Beda Dengan Rocky Gerung yang Pilih Melawan, Pemilik Kafe yang Juga Digugat Sentul City Ngaku Salah

BENTENGSUMBAR.COM - Nama pengamat politik, Rocky Gerung kini menarik perhatian.

Hal itu tak lepas karena kasus sengketa tanah antara ia dengan Sentul City.
Tapi ternyata, tak hanya mensomasi Rocky Gerung.

Kasus sengketa tanah ini sebenarnya mewakili beberapa kasus serupa lainnya.

Sentul City diketahui memang mengirimkan somasi ke beberapa orang selain Rocky Gerung yang sama-sama menempati HGB milik Sentul City.

Namun, kini fakta baru terungkap bahwa tidak semua pihak yang disomasi Sentul City memilih melakukan perlawanan seperti Rocky Gerung.

Mereka memilih tidak melawan karena sadar akan kesalahannya.
Salah satunya adalah Adi, pemilik sebuah kafe di Bojong Koneng.

Adi memilih kooperatif terhadap Sentul City yang mengiriminya somasi karena dia membangun kafe di atas HGB milik Sentul City.

Sama seperti Rocky Gerung, Adi juga memegang surat oper alih garap. Sebelumnya Rocky Gerung juga mengaku bahwa ia memegang surat garap.

Adi mengaku sadar bahwa Sentul City lah pemilik sebenarnya lahan tersebut karena memegang HGB yang sah dan sudah diakui pihak BPN yang mengecek tanahnya.

Dia mengaku mengoper alih surat garap pada tahun 2020.

Belakangan baru ia ketahui bahwa ternyata di atas tanah garapannya sudah ada HGB Sentul City.

Adi pun merugi sebesar Rp600 juta.
Adi menceritakan bahwa kisah itu bermula ketika ia mencari lahan di Bojong Koneng pada tahun 2020. Dia berencana membangun bisnis kafe di situ.

Adi kemudian mendapatkan tanah di pinggir jalan seluas 300 meter.
Posisi tanah itu sangat indah untuk dibangun kafe.

Dari bali semak-semak ia dapat melihat pemandangan Kota Bogor yang memukau.

Adi kemudian tertarik untuk membeli tanah tersebut. Dia lalu menelepon seseorang dari plang yang dipasang di atas tanah tersebut.

Dia kemudian bertemu dengan seorang anak muda yang menjadi penghubung dengan yang mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut.

Melalui anak muda ini Adi bertemu dengan seorang bapak berinisial B, seorang warga Bogor.

“Saya beli tanah itu dari B Rp 320 Juta. Kata dia tanah itu bukan milik Sentul City. Kalau ada apa-apa hubungi B saja,” kata Adi ketika dihubungi Tribunnewsdepok.com, Jumat (17/9/2021).

Sebelum terjadi transaksi pembayaran, Adi sempat mengecek status tanah tersebut, informasi yang didapat tanah itu belum terlihat ada sertifikat di atasnya.

Merasa status tanah sudah aman, transaksi lekas diselesaikan.
Ia membayar total Rp600 juta untuk tanah seluas 300 meter itu.

Kafe miliknya pun segera dibangun di atas lahan tersebut.

Ketika mulai bangun pondasi, surat somasi sebenarnya sepat datang dari pihak Sentul City.

Namun, entah bagaimana dia tidak menerima surat itu.

Adi baru tahu surat somasi tidak disampaikan karena menerima somasi yang kedua dari Sentul City di kemudian hari.

Sekitar bulan Januari 2021, Adi ingin memperluas tanahnya. Ia ingin membeli sebagian tanah di sebelahnya.

Untuk meyakinkan dirinya tanah itu legal, dia meminta bantuan pegawai BPN Kabupaten Bogor.

“Setelah di cek ternyata bukan cuma tanah sebelah, tanah kafe saya pun ternyata punya Sentul City ada SHGB nomor 2214 yang sudah terbit," ujar Adi.

Adi mengaku lekas gemetaran begitu tahu hal tersebut.

Ia lekas yakin bahwa uangnya sebesar Rp600 juta telah melayang.

Namun, Adi tidak bisa berbuat banyak.

"Mana bisa surat garap melawan HGB," ujar Adi.

Adi lalu berusaha menghubungi Sentul City untuk mengajak musyawarah.

Namun, sulit sekali katena banyak pihak yang menghalang-halangi.

“Mau ketemu susah. Ada saja halangannya. Saya seperti nggak boleh ketemu dengan Sentul City,” keluhnya.

Sampai akhirnya datang somasi kedua yang dia terima dua bulan yang lalu, sekitar Juli 2021.

Dia pun mengambil kesempatan itu untuk bertemu dengan Sentul City yang diwakili Budi, Kepala Divisi Legal Sentul City.

Adi mengaku tidak datang untuk melawan. Dia ingin mengonfirmasi kondisi tersebut.

Adi megatakan dirinya juga akan marah jika tanahnya di ambil. Apalagi Adi juga pengusaha properti yang paham lika liku pertanahan.

Dialog cair terjadi antara Budi dengan Adi memunculkan dua opsi dari Sentul City selain pengakuan Adi secara legal atas lahan Sentul City.

Adi lalu dimungkinkan bekerjasama dengan Sentul City dengan pola bagi hasil atau sewa pakai lahan.

“Saya pilih sewa pakai lahan,” ujar Adi.

Adi mengaku lega karena kafenya tetap bisa beroperasi.

Bahkan, dia kini memberikan saran kepada pemilik Café lainnya di sekitar bojong koneng yang tanahnya milik Sentul untuk ikut kerja sama dengan Sentul City.

"Sebaiknya kita menerima fakta legal bahwa ini tanah Sentul City, saya sudah ngecek kok sertifikatnya itu , nomor berapa, saya tau semua itu punya Sentul City dan absah. Bagusnya kita datanglah kesana baik-baik cari solusi,” tutur Adi.

Adi bisa memastikan 99 persen akan kalah di pengadilan kalau pembeli tanah garapan melayangkan gugatan hukum kepada Sentul City

“Kita akan kalah karena saya adalah pengembang saya tahu betul kasus-kasus seperti ini,” ungkapnya.

Adi bersyukur mencapai kesepakatan dengan Sentul City. Café nya tetap bisa berjalan dan pegawainya bisa tetap bekerja. 

Adi menuturkan bahwa 95 persen pegawainya yang berjumlah 18 orang adalah warga asli Desa Bojong Koneng. Dengan kerjasama ini maka karyawan masih tetap bisa bekerja di kafenya.

“Saya bersyukur di masa pandemi ini masih bisa usaha kopi dan menpekerjakan warga asli di sini. Tentu akan membantu pengembangan ekonomi di Bojong koneng. Warga Bojong koneng tenang tenang saja, gak ada kehebohan seperti yang di media. Kami justru bersyukur dengan keadaan yang tenang begini gak ada keributan,” ujar Adi. (Tribun Sumsel)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »