Rakyat Ngertinya Beres, Boss

RAKYAT sudah tak butuh blusukan, apakah blusukan ke perkampungan atau blusukan ke apotik. Rakyat sudah tak butuh itu. Rakyat tak butuh gaya pencitraan lagi, Mereka sudah paham bahwa pencitraan yang boss bangun itu hanya menghasilkan buih. Buih yang rapuh ditiup angin.

Rakyat penginnya pandemi ini segera berakhir, kalau tak bisa berakhir setidanya surut. Bukannya malah kasusnya menurun tes PCR-nya rendah, tapi angka kematianya tinggi. Ini kan juga pencitraan lagi, seolah-olah boss sudah menekan laju pertumbuhan kasus.

Rakyat paham boss, kasus bisa disembunyikan, tapi angka kematian sulit disembunyikan. Karena mayat bisa bau busuk.

Rakyat tidak butuh obat virus ini ada atau tidak di apotik. Mereka ngertinya butuh obat dan  tersedia, harganya dapat dijangkau. Bukan harganya terjangkau lho boss , karena kocek mereka sudah cekak dari kemarin. Rakyat sakit, obat tersedia, itu sudah cukup.

Rakyat tidak peduli, apakah ada penimbunan obat, atau mafia obat bahkan kartel obat. Rakyat nggak mau ngerti. Blusukan ke apotik hanya buang-buang keringat boss.

Siapa Pegang Komando ?

Boss, rakyat nggak mau ngerti siapa yang pegang komando penanganan virus corona ini. Mau dipegang Menteri BUMN, Erick Thohir, silakan, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi, juga silakan.

Bahkan, Menko Perekonomian, Erlangga Hartarto, juga terserah, Pak Boss. Mau dikomandani Menko Maritim dan Investasi , Luhut Binsar Panjaitan, juga terserah gimana baiknya, Pak Boss.

Rakyat pengin, kalau komando sudah diserahkan ke tangan Menko Maritim dan Investasi, maka yang umumkan perpanjangan PPKM Level-4 ya Menko Maritim dan Investasi. Bukan Pak Boss sendiri yang ngumumkan. Wah, rakyat jadi bertanya-tanya, komando sudah diserahkan kok Pak Boss yang bacakan pengumuman. Sepertinya, Pak Boss tidak rela, ini pikiran rakyat, lho.

Cari Kartel Atau….

Kalau Pak Boss blusukan ke apotek melihat stok obat,  itu bukan levelnya boss. Masih banyak staf ahli kementerian yang menguasai seluk beluk distribusi obat. Ini seperti tidak ada yang pecus pegawai Kementerian Kesehatan sehingga Pak boss harus blusukan.

Blusukan ini akan mengendus stok obat, pertanyaannya benarkah stok obat semakin sulit? Mencari siapa bandar obat dan penimbun obat haruskah dilakukan Pak Boss

Kemanakah aparat yang dibayar mahal untuk mendeteksi peredaran obat?

Isu kelangkaan obat gara-gara pandemi sempat viral. Namun pada saat yang sama ada serbuan obat dari negeri China. Sementara obat dan vaksin buatan anak bangsa mendadak tidak bisa beredar.

Siapakah kartel obat di hulu yang mengendalikan semua peredaran obat se-Indonesia? Ini tidak akan terjawab oleh blusukan, sebab yang ditinjau pakde presiden hanya pengusaha apotek. Apalagi pengusaha apotek pribumi, pasti tidak akan lengkap stok obatnya.

Mafia obat dan vaksin di level atas yang memonopoli peredaran obat di Indonesia nyaris tidak dipermasalahkan. Namun, rakyat terus diawasi geraknya. Benarkah rakyat masih merdeka dirumahnya sendiri?

Di tengah situasi yang serba panik ini, ternyata kartel obat dan peralatan kesehatan justru laris manis produknya. Trilyunan rupiah berputar dan rakyat hanya menjadi obyek pasar.

Namun agar terlihat santun si rakyat diperlakukan seperti kaum dhuafa yang harus disantuni dengan label bansos. Eee bansosnya dimakan pejabat kementerian sosial yang dulu.

Rakyat  butuh sumber kehidupan, agar mereka bisa bangkit kembali. Berilah mereka kesempatan membeli beras bukan menerima bansos beras.

Blusukan akan joss bermakna, Pak Boss. Manakala bisa memberikan solusi kepada rakyat.

Blusukan hanya sebatas pencitraan, maka problem bangsa ini tidak akan pernah selesai.

Jika pagebluk terus berlangsung, sistem penanganan masih seperti ini. Rakyat terus menjerit, maka …… *** 

*Ditulis Oleh: Reko Suroko, Wartawan Senior di Solo.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »