Makin Seru! Puisi SBY Dapat Tandingan dari PPI ‘Renungan Karma’: Datangnya Tak Harus Segera, tapi Pasti!

BENTENGSUMBAR.COM - Belum lama ini, beredar puisi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yakni Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, yang berjudul ‘Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, tapi Pasti’.

Curahan hati presiden RI ke-6 itu rupanya mendapat respons cukup banyak dari sejumlah pihak.

Bahkan kini muncul puisi tandingan yang dibuat oleh Divisi Komunikasi Publik Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), yakni Bobby Triadi.

Puisi tersebut berjudul “Renungan Karma Buat SBY” yang diunggah di kanal YouTube KOMATKAMIT. 

Dalam keterangan di kanal YouTube itu, disebutkan bahwa KOMATKAMIT dibuat khusus untuk orang-orang dewasa, dewasa pikiran, dewasa hati, dan tidak baperan.

Nah, sekarang penasaran bagaimana isinya? Berikut puisi tandingan untuk SBY karya Bobby Triadi yang dirangkum terkini.id pada Sabtu, 20 Maret 2021, dari Sindonews:

PUISI “RENUNGAN KARMA” BUAT SBY

Malam itu kau melihat cikeas bagai kota mati. Atau seperti dusun kecil yang terbentang di kaki bukit yang sunyi. Suasana sungguh mencekam, hening dan sepi. Ah, itu hanya perasaan saja.

Malam ketika kau membuka jendela tua itu, malam yang tanpa gemerlap bintang seperti masa lalu. Tak ada lagi cahaya rembulan yang mendampingi, tak ada lagi gemerlap bintang.

Deras hujan pujian di masa jaya pun telah pergi. Kini tinggal derak degup jantung yang terdengar lirih. Akankah malam-malam yang akan datang akan menjadi malam yang sama?

Aku tau, aku tau tanpa perlu kau katakan dengan nada lirih. Tentang mata yang sulit terpejam. Tentang hati yang terus terjaga dan tentang pikiran yang terus mengembara. Hingga kursi cokelat tua itu memanggil.

Cobaan adalah karma. Bukan cobaan yang datang tanpa sebab. Mengapa karma menghampirimu hari-hari ini? Apa yang telah kau perbuat dan lakukan terhadap sahabat-sahabat yang dulu, memanggul tubuh besarmu menuju masa-masa kejayaan itu?

Apa yang telah kau perbuat kepada mereka-mereka yang hingga kau hari-hari ini merasakan luka? Dan kenapa perih luka itu juga harus anak-anakmu rasakan? Kenapa karmamu harus dirasakan oleh anak-anak mu, menantu-menantumu, dan cucu-cucumu?

Aku tau, kau tak ingin mereka merasakan perihnya luka karena karma mu. Sebenarnya, aku tak hendak meratap seperti mu. Aku juga anak kampung yang dibesarkan penuh dengan tantangan. Jauh dari kecukupan dan kemudahan.

Tapi itu tak membuatku harus dendam dengan masa lalu itu. Aku tak harus menjadi orang yang rakus atas segalanya. Aku tak harus menjadi orang sadis yang menghalalkan segala cara untuk melukai orang lain dengan wajah sendu yang hanyalah topeng-topeng dengan beragam karakter jiwa. Karakter hati.

Kau tak perlu bersedih. Bersedih tentang perlakuan yang kini kau dapat di luar masa berkuasa. Sesuatu yang ketika kekuasaan ada di tangan mu, perlakuan tak terpuji itu kerap terjadi. Terjadi dengan meminjam tangan-tangan orang lain, agar tanganmu tetap terlihat bersih tak bernoda.

Kuyakin, inilah karma. Karma yang datang tak harus segera. Karma yang datang dengan kepastian. Satu yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan karma, meminta maaf dan dimaafkan. Datangi mereka-mereka yang kau sakit dengan brutal.

Source: Terkini.ID

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »