Katanya Perempuan Tak Perlu Kuliah, Pas Kuliah Malah Dilecehkan! Kejamnya Dunia

BENTENGSUMBAR.COM - Perempuan memiliki peran yang tak terbantahkan dalam pendidikan anak-anak. Hampir semua orang setuju bahwa seorang ibu merupakan pendidik pertama anak mereka. Permasalahannya, hampir semua orang juga setuju bahwa perempuan tak memerlukan pendidikan tinggi. Tugas mereka cukup mengurus anak dan rumah.

Padahal, untuk mendidik anak dengan sebaik-baiknya, perempuan memerlukan pendidikan yang cukup. Pasalnya, mendidik anak tak hanya soal menyusui, memandikan, atau meninabobokan.

Mendidik anak juga termasuk dalam membangun karakter yang kuat, menanamkan nilai-nilai moral yang benar, dan prinsip yang lurus. Tanpa ini semua, seorang anak akan tumbuh tanpa tujuan dan kemampuan untuk membangun bangsa.

Proklamator kita, Mohammad Hatta pernah mengatakan bahwa, “Jika mendidik seorang perempuan, maka kamu akan mendidik satu generasi”. Pernyataannya ini tak berlebihan, mengingat betapa penting tugas generasi bangsa untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan ini.

Tak hanya itu, Ketua DPR RI Puan Maharani juga pernah berujar bahwa perempuan memegang dua peran penting. Pertama, perempuan merupakan agen budaya yang berkontribusi menciptakan sekaligus mempertahankan pelestarian produk kebudayaan yang ada dalam masyarakat.

Kedua, kiprah perempuan dalam keluarga memiliki andil sangat berharga. Yakni selain memupuk nilai-nilai budaya kepada anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. 

“Keluarga merupakan titik awal kehidupan seseorang. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga akan turut membimbing hidup seseorang sepanjang hidupnya. Harapan saya, setiap keluarga di Indonesia menjadi titik awal kecintaan rakyat Indonesia terhadap budaya bangsa,” tegas Puan.

Oleh karena itu, tak berlebihan jika pendidikan tinggi sangat penting bagi kaum perempuan. Saking pentingnya pendidikan, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memproklamirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu hak asasi manusia.

Artinya, setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan hak sama untuk mengenyam pendidikan. Sayangnya, realitanya tidak seperti itu. 

Terdapat 15 juta anak perempuan tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk belajar membaca atau menulis di sekolah dasar dibandingkan dengan sekitar 10 juta anak laki-laki di seluruh dunia menurut data UNESCO.

Di Tanah Air, data Profil Perempuan Indonesia 2020 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI mencatat perempuan usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan di tingkat SMA/sederajat hanya sebesar 32,53%.

Jumlah tersebut membuat perempuan yang melanjutkan ke perguruan tinggi juga semakin rendah. Padahal, mereka yang tak menamatkan SMA di kemudian hari akan mengambil peran dalam membentuk generasi penerus bangsa.

Kekerasan sosial di kampus

Yang semakin menyedihkan, perempuan yang berkesempatan melanjutkan kuliah masih harus menghadapi kekerasan sosial di kampus. Kasus kekerasan seksual yang terjadi baru-baru ini menjadi bukti nyata. Terungkapnya hal ini pun seakan menjadi gunung es yang di dalamnya masih banyak yang tenggelam.

Menanggapi kasus tersebut, belum lama ini sederet artis dan tokoh masyarakat pun mengunggah postingan sebagai bentuk dukungan anti kekerasan sosial yang marak terjadi di lingkungan kampus. Di antaranya ada Cinta Laura Kiehl, Dian Sastrowardoyo, dan Ernest Prakasa.

Mereka  ikut menyemarakan gerakan tersebut dengan tagar Kampus Merdeka KS (Kekerasan Seksual). Maraknya kekerasan seksual yang terjadi, terutama di perguruan tinggi akhirnya membuat Permendikbud ristek No.30 2021 resmi dikeluarkan.

Menurut artis cantik Cinta Laura Kiehl, permen PPKS (Peraturan Menteri Terkait Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual) sangat diperlukan.

“Tidak seharusnya siapapun layak dihina, rendahkan, lecehkan, ataupun diserang secara fisik,” tulis Cinta pada akun Instagramnya @claurakiehl.

“Oleh sebab itu, orang-orang yang “berkuasa” secara sosial, finansial ataupun gender begitu gampangnya lolos dari aksinya yang miris,” tutur Cinta.

Menurutnya, semua harus rata dan setara. Setara dalam bersuara, serta dalam penanganan, setara di mata hukum.

“Jadii tolong jangan bawa-bawa dilema “moral” sebagai senjata anda dalam perdebatan ini jika anda bahkan tidak memiliki rasa kepedulian terhadap fisik, emosional dan mental manusia,” pungkas Cinta.

Sementara itu, Dian Sastrowardoyo mengatakan kekerasan seksual bisa juga terjadi kepada pengajar, pekerja, staf, dan tim pendukung di lingkungan kampus.

“Rasa takut dan tidak nyaman di kampus tidak hanya bagi peserta pendidikan di kampus, tapi juga pengajar, pekerja, staff dan tim pendukung di lingkungan kampus,” Tulis Dian Sastrowardoyo pada instagramnya, @therealdisastr.

Dari semua kekerasan seksual yang sudah terjadi tersebut, menurut Dian Sastro ada begitu banyak kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan dan menyisakan trauma yang amat mendalam bagi korban.

“Berbagai penelitian dan survey sudah menunjukan bahwa begitu banyak kasus kekerasan seksual di kampus yang tidak dilaporkan dan tidak terselesaikan sampai sekarang. Korban dibiarkan menjadi ketakutan, trauma dan bahkan mendapat stigma dari lingkungannya,” tutur Dian.

Cinta Laura Kiehl pun mengutarakan pendapat yang sama, menurutnya akibat banyak kasus kekerasan seksual yang jarang ditangani, membuat korban baik perempuan maupun laki-laki menjadi segan untuk melaporkan/berbicara.

Lain halnya dengan Ernest Prakasa, menurutnya perkembangan zaman yang sudah berubah saat ini menjadi penyebab besar yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual tersebut.

Maka dari itu, dalam unggahannya di Instagram @ernestprakasa ia menyebut, “Zaman terus berubah, kesadaran pentingnya perlindungan terhadap perempuan juga sudah berubah waktunya kita tingkatkan.”

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »