Ribuan Tempat Tidur Rumah Sakit Kosong (1) Mengapa Pasien Covid-19 Meninggal di Rumah?

BENTENGSUMBAR.COM - Taufik Hidayat memasuki rumah orang mati untuk mengklaim mayat yang tidak akan disentuh siapa pun. 

Dia memimpin belasan relawan pengurus yang menerima telepon dari keluarga yang berduka di ibu kota Indonesia, Jakarta, pusat salah satu wabah Covid-19 terbesar di dunia.

"Ini sangat berat dan panas bagi kami karena kami selalu mengenakan jas hazmat lengkap saat mencoba menavigasi gang-gang kecil dan lantai tinggi dengan tubuh di belakangnya," kata Taufiq.

Jumlah panggilan telah berkurang sejak puncak gelombang kedua di Indonesia pada pertengahan Juli. Tetapi masih ada laporan orang meninggal di rumah, meskipun ada kapasitas baru di rumah sakit dan pusat isolasi negara, ribuan tempat tidur kosong.

Sejauh bulan ini, hampir 50 orang telah meninggal di rumah akibat Covid-19, menurut LaporCovid-19, platform pelaporan warga online yang menerima informasi dari keluarga dan pejabat setempat.

Jumlah itu melonjak selama Juli menjadi sekitar 2.400 -- meningkat enam kali lipat dari Juni, menurut Fariz Iban, analis data situs tersebut, yang menyebut angka itu "puncak gunung es."

Menurut LaporCovid-19, sebagian besar kematian berada di Jakarta, karena hanya itu pemerintah daerah yang membagikan angka kematian di rumah akibat Covid-19.

Kementerian Kesehatan Indonesia tidak mencatat jumlah orang yang meninggal di rumah, kata juru bicara kementerian Siti Nadia Tarmizi. Dia mengatakan, orang hanya boleh mengisolasi di rumah ketika tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala ringan.

Tetapi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendesak pemerintah untuk mengubah kebijakannya. Dengan mengatakan isolasi rumah telah membuat beberapa pasien kehilangan perawatan medis, dan kurangnya pengawasan membantu penyebaran virus.

Pilihan yang mustahil

Bulan lalu, ketika varian Delta yang sangat menular melanda Indonesia, sistem rumah sakitnya dengan cepat kewalahan.

Pasien positif diberitahu untuk mengisolasi di rumah, jika tidak menunjukkan gejala. Namun,  beberapa tidak dapat menemukan tempat tidur rumah sakit ketika kondisinya memburuk.

Warsa Tirta kembali positif Covid pada akhir Juni dan mengikuti instruksi untuk tinggal di rumah, kata menantunya Fakhri Yusuf. Pengemudi berusia 62 tahun itu tidak merasa sakit, tetapi dia telah menjalani tes karena bosnya telah tertular virus dan ada risiko dia menularkannya.

Namun dalam beberapa hari isolasi di rumah Warsa, ibu dan dua saudara perempuan Fakhri juga jatuh sakit. Warsa mencoba merawat mereka, tetapi tak lama kemudian ketiganya membutuhkan bantuan medis profesional, kata Fakhri.

“Saya coba daftarkan semuanya ke RS Darurat Covid, tapi yang bisa menerima hanya satu orang," kata Fakhri.
"Semua tempat tidur di rumah sakit terisi penuh. Jadi kami memutuskan untuk mengirim saudara perempuan saya (ke rumah sakit)."

Warsa meninggal pada pagi hari tanggal 6 Juli.

Fakhri mengatakan dia menelepon Puskesmas setempat, tetapi tidak ada yang tersedia untuk mengambil mayat karena ratusan orang lainnya juga meninggal hari itu.

"Respon mereka sangat lambat. Saya diberitahu bahwa semua pengurus jenazah sibuk dengan korban tewas lainnya di seluruh Jakarta," katanya.

Maka Fakhri menyebut Badan Zakat Nasional (Baznas), sebuah kelompok yang dikelola pemerintah yang mendistribusikan zakat, atau sedekah dalam agama Islam, Taufiq bekerja sebagai sukarelawan. (Bersambung)

Laporan: Reko Suroko

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »