Anak Muda Jadi Target Kelompok Radikal, Pendidikan Kebhinekaan Semakin Penting

BENTENGSUMBAR.COM - Baru-baru ini publik dikejutkan dengan tertangkapnya terduga terorisme di tubuh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini membuktikan bahwa paham radikalisme bisa menyerang siapa saja dan dapat menyusup tanpa terdeteksi.

Yang meresahkan, generasi muda lebih mudah terpapar paham ini. Lebih jauh, sikap intoleran mulai terdeteksi di bangku-bangku sekolah dasar. 

Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menemukan permasalahan intoleransi kebhinekaan di lingkungan sekolah. Riset ini menemukan setidaknya tiga permasalahan pendidikan kebhinekaan di sekolah

“Tiga hal itu mencakup kebijakan pemerintah dan sekolah, sikap dan perilaku warga sekolah, serta keterbatasan sumber daya," ujar Nur Berlian Venus Ali Peneliti Puslitjakdikbud Kemendikbud.

Dia menyebut pihak sekolah juga terlalu menekankan kemampuan kognitif. Sebagian pemerintah daerah kurang memiliki inisiatif dalam program kebhinekaan di sekolah.

Nur Berlian pun menjelaskan bahwa tidak semua sekolah memberikan pelayanan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut siswa. Banyak dari siswa yang masih sulit berbaur dengan mereka yang berbeda suku, agama, dan etnis. 

“Sikap dan perilaku warga sekolah terbentuk dari pendidikan sebelumnya atau lingkungan yang kurang mendukung pembauran," ucapnya lagi.

Pendidikan kebhinekaan bertujuan dalam mengarahkan warga sekolah untuk membentuk dan mengembangkan suasana sekolah pada sikap dan perilaku saling menghormati dan menghargai kemajemukan. 

Implementasi pendidikan kebhinekaan di sekolah masih dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan kebijakan sekolah dan sikap warga.

"Praktik baik melalui peran kepala sekolah dan guru, banyak yang sudah terlaksana. Namun, memang perlu memperbanyak kegiatan yang mendukung pembauran lintas budaya dan agama seperti perkemahan kerukunan antar umat beragama serta perlu program afirmasi dari berbagai etnis dan agama," paparnya.

Generasi muda rentan terpapar

Dalam kolom berjudul “Generasi Muda Berperan Penting Menangkal Radikalisme”, Zainudin Zidan, kontributor Pertiwi Institute, menjelaskan arti dari radikalisme.

Dia mengatakan radikalisme adalah doktrin atau praktik yang diterapkan oleh penganut paham radikal atau paham ekstrem. Selain itu, radikalisme juga bisa diartikan sebagai gerakan yang berusaha mengubah total tatanan sosial yang ada di masyarakat.

Yang mengkhawatirkan, Zainudin menyebut kelompok radikal lebih menyasar anak muda. Mereka melihat celah ketika anak muda dengan jiwa mudanya merasa resah dengan keadaan di sekitarnya.

Para kelompok radikal tersebut kemudian datang dengan menawarkan solusi dengan membawa ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Apalagi, lanjut dia, anak muda yang sedang memasuki fase pencarian jati diri lebih mudah “tenggelam” dalam narasi yang berujung pada doktrin radikal.

“Seperti menganggap Pancasila itu thagut, mengajak untuk membenci demokrasi dan yang paling parah merekrut generasi muda untuk ikut berperang dengan alasan jihad atas nama agama,” tulis Zainudin.

Dia juga mengatakan, paham radikal bisa disebarkan dengan cara memengaruhi pemikiran orang lain. Ini semakin efektif apabila orang tersebut berpikiran sempit dan mudah percaya kepada pihak yang dianggap membawa perubahan ke dalam hidupnya.

“Padahal pihak tersebut menyebarkan suatu paham yang bertentangan dengan ideologi negaranya,” kata dia.

Selain itu, faktor psikologis juga berdampak pada rentannya anak muda terpapar paham radikal. Sikap untuk menjadi radikalis terkadang tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang yang memiliki berbagai permasalahan, rasa benci, serta dendam.

“Kita juga harus waspada, karena radikalisme dapat muncul di berbagai tempat, termasuk sarana pendidikan. Ideologi radikalisme bisa dengan mudah disisipkan dalam pengajaran,” ujar Zainudin.

Pendidikan kebhinekaan 

Dikutip dari tulisannya, Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Putranto pernah mengatakan, generasi muda cenderung kurang waspada terhadap isi informasi yang menyebar di media sosial.

Oleh karena itu, Zainudin menekankan pentingnya generasi muda untuk memiliki “tameng” terhadap radikalisme. Peran penting tersebut, lanjutnya, salah satunya dengan menyebarkan narasi kedamaian dan kebhinekaan Indonesia di berbagai platform media sosial.

Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengungkapkan pemerintah harus merangkul anak-anak muda secara maksimal dalam upaya melawan paham dan aksi radikal.

Apabila seluruh generasi muda dapat memahami dan memaknai semangat dan nilai-nilai keberagaman dan persatuan, ia meyakini, kelompok radikal tidak akan bisa bergerak bebas.

Melalui keterangan resminya Benny berujar, dalam melawan intoleransi dan radikalisme, kaum muda adalah pemutus rantai. Tanpa didukung pemuda, mereka tidak akan bisa berjalan.

Di era yang serba digital seperti sekarang, generasi muda tentu memegang peranan penting. Mereka merupakan kaum yang sangat mengerti teknologi. Jika hal tersebut dimanfaatkan oleh kelompok radikal tentu saja akan sangat berbahaya.

Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki program yang dapat memaksimalkan peran anak-anak muda di dalam kehidupan bermasyarakat.

Penguatan nilai-nilai kebangsaan haruslah ditanamkan baik di lingkungan sekolah maupun universitas. Jangan sampai lembaga pendidikan yang melahirkan insan intelektual lantas dicekoki dengan paham radikal yang dapat merongrong kebhinekaan.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »