Ironis, Perempuan Lebih Berdaya di Masa Pandemi, Tapi Paling Sedikit Dapat Bantuan Pemerintah

BENTENGSUMBAR.COM - Perempuan sesungguhnya memiliki potensi yang sama untuk mengembangkan diri. Mereka mempunyai kemampuan dan ketahanan yang kuat. Namun, budaya patriarki juga mindset para perempuan sendiri kerap menjadi hambatan.

Bahkan, laporan terbaru Forum Ekonomi Dunia (WEF) memperkirakan bahwa kesetaraan gender secara global baru bisa tercapai dalam waktu 136 tahun kedepan. 

Dalam laporan berjudul Global Gender Gap Report 2021, estimasi waktu tersebut meningkat 36 tahun dibanding perkiraan tahun lalu, yakni satu abad atau 100 tahun. Laporan ini mengukur empat faktor, yaitu partisipasi dan kesempatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan politik.

Berdasarkan data WEF, kesenjangan di sisi pemberdayaan politik telah melebar cukup besar tahun ini bila dibandingkan dengan laporan tahun 2020 lalu. Di sisi lain, partisipasi ekonomi mengalami sedikit perbaikan. 

Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi berharap laporan yang telah disusun itu bisa menjadi panggilan bagi para pembuat kebijakan agar membuat kesetaraan gender sebagai tujuan utama dari kebijakan serta praktik yang mendukung proses pemulihan pasca pandemi, demi kepentingan ekonomi dan masyarakat global.

Terlebih lagi, WEF memperkirakan bahwa kesetaraan gender di bidang ekonomi baru bisa tercapai dalam waktu 268 tahun. Sayangnya, perkiraan ini belum mengukur dampak pandemi secara komprehensif yang bisa jadi membuat situasi lebih buruk.

Kemajuan untuk menciptakan kesetaraan gender, kata Zahidi, terhenti di beberapa ekonomi dan industri besar, lantaran sebagian perempuan lebih banyak bekerja di sektor-sektor yang terdampak pandemi lebih besar. Apalagi, menurutnya perempuan juga mengalami tekanan untuk melakukan pekerjaan rumah.

Meski ada pertumbuhan proporsi perempuan yang berada di lingkungan profesional, WEF menilai kesenjangan pendapatan dan jumlah perempuan di tataran manajerial masih menjadi masalah. 

Lebih banyak perempuan kehilangan pekerjaan di posisi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki selama masa pandemi. Tak hanya itu, umumnya perempuan lebih lambat mendapatkan pekerjaan kembali dibandingkan laki-laki apabila perekonomian kembali pulih. 

Ketika sekolah dan fasilitas lain tutup, perempuan memiliki peran lebih besar untuk merawat anak, melakukan pekerjaan rumah, hingga merawat orang tua mereka. Hal itu dinilai meningkatkan stres sekaligus mengurangi produktivitas perempuan.

Di sisi lain, Covid-19 juga mempercepat adopsi otomasi serta digitalisasi. Perempuan kian tertekan kerena sebagian besar dari pekerjaan mereka mulai terdisrupsi oleh komputasi awan juga kecerdasan buatan. 

Perempuan, kata Zahidi, tidak cukup memiliki representasi dalam peran-peran yang saat ini berkembang sangat pesat. Artinya, lanjut dua, kaum Hawa memiliki masalah yang lebih besar dalam hal representasi gender seiring kebangkitan dari pandemi.

Perempuan di sektor UMKM

Di sektor usaha mikro, perempuan mendominasi dengan mengelola usaha-usaha rumahan. Semakin besar skala usahanya, maka semakin sedikit jumlah perempuan yang memiliki usaha tersebut. Hal ini membuat perempuan kesulitan mengakses permodalan untuk mengembangkan bisnis.

Terlebih lagi, kondisi pandemi turut mempengaruhi usaha kecil mereka dengan cukup signifikan. Kondisi ini terjadi, menurut Rima Prama Artha, UNDP Indonesia Country Economist, karena perempuan tidak menjadikan bisnis mereka sebagai yang utama, dan hanya pekerjaan sampingan sambil mengerjakan pekerjaan rumah.

Jadi, lanjut Rima, motivasinya untuk mengembangkan usahanya tidak besar, motivasi untuk menjadikan bisnis lebih besar itu sulit. Di sisi lain, Perempuan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) disebut lebih memiliki daya tahan dalam mempertahankan usaha mereka di masa pandemi. 

Namun sayangnya, justru mereka yang paling sedikit mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain juga akses permodalan yang minim untuk usaha mikro yang didominasi perempuan.

Berdasarkan Survei UNDP Indonesia, ada tiga dampak keuangan utama yang di yang dirasakan oleh para UMKM, yakni, kesulitan membayar utang, membayar biaya tetap seperti sewa tempat, dan kesulitan pembayaran gaji karyawan.

Rima menyebutkan perempuan lebih berdaya tahan karena mereka berhati-hati dalam pembayaran utang, serta lebih banyak menciptakan strategi pemasaran dan penjualan.

Hasil survei menyebutkan, perempuan pelaku usaha lebih mungkin untuk menyiapkan strategi penjualan dan pemasaran (85,1%) dibandingkan dengan laki-laki pelaku usaha (79,7%).

Rima juga berujar bahwa perempuan pengusaha lebih berdaya tahan dalam mengelola bisnis, tetapi justru lebih mungkin dirumahkan.

Survei pada Agustus 2020 tersebut dilakukan kepada 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Sebanyak 60% berasal dari Jawa dan 40% berada di luar Jawa. 

(Anne Suksma – Perempuan Indonesia Satu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »