Sengketa Tanah Sentul City, Refly Harun: Aneh Bin Ajaib Polisi Larang Aktivis Temui Ridwan Kamil

BENTENGSUMBAR.COM - Refly Harun mengomentari pernyataan seorang Kapolsek yang mewajibkan para aktivis yang akan menemui Ridwan Kamil pada Jumat 17 September 2021 untuk melapor terlebih dahulu.

Ketua aktivis ProDem, Iwan Sumule yang datang ke Gedung Sate, Bandung untuk beraudiensi dengan Ridwan Kamil setelah berkirim surat, dihalang-halangi polisi.

Melalui akun Youtube Refly Harun pada 18 September 2021 berjudul 'Live! Polisi Larang Aktivis Temui Ridwan Kamil Soal Sentul City! Kok Bisa?' Refly memberikan komentarnya.

Dalam komentar tersebut Refly mempertanyakan alasannya polisi melarang para aktivis menemui Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan diwajibkan melapor ke Kapolsek setempat terlebih dahulu.

"Ada orang mau menemui Gubernur tiba-tiba harus izin Kapolsek, sangat aneh," ungkapnya.

"Kok tiba-tiba polisi menghalangi aktivis menemui Ridwan Kamil. Kecuali jika mereka membuat keributan. Demo aja gak perlu lapor polisi hanya pemberitahuan. Kok dihalang-halangi," tambah Refly Harun.

Refly menyebut hal ini sebagai sesuatu yang lucu dan aneh. Seolah-olah kasus Sentul adalah kasus kekuasaan Jakarta melawan Rocky Gerung.

"Seharusnya kasus ini difasilitasi Gubernur Jawa Barat," protes Refly Harun.

Refly kembali mempertanyakan adanya conclic of interest atau personal of interes dalam kasus ini.

"Ini harus diaudit, kenapa Kapolsek ngomong seperti ini. Apakah ada conflic of interest atau personal interest. Karena gak wajar omongan begini," lanjut Refly Harun.

Para aktivis ini akan beraudiensi dengan Gubernur dan gak ada hubungannya dengan polisi.

"Kalau pun mau menghadang, Satpol PP harusnya. Karena Satpol PP yang merupakan aparatnya daerah. Dan lagian mereka tidak membuat kerusuhan," tambah Refli Harun.

Dalam unggahan tersebut Refly juga menyatakan bahwa konflik agraria seperti yang dialami Rocky Gerung dan Masyarakat di Sentul, rata-rata tidak bisa diselesaikan oleh penguasa. Kenapa?

Penguasaan tanah beribu-ribu hektar bahkan berpuluh-puluh ribu hektar oleh pengusaha rasanya tidak mungkin kalau tidak melibatkan penguasa.

"Rasanya tidak ada yang namanya makan siang gratis," ujar Refly Harun.

Diberikan haknya begitu saja tanpa pemberian sesuatu. Karena banyak kasus bahkan ada menteri yang terlibat.

Karena ini tidak gratis, maka ketika terjadi konflik, penguasa tidak bisa berbuat apa-apa.

Secara etik penguasa harus membela rakyat, di sisi lain para penguasa telah 'memakan uang' dari hasil pengusaha tersebut.

"Maka sulit baginya untuk bertindak objektif dan independen. Maka kecenderungannya adalah membiarkan atau menggunakan kekuasaan atau preman-preman untuk menggusur rakyat," katanya.

Sementara pengusaha tidak mau lagi mengeluarkan ganti rugi, karena mereka merasa sudah 'menyelesaikan' administrasi.

Apalagi kalau pengusaha-pengusaha tersebut sebagai cukong pilkada, maka lebih bisa dipastikan lagi konflik agraria tidak akan pernah bisa diselesaikan.

"Seperti kata Rizal Ramli buanglah threshold dalam Pilkada dan Pilpres sehingga tidak dimanfaatkan oleh cukong-cukong," pesannya.

Threshold memunculkan kemudaratan daripada manfaatnya dan hanya memunculkan demokrasi kriminal, demokrasi yang kepala daerahnya terbelenggu pengusaha dan cukong-cukongnya lantaran mereka utang jasa selama prosesi Pilkada. (Seputartangsel)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »