Lalu, kenaikan status Badan Riset dan Inovasi alias BRIN yang akan jadi lembaga setingkat kementerian. Serta pembentukan Kementerian Investasi. Sejumlah pihak kemudian bertanya, apa ide besar di balik ini semua?
Pengamat Politik Charta Politika Yunarto Wijaya kemudian memberikan analisanya. Kata dia, dalam isu rombak ini, memang publik menangkap seolah ada yang dikorbankan Jokowi, yakni Kemenristek.
Sebab dalam Pasal 15 di UU Kementerian, negara telah mengatakan bahwa paling banyak jumlah Kementerian di Indonesia berjumlah 34. Lantas inikah bagian dari siasat demi memunculkan Kementerian Investasi dan isu lainnya.
Yunarto berpendapat, Jokowi lebih memilih Kementerian Investasi karena kondisi pandemi sekarang ini yang mengharuskan Indonesia menerima banyak uang masuk lebih besar. Kewenangannya akan lebih besar dari BKPM karena dari segi otoritas lebih bisa membuat kebijakan.
“Tetapi problemnya kemudian, terbentur dengan pasal 15 UU Kementerian, harus ada salah satu pos kementerian yang dikorbankan dalam tanda kutip. Sementara ini kan kalau dikorbankan bahwa dilebur, tidak melanggar UU,” katanya dikutip Prime Time News, Jumat 16 April 2021.
Lebih jauh, Yunarto mengatakan ide Jokowi menghapus Kemenristek dan memunculkan Kementerian Investasi akan bisa diterima publik jika kemudian serapan investasi bakal masuk besar ke Tanah Air.
Akan tetapi, ide besar itu akan ditangkap berbeda publik jika ternyata ada isu politik akomodasi di belakang itu semua. Yakni demi partai yang baru masuk ke kabinetnya.
“Tapi jangan mengorbankan tugas dari Kemenristek tadi. Ingat lho, Jokowi pada pidato pelantikan di periode kedua, dia lebih banyak bicara inovasi, SDM, dan itulah yang menjadi diferensiasi di periode kedua, ketimbang periode pertama,” katanya lagi.
Hal inilah yang kemudian akan jadi tantangan soal posisi BRIN, dan Kementerian Investasi ke depan. Jangan sampai ke depan rombak-rombak ini kemudian menutupi prioritas utama dari Ristek demi konteks nomenklatur dan hitung-hitungan baru masuknya pasukan baru seperti PAN di kabinet Jokowi.
“Ini masih jadi pertanyaan, andai ada pasukan baru seperti PAN yang dimasukkan, kita harus lihat konteksnya yang penting. Artinya, siapapun nama yang diajukan, Jokowi harus punya syarat penting, yakni soal keahlian.
Jangan sampai sudah mengorbankan Kemenristek yang dihapus, tetapi hanya sekadar demi memberi jatah menteri atas masuknya PAN ke kabinet Jokowi. “Jokowi jangan mau cuma menerima cek kosong saja, nama yang harus diajukan harus punya keahlian. Karena sudah ada yang dikorbankan dalam hal ini,” katanya.
Walaupun menteri dari PAN akhirnya masuk, dia menegaskan harus memiliki kontribusi positif buat negeri. Sebab aspek profesional dan keahlian lah yang sangat dibutuhkan Jokowi di tengah negara yang dalam kondisi sulit ini.
Kalaupun memang ada unsur politik akomodatif, jangan sampai mengganggu ide besar yang ingin diterjemahkan dalam nomenklatur perombakan ini. Sebut saja jika harus melibatkan Muhammadiyah untuk penggantian sosok Mendikbud saat ini yakni Nadiem Makarim, tentu harus jauh lebih bagus.
“Maka itu, tempatkan orang yang sebaik-baiknya. Jangan hanya menjadi tempat baru politik akomodatif. Ingat Pak Jokowi, angka koalisi Anda saat ini sudah besar, bahkan lebih besar dari SBY. Jangan takut,” katanya.
“Ketika Anda sudah tak lagi mencalonkan diri lagi ke depan, maka Anda harus sudah memikirkan faktor legacy yang bisa diingat publik di periode kedua ini. Dan inilah isu besar buat presiden.”
Source: Hops.id
« Prev Post
Next Post »