Patut Jadi Contoh, Perjuangan Melawan Diskriminasi Gender Tak Kenal Kata “Pensiun”

BENTENGSUMBAR.COM - Bagi Nyimas Aliah, usia bukan halangan untuk berjuang membela hak-hak sesama kaumnya. Perempuan berusia 60 tahun ini justru memilih bergabung bersama Srikandi Tenaga Pembangunan (TP) Sriwijaya setelah masa baktinya di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak usai.

“Memasuki usia lanjut para ahli geriatri mengatakan otak kita tidak boleh berhenti berpikir karena kalau berhenti berpikir itu ibarat engsel pintu yang tidak pernah dibuka jadi akan berkarat. Nah kalau otak kita sudah enggak dipakai mikir, sudah berkarat, kita mudah sekali menjadi pikun. Jadi kita tidak boleh maklum dengan pikun,” kata Nyimas dalam wawancara hari Selasa (20/10/2021).

Sebelum bergabung dengan Srikandi TP Sriwijaya, sekitar 6 bulan sebelum masa pensiun, dia memang berencana mendirikan organisasi sosial kemasyarakatan. Bak gayung bersambut, tepat dua bulan sebelum pensiun, dia ditawari bergabung sebagai wakil sekretaris jenderal.

“Saya pikir enggak apa-apa saya di bidang saja yang fokus kepada isu perempuan dan anak, karena isu ini harus terus diperjuangkan untuk diadvokasikan,” ujar perempuan kelahiran Bengkulu, Sumatera ini.

Menurutnya, penanganan persoalan gender di Tanah Air sudah cukup membanggakan. Meski demikian, dia menekankan untuk tidak berhenti dan sebaliknya  terus memperjuangkan sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender.

Memberdayakan perempuan

Nyimas menerangkan, Srikandi TP Sriwijaya bertujuan untuk berperan aktif dalam memberdayakan perempuan dan melindungi anak demi Indonesia yang maju. Namun dia menyadari dalam menjalankan misi perdamaian ini, pihaknya sangat rentan dengan konflik.

“Strateginya adalah Srikandi pegiat perdamaian, karena kita itu sangat rentan sekali dengan konflik ya mulai dari konflik internal jangankan di organisasi mungkin di dalam diri kita sendiri kita sudah punya konflik-konflik,” ucap perempuan lulusan Sarjana Ekonomi dan Magister Ilmu Komunikasi ini.

Strategi tersebut pun, lanjut Nyimas, menjadi barometer bagi dirinya sendiri untuk selalu mengedepankan perdamaian di rumah, lingkungan, bahkan organisasi. “Semua persoalan itu kami bisa selesaikan dengan damai tidak perlu dipertentangkan kalau bisa diperkecil, jangan diperbesar,” pungkasnya.

Nyimas juga menyebut organisasinya ini bisa menjadi garda terdepan dalam mencegah konflik, terutama jelang Pemilu 2024. Menurutnya, momen ini sangat rawan konflik.

“Artinya kami berada di sini untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika. Di mana ini juga menjadi ancaman ya kalau Bhinneka Tunggal Ika sekarang menjadi ancaman perbedaan-perbedaan, apalagi kalau sudah dikemas dengan agama,” ujarnya.

Dia pun menjelaskan peran perempuan Srikandi adalah sebagai perekat dengan menyatukan perbedaan suku, budaya, agama menjadi satu kesatuan di bawah Bhinneka Tunggal Ika.

“Saya juga nanti berharap Srikandi itu tampil percaya diri ketika ada terjadi konflik-konflik berani bersuara, berani bicara dan berani untuk terutama melindungi perempuan dan anak,” kata Nyimas.

Saat ini, Srikandi TP Sriwijaya sedang menangani kasus-kasus terkait perempuan. Salah satunya seorang perempuan yang mengalami kekerasan di Sumatera Utara. Pihaknya pun fokus untuk mendorong dan mengadvokasikan.

“Dia korban malah menjadi korban lagi ya di-remfimitasi. Nah ini juga menjadi fokus perhatian kami bagaimana kami bisa menyuarakan, paling tidak mendorong, mengavokasi kepala daerah, misalnya,” ujar Nyimas.

Diskriminasi gender

Nyimas pun mengakui bahwa budaya patriarki menjadi akar permasalahan diskriminasi gender yang terjadi di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dia menyebut hal ini berdasarkan kajian riset para ahli gender.

“Budaya patriarki itu masih terjadi di mana dominasi laki-laki lebih kuat dibanding perempuan. Jadi sumber daya atau semua itu lebih banyak dikuasai oleh laki-laki, karena perempuan kadang gamang memasuki, apalagi ranah-ranah maskulinitas,” papar Nyimas.

Dia pun menyebutkan contoh pelecehan terhadap perempuan di ruang yang masih terjadi di masyarakat. “Di awal-awal kita sudah disuit-suit, disiul-siul itu sebetulnya sudah masuk pelecehan,” lanjutnya.

Komentar yang tak selalu positif dari lingkungan sekitar kerap menjadi hambatan bagi perempuan. Oleh karenanya, Nyimas menekankan pentingnya perempuan untuk tetap kuat menghadapi situasi-situasi semacam itu. “Kita sebut sebagai perempuan-perempuan tangguh,” katanya.

Saat ini, Nyimas melihat masalah perlindungan perempuan dan anak belum menjadi fokus. Oleh karena itu dia berharap Srikandi TP Sriwijaya bisa menjadi contoh bagi organisasi lainnya.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »