BENTENGSUMBAR.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan izin ekspor benih lobster atau benur. Tak hanya Edhy, dalam kasus ini, KPK juga menetapkan beberapa enam orang lainnya sebagai tersangka.
Penetapan 7 tersangka itu dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa Edhy dan sejumlah pihak lainnya yang dibekuk dalam operasi tangkap tangan di Bandara Soekarno-Hatta dan Depok, Jawa Barat pada Rabu, 25 November 2020 dinihari.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Kamis, 26 November 2020 dinihari.
Pada konferensi pers itu KPK memperlihatkan sejumlah barang mewah yang diduga dibeli tersangka di luar negeri dari hasil suap. Barang mewah itu, antara lain jam tangan merek Rolex dan tas perempuan merek Tumi dan LV.
Tujuh tersangka yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terdiri atas 6 orang berstatus penerima dan satu orang pemberi. Enam penerima itu adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Safri (SAF) selaku staf khusus Edhy, Siswadi (SWD) selaku pengurus PT ACK, APM, AF, dan AM. Sementara tersangka pemberi adalah Suharjito (SJT) selaku Direktur PT DPP.
Menteri Edhy dan lima orang lain sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 20 /2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sementara, SJT sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Nawawi menjelaskan kronologi penangkapan para tersangka dan pihak lainnya. Bermula dari KPK yang menerima informasi dugaan terjadinya penerimaan uang oleh penyelenggara negara. Pada tanggal 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia.
Selanjutnya, pada Selasa (24/11) Tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok (Jawa Barat), dan Bekasi (Jawa Barat) untuk menindaklanjuti adanya informasi dimaksud.
Pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama AF sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan EP, IRW, SAF, dan APM. Dana itu antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu, AS, pada 21 sampai 23 November 2020 sekitar Rp 750 juta. Barang yang dibelanjakan antara lain diantaranya jam tangan Rolex, tas merel Tumi dan LV, serta baju merek Old Navy.
Sekitar Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$ 100.000 dari SJT melalui SAF dan AM (Amiril Mukminin). Selain itu, SAF dan APM pada sekitar Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari AF.
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam, sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya.
Sumber: BeritaSatu.com
« Prev Post
Next Post »