Menyimak Perjalanan Desa Sejak Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 dan Pasca PP No. 11 Tahun 2021 – (Bagian ke-2)

BENTENGSUMBAR.COM - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi – disingkat Kemendes PDTT saat ini telah mengalami metamorfosa – perubahan sebanyak 3 kali sejak awal keberadaannya.

Fase 1 : Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia baru dibentuk pada Kabinet Gotong Royong dalam masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001).

Fase 2 : Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kementerian ini diganti namanya menjadi Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan kemudian menjadi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (2004 – 2014).

Fase 3 : Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam Kabinet Kerja, kementerian ini kembali berganti nama menjadi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (2015 – sekarang). Kemendes PDTT ini diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2015, tertanggal 21 Januari 2015. (Sumber: Laman resmi Kemendes PDTT)

Dalam rangka pelaksanaan amanah yang diemban juga dijadikan sebagai pedoman, maka dari itu Kemendes PDTT perlu menerbitkan sebuah buku, berjudul “Desa Mandiri, Desa Membangun” pada bulan Maret 2015. Visi diterbitkannya buku ini adalah pemberdayaan desa untuk menjadi desa yang kuat, mandiri, dan demokratis.

Tentu saja telah terjadi pergeseran paradigma antara Desa Lama menjadi Desa Baru yang tertuang di dalam buku tersebut. Berikut perbedaan Desa Lama dan Baru dilihat dari perspektif UU Desa, antara lain:

Desa Lama memiliki, 1) Payung hukum, UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005, 2) Azas utamanya adalah desentralisasi-residualitas, 3) Kedudukan adalah sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government), 4) Posisi dan peran kabupaten/ kota dimana kabupaten/ kota mempunyai kewenangan yang besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa, 5) Posisi dalam pembangunan sebagai Obyek.

Desa Baru memiliki, 1) Payung hukumnya UU No. 6/2014, 2) Azas utamanya adalah rekognisi-subsidiaritas, 3) Kedudukan adalah sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government, 4) Posisi dan peran kabupaten/ kota dimana kabupaten/ kota mempunyai kewenangan yang terbatas dan strategis dalam mengatur dan mengurus desa; termasuk mengatur dan mengurus bidang urusan desa yang tidak perlu ditangani langsung oleh pusat, 5) Posisi dalam pembangunan sebagai Subyek.

Apa itu ‘Desa Membangun’?

Desa Membangun memiliki banyak keunggulan karena warga desa menjadi terlibat dalam proses membangun desanya. Paradigma ini memungkinkan warga desa menentukan sendiri prioritas dan visi pembangunannya sendiri karena keputusannya dilakukan dalam Musyawarah Desa.

Meski sama-sama membangun ruas jalan atau infrastruktur misalnya, hasilnya bakal berbeda karena partisipasi warga desa bakal membuat manfaat program menjadi jauh lebih besar. Hal seperti ini merupakan ruh atau semangat yang menjiwai UU No. 6/ 2014.

Apa itu ‘Desa Mandiri’?

Desa Mandiri adalah desa yang ada kerjasama yang baik, tidak tergantung dengan bantuan pemerintah, sistem administrasi baik, pendapatan masyarakat cukup.

Supaya lebih berdaya, masyarakat perlu menghormati aturan, kelestarian SDA – Sumber Daya Alam, memiliki kemampuan keahlian, ketrampilan, sumber pendapatan cukup stabil, semangat kerja yang tinggi, memanfaatkan potensi alam untuk lebih bermanfaat dengan menggunakan TTG - Teknologi Tepat Guna, mampu menyusun dan melaksanakan pembangunan desanya. (Bersambung).

*Ditulis oleh H. Ali Akbar, Tinggal di Padang Pariaman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »