BENTENGSUMBAR.COM - Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman mengusulkan agar kelompok Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan saja.
Pernyataan itu terlontar usai dirinya mengklarifikasi bahwa benar dirinya lah yang memerintahkan Anggota TNI untuk menurunkan baliho bergambar Habib Rizieq, yang videonya viral di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa ada satu persoalan jika pernyataan tersebut dikaji dalam sistem ketatanegaraan.
Dia menjelaskan bahwa Indonesia dibagi ke dalam unit-unit kelembagaan yang memiliki kerja masing-masing, termasuk Kodam Jaya dan Pangdam Jaya.
"Sejak reformasi kita sudah sepakat hilangkan adanya dwifungsi ABRI atau TNI. Jadi TNI tidak ikut-ikutan lagi di wilayah politik," kata Refly Harun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari tayangan kanal YouTube Refly Harun, Sabtu, 21 November 2020.
Dia pun menuturkan bahwa nuansa politik saat ini pastilah kelimpungan. Pasalnya banyak pro dan kontra usai digelarnya beberapa acara yang digelar oleh Habib Rizieq setelah kedatangannya di Indonesia.
"Termasuk juga spanduk-spanduk atau baliho-baliho yang dipasang terkait dengan tag line baru 'revolusi akhlak'," ucap Refly Harun.
Menurutnya, masalah penurunan spanduk atau baliho merupakan kewenangan pemerintah lokal atau daerah, bukan TNI.
"Jadi tidak boleh sembarangan TNI terlibat dalam urusan seperti ini (penurunan baliho). Bukan urusan TNI untuk menurunkan baliho dan lain sebagainya. Itu urusan Satpol PP dan aparat keamanan," kata Refly Harun.
Refly Harun pun menilai bahwa pernyataan Dudung Abdurachman terkait usulan pembubaran FPI, telah melebihi kewenangannya.
"Apalagi pernyataan untuk membubarkan FPI. Waduh... terlalu jauh Mayjen Dudung melangkah. Karena pembubaran sebuah ormas seperti FPI, ya tentu harus menghormati kaidah-kaidah negara hukum. Harus sesuai prosedur peraturan perundang-undangan," ucap Refly Harun.
Menurutnya, meski ada Perppu Ormas yang menjadi dasar hukum sehingga sangat mudah untuk bisa membubarkan sebuah ormas tanpa ada proses hukum. Tapi tetap saja itu berada di wilayah sipil.
"Kalau organisasi itu terdaftar, maka status terdaftarnya dicabut oleh Kemendagri. Kalau berbentuk badan hukum, misalnya yayasan atau perkumpulan, itu juga bisa dicabut. Tapi kalau dia tidak terdaftar dan tidak memiliki badan hukum, maka kalau ada keputusan pengadilan yang menyatakan dia organisasi terlarang, maka organisasi tersebut tidak bisa lagi menjalankan aktivitasnya," tutur Refly Harun.
Meski demikian, Refly Harun mengingatkan agar putusan pembubaran ormas tersebut harus adil, jangan sampai melanggar hak konstitusional.
"Tapi kita harus adil, jangan sampai memunculkan sebuah tirani dan berpotensi melanggar hak konstitusional untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Tidak boleh hak konstitusional itu dibatasi secara mudah," kata Refly Harun.
(*)
« Prev Post
Next Post »