cnt
BENTENGSUMBAR.COM - Bagaikan fenomena gunung es, penyebaran kasus Covid-19 di pedesaan. Terbatasnya tes dan pelacakan serta perilaku masyarakat yang menghindari rumah sakit. Kondisi ini menyebabkan jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi di perdesaan seolah kecil, tetapi terjadi lonjakan kematian.
”Laporan rekan-rekan di jejaring epidemiolog lapangan, saat ini Covid-19 meluas di desa-desa. Banyak warga yang sakit dengan gejala Covid-19 tidak dilacak karena terbatasnya pemeriksaan sehingga kasusnya seolah kecil, tetapi penyebarannya masif,” kata epidemiolog lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman, Yudhi Wibowo, Selasa (3/8/2021), seperti dikutip Kompas.com.
Penyebaran Covid-19 di desa-desa, menurut Yudhi, lebih sulit terdeteksi oleh sistem pelaporan nasional. Selain karena terbatasnya tes dan pelacakan hingga ke desa, banyak warga di desa yang menghindari pemeriksaan atau datang ke rumah sakit.
”Masyarakat di desa banyak yang percaya mereka akan di-Covid-kan kalau ke rumah sakit. Butuh pendekatan sosial dan dukungan dari pemerintah daerah untuk atasi hal ini. Tidak mungkin hanya diserahkan ke tenaga kesehatan di puskesmas,” katanya.
Menurut Yudhi, saat ini secara nasional kasus Covid-19 seolah turun, termasuk di wilayah Banyumas, Jawa Tengah.
”Seminggu terakhir kasus di Banyumas turun 56,2 persen. Ini perlu diwaspadai karena terjadi bersamaan dengan penurunan jumlah tes. Yang jelas angka kematian masih sangat tinggi sehingga bisa jadi ada kasus yang tak terlaporkan,” katanya.
Lonjakan kematian karena Covid-19 di Banyumas terjadi selama Juli dengan total mencapai 777 orang dalam sebulan. Jumlah kematian ini sudah lebih dari separuh total kematian karena Covid-19 di wilayah ini sejak Maret 2020 yang mencapai 1.263 orang.
Sebelumnya, puncak kematian dalam sebulan tertinggi terjadi pada Desember 2020, sebanyak 138 orang.
”Baru tiga hari di bulan Agustus, jumlah korban jiwa sudah mencapai 24 orang. Ini padahal korban meninggal yang terkonfirmasi. Kalau excess mortality (kematian berlebih) pasti lebih besar dan ini belum terdata,” ujar Yudhi.
Situasi di desa
Ketua Satgas Covid-19 Pemuda Desa Ngale, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Dodi Kurniadi Wibowo mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 dan kematian di desanya mulai terjadi sejak minggu terakhir Juni 2021.
”Awalnya 22 Juni 2021, ada satu warga yang positif Covid-19 meninggal di Jakarta dan jenazahnya dibawa pulang. Di rumah diadakan acara tahlilan. Dari 38 orang yang ikut acara tahlilan ini kemudian pada sakit dan 12 orang di antaranya meninggal dunia,” katanya.
Warga yang meninggal tersebut umumnya sakit dengan gejala sama, yaitu demam dan sesak napas. Sebagian besar tidak diperiksa dan dimakamkan seperti biasa.
”Hari ketiga setelah tahlilan itu adik almarhum yang meninggal di Jakarta sakit dan dibawa ke rumah sakit. Malamnya ayahnya meninggal dan kemudian berturut-turut tetangga serta kerabatnya. Ada yang berbarengan dalam sehari,” ujarnya.
Kluster berikutnya, lanjut Dodi, bermula dari kunjungan salah satu warga desanya ke Bangkalan, Madura, pada awal Juli 2021.
”Pulang dari sana, suaminya sakit parah sehingga dibawa ke rumah sakit. Tapi, besoknya istrinya meninggal tanpa sakit. Besoknya tetangga sebelah rumah dan begitu seterusnya,” tuturnya.
Selama Juli 2021, setidaknya 38 warga di Desa Ngale meninggal. Padahal, menurut Dodi, biasanya dalam sebulan orang yang meninggal di desa berpenduduk 6.500 jiwa ini hanya satu atau dua orang.
”Kami sampai membuka lahan kuburan baru. Kasus terus meluas, tetapi pemeriksaan terbatas karena puskesmas biasanya membatasi jumlah yang dites antigen. Desa-desa tetangga di sini juga mengalami hal sama,” katanya.
Laporan: Reko Suroko
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »