Ngeri! Modus Perusahaan Pinjol Makin Ganas, Masyarakat Wajib Asah Literasi Digital

BENTENGSUMBAR.COM - Pinjaman online (pinjol) telah memakan banyak korban. Yang meresahkan, pinjol terindikasi memiliki akses data pribadi nasabah maupun calon nasabah. Data ini pun menjadi modal mereka untuk beraksi dan menarget calon mangsanya.

Terlebih lagi, kini pinjo ilegal juga masih bebas bergerak. Modusnya pun bermacam-macam. Banyak kasus, target pinjol tersebut tiba-tiba mendapat kiriman sejumlah dana dari pihak tak dikenal, tanpa permintaan sebelumnya. Bahkan, mereka ini tak pernah mengajukan pinjaman sebelumnya.

Setelah itu, pihak pinjol ilegal tersebut akan menagih pinjaman dengan bunga berlipat ganda dan memaksa korban untuk segera membayar. Hal ini pun diyakini sebagai modus baru pinjol ilegal untuk menjerat korban mereka.

Pasalnya, banyak laporan dari korban yang mengaku tidak pernah mengajukan pinjaman, namun menerima sejumlah uang. Tak selang berapa lama kemudian, para korban pun mendapat tagihan.

Pencurian data pelanggan

Kejadian tersebut pun memunculkan dugaan bahwa data-data pribadi korban telah dicuri atau disalahgunakan oknum tidak bertanggung jawab untuk mengajukan pinjaman. Apalagi sempat terungkap insiden penjualan data e-KTP di Facebook, Maret 2021 lalu.

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pengaduan terkait penyalahgunaan data pribadi merupakan salah satu perkara yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung. Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, belakangan banyak laporan pengaduan masuk berkaitan dengan pinjaman online.

“Setelah ditelusuri, mayoritas penyalahgunaan data pribadi milik konsumen datang dari pinjaman online ilegal yaitu 70% meskipun ada juga dari fintech (financial technology) legal,” kata Tulus Abadi.

Sementara itu, penyalahgunaan data pribadi yang paling sering dilakukan antara lain nomor telepon, foto, video, dan berbagai hal yang tersimpan di ponsel konsumen. Data ini dapat disadap oleh pihak fintech yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa keuangan (OJK), lanjut Tulus, fintech sebenarnya memang diizinkan untuk mengambil data konsumen, tetapi hanya beberapa item saja. 

“Namun faktanya yang terjadi adalah semua data di handphone peminjam disadap dan disalahgunakan," pungkas dia.

Hal tersebut dapat dilihat dari pola penagihan pinjol. Dalam banyak kasus yang sering terjadi, ketika peminjam menunggak pembayaran, perusahaan pinjol itu akan menghubungi sejumlah nomor kontak yang ada di ponsel konsumen. 

Pinjol itu akan meneror sejumlah kontak yang terkait dengan korban. Padahal perusahaan seharusnya tidak boleh menggunakan data pribadi pelanggan atau konsumen seenaknya tanpa kesepakatan di muka.

Berantas pinjol

Pihak Polri kini tengah melakukan pemberantasan terhadap praktik-praktik Pinjol ilegal, yang merugikan masyarakat. Hal ini pun tak pelak mendapat apresiasi dari sejumlah pihak, termasuk Ketua DPR RI Puan Maharani.

Bahkan, Puan meminta penegak hukum menindak tegas pelaku Pinjol ilegal dengan menumpas hingga ke akar-akarnya. Menurutnya, Polri tak boleh berhenti sampai operator atau pekerjanya, tetapi sampai ke pemilik dan jajarannya.

“Kalau hanya sampai operator, tidak akan ada efek jera untuk para pemilik, dan bukan tidak mungkin mereka akan kembali membuka pinjol ilegal dengan merekrut pekerja baru,” kata eks Menko PMK itu.

Di sisi lain, Puan juga mengatakan DPR kembali mengajak pemerintah untuk menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) demi mencegah penyalahgunaan data pribadi warga dan menghukum pelakunya lebih berat lagi.

Sebab, Puan mengatakan selama ini pelaku pinjol ilegal hanya dijerat dengan KUHP, UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen. Dia berharap dengan adanya UUD PDP, pelaku pinjol ilegal yang menyalahgunakan data pribadi warga dapat diganjar hukuman yang semakin berlipat.

Meski demikian, Puan tetap mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Kominfo dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghentikan sementara izin pinjol baru untuk meminimalisir penyalahgunaan lewat layanan aplikasi digital itu.

Rendahnya literasi digital

Penyalahgunaan data pengguna saat ini telah nyata mampu merugikan konsumen. Sayangnya, mayoritas masyarakat Indonesia saat ini belum memiliki literasi digital yang cukup untuk melindungi diri mereka.

Oleh karena itu, Puan Maharani juga mendorong pemerintah untuk terus menggencarkan literasi digital dan literasi keuangan ke masyarakat. Hal ini penting dalam rangka mencegah lebih banyak korban yang jeratan utang dari praktik pinjol, baik yang ilegal maupun legal (terdaftar di OJK).

“Kalau pencegahan dan penindakan bisa berjalan bersamaan, masyarakat akan semakin terlindungi dari jeratan lintah darat digital ini,” ujar Puan.

Menurut Lukito Edi Nugroho, Pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM), masyarakat juga perlu mewaspadai pencurian data pribadi, salah satunya yang kerap dilakukan oleh perusahaan pinjol.

“Aplikasi-aplikasi pinjol, terutama yang ilegal kan bisa melakukan apa pun tanpa sepengetahuan kita. Hal itu yang membahayakan karena kita tidak tahu apa yang dilakukan aplikasi tersebut,” ucap Lukito.

Dia pun menyebut tiga tip penting agar terhindar dari pencurian data oleh Pinjol, yakni mengabaikan pesan yang mencurigakan dari sumber tak jelas, memahami dengan menyeluruh syarat dan ketentuan aplikasi pinjol sebelum bertransaksi, serta selalu berhati-hati ketika melakukan transaksi elektronik.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »