BENTENGSUMBAR.COM - Harlah NU ke-95 harus menjadi momentum bagi Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat. Dengan tema: Khidmat NU: menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan.
Tema ini mempertegas khidmat NU di Sumatera Barat untuk menyebarkan paham Islam Ahlussunnah Waljamaah An-Nahdiyah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikian diungkapkan Ketua Tanfidziyah PWNU Sumbar Prof. Ganefri dalam webinar Hari Lahir (Harlah) NU ke-95 yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat, Kamis, 4 Februari 2021 malam, di Padang.
Turut memberikan sambutan Ketua Umum PBNU Prof. KH Said Aqil Siraj, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, narasumber Walikota Padang Mahyeldi Ansyarullah, tausyiah dari Mustasyar PWNU Sumbar Prof. Asasriwarni dan khutbah iftitah dari Rais Syuriah PWNU Sumbar Hendri.
Dikatakan Ganefri, NU resmi berdiri pada 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1334 H. Kini diperingati Hari Lahir (Harlah) NU ke-95, yang berarti NU akan memasuki usia satu abad.
Harlah ke-95 tentu memberikan makna tersendiri bagi NU. Apalagi Indonesia dan dunia tengah dilanda wabah Covid-19.
Berbagai aktifitas kehidupan dibatasi dengan mematuhi protokol kesehatan. Termasuk banyak kegiatan NU di berbagai tempat harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
”Sumatera Barat yang dihuni suku Minangkabau dikenal dengan falsafah, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Hal ini berarti adat dapat menerima dan menyesuaikan dengan ajaran Islam. Banyak tradisi yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau yang kemudian dilakukan dengan kegiatan keagamaan. Sebutlah diantaranya ziarah ka puaso (jelang puasa Ramadhan), Basapa di Ulakan Padang Pariaman, Salawat Dulang, dan lain-lainnya,” kata Ganefri yang juga
Rektor Universitas Negeri Padang.
Menurut Ganefri, bagi NU sendiri, tradisi-tradisi yang sudah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat tersebut tetap dipelihara sejauh tidak bertentangan dengan Islam.
NU menghargai tradisi tersebut, bahkan mengawal tradisi karena mampu memberikan penguatan nilai-nilai dan merekat kekuatan sosial di tengah umat. Meski tidak memiliki dasar yang kuat, namun mampu merekat silaturrahmi dan nilai-nilai sosial masyarakat.
”Perkembangan NU di Sumatera Barat mengalami perkembangan pasang naik dan surut. Ketika NU mencapai puncaknya, banyak orang besar dan ”selamat” karena mengaku dan memiliki kartu NU di era 1960-an.
Terutama di sekitar peristiwa pemberontakan G 30 S PKI yang menjadi tragedi nasional tahun 1965,” kata Ganefri.
PWNU Sumbar melakukan berbagai program, kebijakan dan penataan organisasi NU di tingkat cabang dan wakil majelis cabang terus dilakukan. Sejumlah pengurus cabang berganti, dengan gairah ke-NU-an yang luar biasa.
Setiap minggu NU di Sumatera Barat menggelar berbagai kegiatan di tengah umat. Sehingga NU makin dirasakan kehadirannya di tengah masyarakat Sumatera Barat. Disamping itu, PWNU sendiri juga menggelar Madrasah Kader NU (MKNU) yang nantinya dilanjutkan sampai ke tingkat pengurus cabang dan Majelis Wakil Cabang NU, kata Ganefri.
Dikatakan Ganefri, tekad PWNU Sumbar, bagaimana fikrah (pemikiran), harakah (gerakan) dan amaliah NU makin kuat di Sumatera Barat. Program, kebijakan dan kegiatan yang dilakukan ke depan fokus memperkuat ketiganya, fikrah, harakah dan amaliah tersebut. Insya Allah, NU semakin tumbuh dan berkembang di Ranah Minang.
Laporan: Armaidi Tanjung
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »