Klaim HRS Itu Satrio Piningit, Ridwan Saidi Juga Sebut Kerajaan Indonesia Fiktif, Bajak Laut, dan Brutal

Klaim HRS Itu Satrio Piningit, Ridwan Saidi Juga Sebut Kerajaan Indonesia Fiktif, Bajak Laut, dan Brutal
BENTENGSUMBAR.COM -  Budayawan Betawi, Ridwan Saidi baru-baru ini menuai polemik dan jadi perbincangan hangat publik usai menyebut Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai Satrio Piningit. Beberapa waktu lalu, ternyata Ridwan Saidi juga pernah buat pernyataan kontroversial dengan menyebut sejumlah kerajaan di Indonesia sebagai fiksi, bajak laut, hingga bertindak brutal.


Terkait pernyataan Ridwan Saidi baru-baru ini soal Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai Satrio Piningit diungkapkan dalam kanal YouTube milik Refly Harun.


Dia menilai bahwa mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu layak disebut sebagai Satrio Piningit lantaran merujuk pada kebudayaan Jawa.


“Kalau saya merujuk kepada kebudayaan jawa, Habib Rizieq itu adalah Satrio Piningit, orang yang ditunggu-tunggu,” ujarnya, dikutip Hops pada Jumat, 2 Juli 2021.


Beberapa waktu silam, tepatnya pada Agustus 2019, Ridwan Saidi juga sempat menggemparkan publik terkait klaimnya yang menyebut Kerajaan Sriwijaya fiktif dan hanya berisi sekelompok bajak laut yang beroperasi di perairan nusantara.


Pernyataan tersebut disampaikan Ridwan dalam video yang diunggah kanal Youtube Macan Idealis.


Dalam sebuah video berdurasi belasan menit itu, awalnya Saidi nampak menjawab sejumlah pertanyaan Vasco Ruseimy yang merupakan eks Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi.


Kemudian dia menyebut Raja di Terengganu terusir karena kehadiran kaum Yahudi.


Oleh sebab itu, kerajaan ini lantas meminta bantuan dari kerajaan-kerajaan Melayu yang ada di Indonesia.


Kemudian Saidi ditanya soal kerajaan-kerajaan mana saja yang mengirim kontingennya. Saidi menyebut kerajaan Majapahit tidak mengirimkan kontingen karena saat itu sudah redup.


Namun, ketika ditanya soal Kerajaan Sriwijaya, Saidi mengatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif.


“Sriwijaya, itu kerajaan fiktif, kita nggak sebut ya. Entar kita cerita. Yang saya sebut Saparua misalnya,” ungkap Saidi


“Sriwijaya ini kan kerajaan fiktif. Itu kan bajak laut yang berpangkalan di Koromandel,” sambungnya.


Ketika ditanya terkait bukti sejarah yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, Ridwan Saidi menegaskan bukti dan kisahnya hanyalah dongeng belaka.


“Tidak ada. Semuanya dongeng. Nggak ada jejaknya. Jadi kirim pasukan Palembang. Bukan Sriwijaya. Itu waktu sudah kesultanan Palembang. Digebahlah Patih Terengganu ini,” imbuhnya.


Selain itu, dalam video tersebut, Ridwan Saidi juga menyebut bahwa Kerajaan Tarumanegara fiktif.


Dia beralasan, keberadaan Kerajaan Tarumanegara ada lantaran kesalahan arkeolog kala itu. Bahkan disebut pula bahwa arekeolog kondang Poerbatjaraka hanya menebak-nebak saja.


“Tarumanegara, yes fiktif, fiktif berat. Itu adalah kesalahan arkeolog terutama Poerbatjaraka yang dianggap mbahnya arkeolog. Dia mengira prasasti-prasasti yang ada di Jawa bagian barat, Jakarta saya masukkan Jawa bagian barat, dan Jawa Tengah itu berbahasa Sanskerta dan beraksara Palawa. Dia salah. Itu adalah berbahasa Hindi-Khmer. Jadi tebak-tebakan Poerbatjaraka ngawur sama sekali ketika dia mentarjamah Prasasti Sukapura, Tanjung Priok,” tutur Ridwan Saidi.


Kemudian Ridwan Saidi kembali menyulut kontroversi karena menyebut tak ada kerajaan di Ciamis, Jawa Barat. Selain itu, Kerajaan Sunda Galuh ia nilai salah penamaannya.


Pernyataan itu diungkapkannya dalam sebuah video berdurasi 12 menit bertajuk ‘GEGEER !! TERNYATA KERAJAAN KERAJAAN DI INDONESIA SANGAT DITAKUTI DI DUNIA‘ yang diunggah 12 Februari 2020. Dia masih ditemani oleh Vasco.


“Saya mohon maaf dengan saudara dari Ciamis. Di Ciamis itu nggak ada kerajaan, karena indikator eksistensi kerajaan itu adalah indikator ekonomi, Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhannya kan di selatan bukan pelabuhan niaga, sama dengan pelabuhan kita di Teluk Bayur, bagaimana membiayai kerajaan,” ujar Ridwan.


“Lalu diceritakanlah ada raja Sunda Galuh. Sunda galuh saya kira agak keliru penamaan itu, karena galuh artinya brutal, jadi saya yakin tidak ada peristiwa Diah Pitaloka, wanita dari Sunda Galuh itu dipanggul-panggul dibawa ke Hayam Wuruk untuk dikawinin. Itu yang dikatakan perang bubat, sedangkan bubat itu artinya lapang olahraga bukan nama tempat. Jadi di bubat yang mana dia perang. Juga di Indonesia tidak ada adat perempuan mau kawin dijunjung-junjung dianterin ke rumah lelaki itu kagak ada, itu tidak Indonesia,” imbuhnya.


Source: Hops.id

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »