Keadaan Seni Pertunjukan Saluang Dendang Pauh Pada Zaman Sekarang

KALAU berbicara tentang minangkabau budaya adat dan logat yang kental membuat dimana pun orang minangkabau berada pasti akan kelihatan jelas bahwa dia itu orang minangkabau. Dan uniknya mereka ada dibanyak kota diindonesia. Saluang merupakan alat musik tradisional Minangkabau sejenis suling yang terbuat dari bambu atau talang.

Pertunjukan saluang sering ditampilkan pada acar pesta pernikahan tagak gala dan juga beberapa upacara adat di Minangkabau, saluang pauh merupakan alat musik tradisional yang tumbuh dan berkembang di kecematan pauh kota padang instrumen ini memiliki enam buah lubang nada dan merupakan alat musik tiup hal ini tentunya sangat berbeda dengan beberapa salung yang ada di Minangkabau. 

Apabila dilihat secara sekilas maka alat musik ini menyerupai bansi yaitu alat musik Minangkabau yang mempunyai tujuh lubang nada akan tetapi memiliki ukuran yang lebih besar. Dalam sebuah pertunjukan saluang pauh hanya terdiri dari dua pemain yaitu seorang pemain saluang dan seorang pendendang, penyajian pertunjukan saluang pauh berisi tentang cerita atau kaba. 

Kaba yang dilantunkan oleh pendendang pada beberapa bagian dendang akan menimbulkan respon dari penonton, berupa kuaian yaitu sorakan sepontan dari penonton apabila ada suatu hal dalam dendang yang dianggap ganjil atau lucu.

Sehingga interaksi tersebut akan timbul komunikasi antara penonton dan penampil dalam pertunjukan saluang pauh, interaksi-interaksi yang terjadi dalam pertunjukan saluang pauh semakin malam akan semakin meriah sehingga akan tercipta suatu bentuk yang mencerminkan sikap kerja sama sosial di masyrakat. 

Secara keseluruhan irama dendang didalam pertunjukan saluang pauh bersifat sedih atau maratok, pakaian yang digunakan seorang pendendang dan penyaluang adalah pakaian biasa, tukang dendang dan tukang saluang duduk diatas sebuah kasur yang di letakan di panggung bagian depan area pertunjukan. 

Panggung ini merupakan tempat pengantin laki-laki dan perempuan akan bersanding, mereka menghadap kearah penonton tukang pendendang dan tukang saluang duduk berjejeran satu buah bantal besar diletakan diatas kasur sebagai tempat meletakan pengeras suara. 

Kalayak atau penonton pertunjukan dendang pauh kebanyakan laki-laki dari segi umur ada yang berusia muda, dewasa, dan tua. Penonton dewasa dan tua lebih terlibat dengan pertunjukan. Saluang pauah ini dimainkan dari jam sepuluh malah sampai subuh.

Sejarahnya terbentuk dendang dan saluang pauh ini dahulunya nenek moyang dahulunya menanam padi di lereng bukit, bersama dengan istrinya. Setelah padi masak lalu dipanen dan batangnya diambil setelah itu dijadikan pupuik batang padi, setelah itu ditingkatkan juga lalu dibuat bansi.

Lama kelamaan ditingkatkan lagi dengan menggunakan talang atau bambu, diambil talang dibuat saluang dengan membuat enam lubang lalu ditiup, tercengang lah perempuan yang mendengarnya lalu diiringi oleh perempuan itu dendang. Dendang pauh ini dimainkan oleh seseorang dalam keadaan gelisah dipondok akibat miskin, diiringilah dendang oleh perempuan dan laki-laki main saluang.

Karena bagus bunyinya dibawa lah kekampung, setiba dikampung masyrakat disana suka dengan bunyi saluang dan dendang yang dimainkan. Dikembangkan lah setelah itu dibuat adok seperti rabana dinamakan lah itu dendang adok, berbunyi saluang dipukul adok. 

Setelah itu lama kelamaan dipisahkan adok ini dengan saluang dan dibuat menjadi dua yaitu orang yang memainkan saluang dan orang berdendang, adok tinggal baru dijalankan cerita. Dendang yang dimainkan seperti dendang bonjo lubuk sikapiang, silayiang padang panjang, pariaman banduang, tanjuang karang.

Perkembangan zaman pada  saat ini memberikan efek memprihatinkan terhadap kebudayaan Minangkabau semakin lama eksistensi Minangkabau semakin memudar, sangat banyak dari generasi muda yang mulai melupakan budaya mereka sendiri. 

Generasi muda kian tak acuh terhadap kebudayaan Minangkabau seperti kesenian yang ada didalamnya, kebanyakan generasi muda lebih memilih kebudayaan luar untuk dicontoh. Sekarang sudah jarang sekali orang memainkan pupuik dan saluang di pesta pernikahan, kalau pun ada itu adalah orang yang adatnya masih kental. media penyampaian kesenian tersebut sudah terbatas dan banyak orang-orang menampilkan kesenian tersebut di tempat-tempat seperti pertamina, lampu merah dan tempat lainnya.

*Ditulis Oleh: Putri Rahayu Rahman, Mahasiswi Sastra Minangkabau Universitas Andalas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »