teluk Bayur, 595 dikerjakan PBM swasta, 521 dikerjakan Pelindo.

Di tahun 2018, ungkap Tauhid lagi, dari 928 kapal, 417 dikerjakan PBM swasta, 511 dikerjakan oleh Pelindo. Tahun 2019, dari 991 kapal, 213 dikerjakan oleh PBM swasta, dan 778 kapal dikerjakan Pelindo.

"Ini, dari tahun ke tahun, semakin mejadi-jadi monopoli Pelindo. Di tahun 2013, dari 43 PBM swasta, 10 PBM yang tidak punya kegiatan sama sekali. Tahun 2014 dan 2015, dari 37 PBM swasta yang terdaftar, hanya 27 PBM yang ada kegiatan. 2016, dari 61 PBM swasta, yang bekerja 27, yang tidak  34 PBM. 2017, PBM tinggal 24 lagi, yang kerja 21, yang tidak bekerja 3 PBM. 2018, dari 28 PBM, yang bekerja 21 PBM. 2019, dari 28 PBM, yang bekerja cuma 17. Kan nampak grafiknya, semakin tahun semakin menurun," jelasnya.

Sementara Pelindo, ujar Tauhid, setiap tahun semakin naik kegiatannya. 

"Jadi, harapan kami kepada pemerintah, dan sudah kami sampaikan pula ke Komisi V DPR RI, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), dan kami juga sudah menyurati Presiden RI, Joko Widodo, untuk ditinjau ulang atau dibatalkan perubahan Undang-undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran," tegasnya.

(by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »