Perubahan Sistem Pemerintahan Jepang Pada Era Restorasi Meiji dalam Novel Hanauzumi

BENTENGSUMBAR.COM - Junichi Watanabe adalah seorang penulis Jepang terkenal yang karya karyanya selalu menarik untuk dibaca. Dengan novelnya, Jun’ichi Watanabe berusaha menggoyang kelanggengan wacana tradisi yang sudah mengakar kuat pada pola pikir masyarakat Jepang sebagai imbas dari penerapan sakoku atau Politik Isolasi dalam kurun waktu melebihi tiga ratus lima puluh tahun oleh masa kekuasaan Tokugawa.

Cahyasari, seorang psikolog mengatakan, adanya peralihan kekuasaan menuju era Kekaisaran Meiji dan dihentikannya Politik Isolasi menandakan Jepang dibuka untuk dunia dan arus modernisasi sebagai pengaruh dari Barat mulai masuk ke Jepang. Satu usaha yang dilakukan dengan menghadirkan wacana modern yang membawa pola pikir maju dalam novel Hanauzumi.

Novel Hanauzumi adalah salah satu bentuk genre karya sastra berupa novel yang menceritakan tentang perjuangan dan perlawanan Ginko Ogino sebagai tokoh utama perempuan dalam upayanya memenuhi hak haknya selama era Restorasi Meiji. Selain itu realitas politik juga dialami oleh tokoh Ginko.

Ogundokun Sikiru seorang penulis dan peneliti Afrika mengatakan; bahwa sastra adalah panggung penting untuk perjuangan sosiopolitik, budaya, dan ekonomi. Suatu bentuk kreativitas yang meningkatkan transfer budaya dan pengetahuan dalam masyarakat. Dengan kata lain, sastra melukiskan kehidupan dengan tujuan untuk berbagi pengalaman, perasaan, imajinasi, pengamatan, temuan, prediksi dan saran kepada manusia untuk realitas sosial yang ada. Masyarakat berarti sebuah asosiasi orang yang terdiri dari orang-orang yang memiliki aturan perilaku seperti kepercayaan, kebiasaan, tradisi, konvensi, nilai-nilai sosial dan norma masyarakat ini terletak pada sastra.

Zaman Meiji seperti Ginko Ogino dalam novel ini untuk berpendidikan tinggi dan berprofesi sebagai dokter wanita merupakan hal yang hampir mustahil. Sebenarnya, Ryousaikenbo merupakan awal dari pandangan wanita Jepang modern. Hal ini disebabkan karena sebelum zaman meiji, para wanita hanya berperan sebagai orang melahirkan anak saja serta tidak diperbolehkan mengurus anaknya sendiri. Tetapi sejak konsep Ryousaikenbo mulai diterapkan pada zaman meiji, wanita pun harus turut berperan aktif dalam mendidik anak.

Sharon, seorang psikolog mengatakan Ryosai Kenbo merupakan suatu paham yang dikeluarkan pemerintah Meiji yang bertujuan untuk membentuk wanita menjadi seorang istri yang baik dan ibu yang bijaksana yang mampu memberikan konstribusi pada negara dengan kerja kerasnya dalam mengatur rumah tangga secara efisien, menjaga orang lanjut usia dan anggota keluarga yang sakit, serta mendidik anak-anak dengan bijaksana.

Bahkan, pada saat itu pekerjaan bagi wanita Jepang sangat dibatasi serta pendidikan bagi wanita hanya dapat sampai SMU. Sehingga dapat dikatakan bahwa, konsep Ryousaikenbo sebagai awal dari dimulainya ketidakadilan atau diskriminasi gender bagi wanita Jepang. Dimana seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak harus secara penuh mengurus rumah tangga dan merawat anak serta patuh terhadap segala keputusan suami.

Atas dasar konsep Ryousaikenbo ini wanita Jepang harus dapat berperan sebagai istri yang baik dan mengatur keadaan rumah dan melayani kebutuhan keluarga terutama suami dan dapat juga bereran sebagai ibu yang bijaksana dalam menyerahkan diri sepenuhnya untuk mendidik anak.

Tidak peduli bagaimanapun terdidiknya perempuan kelas menengah tapi mereka tidak ada peluang di dalam masyarakat untuk menggunakan pendidikan mereka dalam berbagai cara yang efektif. 

Seperti halnya, Ginko yang hidup di zaman Meiji yakni zaman dimana perempuan susah untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut karena ada paham dalam masyarakat yakni paham yang menganggap bahwa wanita harus tinggal di rumah dan tugas wanita yaitu urusan rumah tangga dan merawat anak dan suami. Sehingga Ginko harus berjuang untuk bisa kuliah dan menjadi dokter wanita pertama.

Bruce Alix seorang peneliti dalam bukunya Feminism And Nasionalist Rhetorich In Meiji Japan mengatakan, Citra kebaikan istri dan ibu yang bijaksana akan memberikan citra perempuan ideal dalam dekade berikutnya. Dalam suasana berkehidupan yang seperti inilah, Ginko berkiprah.

*Ditulis Oleh: Rio Mardi dan Ferdinal, Prodi Ilmu Sastra Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Unand

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »