Terkait Logo Halal Baru yang Mirip Wayang, Ketua MPU Sebut di Aceh tak Wajib Pakai

BENTENGSUMBAR.COM - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah menetapkan logo label halal yang baru.

Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Dalam Surat Keputusan yang ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham tersebut, disampaikan bahwa label halal teranyar dari BPJPH berlaku secara nasional dan efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Penetapan logo halal terbaru ini jadi ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia di media sosial.

Logo halal baru yang dirilis Kemenag RI mendapat respons beragam dari masyarakat.

Pantauan Serambinews.com di kanal Twitter, tak sedikit warganet menyebut logo halal Indonesia tersebut terkesan seperti memaksakan Jawa sentris karena berbentuk seperti gunungan wayang.

Lantas bagaimana komenter Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh terkait logo baru ini?

Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau akrab disapa Lem Faisal mengatakan, logo halal yang baru dikeluarkan oleh BPJPH tidak wajib bagi seluruh pengusaha kuliner, obat-obatan dan kosmetik yang memproduk hasil usahanya dan mengedarkan usaha di Aceh.

"Karena Aceh punya qanun tersendiri yaitu Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2006 tentang Jaminan Produk Halal," kata Lem Faisal, dilansir dari Serambinews.com pada Ahad, 13 Maret 2022.

Sedangkan untuk pengusaha yang mengedarkan barang usahanya secara nasional, lanjut Lem Faisal, tentu harus mengikuti kewajiban logo halal nasional.

"Khusus Aceh tetap dengan label halal yang dikeluarkan MPU Aceh. Undang-undang tentang halal memang mengistimewakan Aceh," pungkas Lem Faisal.

Kemenag Tetapkan Label Halal Baru

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah menetapkan label halal baru.

Dalam Surat Keputusan yang ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022, ditandatangani oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham tersebut, disampaikan bahwa label halal baru dari BPJPH berlaku secara nasional dan efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/3/2022) Aqil menjelaskan, penetapan label halal tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

"Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo sebagaimana yang secara resmi kita cantumkan dalam Keputusan Kepala BPJPH," ungkap Aqil seperti dikutip dari laman resmi Kemenag, Minggu (13/3/2022).

Dengan terbitnya keputusan ini, ke depan, label halal tidak lagi diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang diselenggarakan oleh Pemerintah.

Lantas bagaimana bentuk logo atau label halal Indonesia yang baru?

Label Halal Indonesia baru

Masih dilansir dari laman resmi Kemenag, Aqil menjelaskan, bentuk dan corak logo halal baru secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan.

Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia.

Bentuk label Halal Indonesia terdiri atas dua objek, yakni bentuk gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas.

Menurut Aqil, bentuk gunungan tersebut melambangkan kehidupan manusia.

"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf Arab yang terdiri atas huruf Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian, sehingga membentuk kata halal," jelas dia.

Ia mengutarakan, bentuk label halal baru menggambarkan, semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig).

Atau dalam istilah bahasa Jawa, 'manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa, dan karya' dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Sedangkan motif surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam.

Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.

Selain itu motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.

"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," imbuh Aqil.

Aqil menambahkan bahwa label Halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya.

"Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi.

Sedangkan warna sekundernya adalah hijau toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas Aqil Irham.

Secara detail, warna ungu Label Halal Indonesia memiliki Kode Warna #670075 Pantone 2612C.

Sedangkan warna sekunder hijau toska memiliki Kode Warna #3DC3A3 Pantone 15-5718 TPX.

Wajib Dicantumkan

Sekretaris BPJPH Muhammad Arfi Hatim menjelaskan bahwa label Halal Indonesia berlaku secara nasional.

Label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH.

Karena itu, pencantuman label Halal Indonesia wajib dilakukan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.

"Label Halal Indonesia ini selanjutnya wajib dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk." kata Arfi Hatim.

Sebagai penanda kehalalan suatu produk, maka pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat atau konsumen.

Pencantuman label halal juga dipastikan tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, dan dilaksanakan sesuai ketentuan.

"Sesuai ketentuan Pasal 25 Undang-undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, pencantuman label halal merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal, di samping kewajiban menjaga kehalalan produk secara konsisten, memastikan terhindarnya seluruh aspek produksi dari produk tidak halal, memperbarui sertifikat Halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir, dan melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH," tegas Arfi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »