Puan Maharani Dukung Pendidikan Kesetaraan Anak Sedari Dini

BENTENGSUMBAR.COM - Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani mendukung adanya pendidikan kesetaraan bagi anak dilakukan sedari dini. Dirinya mengungkapkan pentingnya memperjuangkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga. Puan merasa hal ini adalah poin penting dalam menciptakan keharmonisan keluarga.

“Keluarga adalah unsur terkecil yang membangun sebuah bangsa. Semakin banyak keluarga Indonesia yang sejahtera, tentu semakin maju bangsa ini. Dari keluarga-keluarga ini akan lahir generasi penerus bangsa yang unggul,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 September 2021.

Puan memaparkan pentingnya kesetaraan ini karena sejauh ini perempuan dan anak perempuan memang menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi. Namun begitu, pada dasarnya ketidaksetaraan gender merugikan semua orang.

Indonesia sendiri masih tertinggal untuk urusan kesetaraan gender. Indeks kesetaraan gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 103 dari 162 negara, atau terendah ketiga se-ASEAN. Tak hanya itu, Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Indonesia per 2018 berada di angka 90,99. Kemudian, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) berada pada angka 72,1. Ini berarti jalan menuju kesetaraan gender di Indonesia masih panjang.

“Kesetaraan ini juga sangat penting dalam memberikan pendidikan untuk anak-anak, baik itu laki-laki atau perempuan. Semua sama dan harus saling menghargai. Pasangan suami dan istri dalam sebuah keluarga harus memiliki pola asuh anak yang mampu membentuk mereka menjadi pribadi yang jauh dari sikap diskriminatif. Harapannya, akan tumbuh generasi baru yang memegang nilai-nilai kesetaraan gender,” kata Puan.

Dia mengatakan bahwa prinsip dasar dalam kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki dimulai dari keluarga. Hal ini dipraktikkan dengan berbagai upaya pembagian peran dan tugas antar seluruh anggota keluarga.

Pasalnya, selama ini peran perempuan dan laki-laki terlalu terkotak-kotak. Padahal, sebenarnya gender di sini bukan dilihat  dari segi anatomi biologis. Lebih dari itu, laki-laki dan perempuan seharusnya dilihat dari sudut pandang yang sama baik secara peran, perilaku maupun dalam konstruksi sosial.

Perlu diketahui, diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi di semua aspek kehidupan, di seluruh dunia. “Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini, tapi pada kenyataannya perempuan belum bisa menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial, dan ekonomi,” ucap Puan.

“Suami dan istri harus berbagi peran dan tugas yang seimbang dalam keluarga. Anak-anak ini seharusnya melihat bahwa peran kedua orang tua mereka sama yaitu sebagai orang tua, yang mendidik, menyayangi, dan mengurus rumah tangga bersama-sama,” kata alumni FISIP Universitas Indonesia ini.

Menurut Puan, pengasuhan anak tidak boleh dibebankan kepada satu pihak saja, yang dalam hal ini sering dibebankan kepada perempuan. Selain itu, seorang perempuan juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan karier di luar rumah sama seperti laki-laki.

Begitupun untuk kehidupan di rumah. Pembagian tugas harus dilakukan secara adil dan disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu suami dan istri. Dengan melihat keadilan atau kesetaraan ini, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang tidak mudah mendiskriminasi dan terdiskriminasi oleh orang lain.

Pembagian tugas yang adil dalam rumah tangga untuk jangka waktu lama turut berpotensi terhadap perubahan besar dalam norma-norma gender, baik itu di rumah maupun di tempat kerja.

“Suami dan istri ini seperti mitra yang berjalan bersama dalam mengelola manajemen keuangan, manajemen waktu, pekerjaan, dan manajemen rumah secara terbuka dan transparan,” tutur Politikus PDI Perjuangan ini.

Selain itu yang terpenting kata Puan, suami dan istri tidak boleh melakukan marginalisasi atau subordinasi terhadap satu sama lain. Dalam membangun keluarga, lanjut dia, diperlukan kerja sama yang solid antara perempuan dan laki-laki.

“Jangan ada labelisasi atau stereotype, baik suami atau istri. Jangan melakukan kekerasan baik kepada suami atau istri atau anak, juga jangan mengeksploitasi beban kerja terlalu berat baik kepada suami atau istri. Ini penting agar tercipta keluarga yang harmonis,” ucap mantan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »