BENTENGSUMBAR.COM - Pengamat politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mengatakan, pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sangat menohok setelah diperiksa oleh Direskrimum Polda Jawa Barat.
"Apa yang disampaikan sangat masuk akal, dalam mengurai cikal- bakal pelanggaran protokol kesehatan (prokes), awal terjadinya gonjang-ganjing karena pernyataan diskresi Mahfud MD dalam penyambutan HRS di bandara Soekarno- Hatta," ungkap Silaen melalu keterangan tertulis yang diterima BentengSumbar.com, Jumat, 18 Desember 2020.
"Apa yang terjadi saat ini merupakan rentetan imbas dari pernyataan Mahfud MD yang memberikan diskresi soal kerumunan dalam penyambutan HRS di bandara Soekarno-Hatta. Kejadian ini perlu didalami untuk mendapatkan kebenarannya, kenapa Mahfud MD punya niat memberikan diskresi kerumunan dalam penyambutan HRS di bandara Soekarno-Hatta (10/10), "kata Silaen.
Dikatakannya, sejalan dengan pernyataan Ridwan Kamil pasca diperiksa Polda Jabar, seharusnya sejak awal tidak boleh diizinkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD, akibatnya dua gubernur diperiksa dan ada juga yang sudah dicopot terkait kerumunan HRS dan itu karena ulahnya Mahfud MD yang berujung polemik politik.
Ia mengatakan, publik pun menduga-duga Mahfud MD sedang bermain politik dua kaki, demi mendapat simpati dan dukungan pendukung HRS dan FPI. "Ini pelajaran yang berharga sekali agar pejabat tidak sembarangan berkomentar karena dapat menimbulkan multi interpretasi dilapangan, pernyataan menkopolhukam itulah yang membuat penegak Hukum ragu bertindak karena awalnya sudah diberikan diskresi," papar Silaen.
Menurutnya, polisi juga harus memeriksa Menkopolhukam atas pernyataannya itu, seperti pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut. "Jadi bukan hanya gubernur, walikota dll jadi korban atas pernyataannya menkopolhukam," pungkasnya.
Agar polemik ini tak berkepanjangan maka demi rasa keadilan masyarakat equality before the law, maka Mahfud MD juga harus diperiksa atas pernyataan yang menjadi kontroversial tersebut. "Apa ada negosiasi dibalik layar terkait kerumunan dalam penyambutan HRS, sehingga menkopolhukam memberikan diskresi, padahal masih status PSBB, "tanya alumni LEMHANAS Pemuda 2009 itu," tukuknya.
"Ini persoalan penegakkan hukum jadi harus dirunut agar menemukan titik terang, ujung pangkal persoalan yang menimbulkan dis-stabilitas politik dan keamanan yang terjadi diberbagai daerah," lanjutnya.
Persoalan begini, katanya lagi, tak akan terjadi apabila pejabat lebih hati-hati dalam berkomentar, tidak main politik dua kaki, ini dampak sosialnya, TNI-Polri jadi repot karena ketidak-tegasan pejabat pemerintah soal kerumunan, karena ingin mendapatkan simpati FPI tapi berujung petaka.
"Mungkin menkopolhukam tak menyangka/ mengira akan terjadi polemik yang begini besar diseputar kerumunan yang dilakukan HRS. Siapa yang salah kalau sudah demikian adanya. Polisi kini sibuk memeriksa orang yang terindikasi melakukan perbuatan melanggar protokol kesehatan petamburan HRS dan megamendung-bogor tapi tidak ketika penyambutan HRS dibandara Soekarno- Hatta," tutur Silaen.
Dikatakannya, bicara rasa keadilan publik, maka Mahfud MD harus diperiksa terkait kerumunan HRS tersebut, kalau yang lain sudah diperiksa ada baiknya Mahfud MD diperiksa sebagai bentuk pembelajaran buat para pejabat. "Supaya kedepan para pejabat pemerintahan tak sembarangan berkomentar yang akhirnya dapat memantik gonjang-ganjing yang mengganggu keamanan," katanya.
"Pernyataan Mahfud yang berujung cilaka buat orang lain, ini akibat kecerobohan menkopolhukam yang kurang antisipatif soal dampak turunan yang timbul akibat pernyataan dianggapnya baik tapi imbasnya buruk buat orang lain," kritik Silaen.
Menurut Silaen, keberanian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut harus diapresiasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan aturan UU yang berlaku agar hukum itu tidak dilihat publik tebang pilih atau standar ganda.
(*)
« Prev Post
Next Post »