3 Kader NasDem Siap-siap 'Ditendang' Dari Kabinet Jika Koalisi dengan Demokrat

BENTENGSUMBAR.COM - Kader Partai Nasional Demokrat ( NasDem) siap-siap angkat koper alias kemungkinan besar 'ditendang' dari kabinet jika koalisi dengan Partai Demokrat.

Saat ini, ada tiga kader NasDem yang duduk di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
Mereka adalah Johnny G Plate (Menteri Komunikasi dan Informasi), Syahrul Yasin Limpo (Menteri Pertanian) dan Siti Nurbaya Bakar (Menter Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Seperti diketahui, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh baru-baru ini dikunjungi para petinggi partai.

Ada 4 petinggi partai yang berkunjung ke Nasdem, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartato mengunjungi Nasdem pada Maret 2022.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu Surya Paloh pada 1 Juni 2022.

Pertemuan itu pun membahas persiapan Pilpres 2024.

Namun, yang menarik perhatian pengamat adalah pertemuan Surya Paloh dengan Ketua Majelis Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama putranya sekaligus Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/6/2022).

Akankah NasDem dan Demokrat berkoalisi di Pilpres 2024? Berikut analisis pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi.

Ari Junaedi sekaligus Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama ini meyakini, Nasdem tak akan memilih Demokrat untuk jadi teman koalisi menjelang Pilpres 2024.

Ari berpandangan, sikap itu dipilih agar tak memicu konflik antara Nasdem dengan Istana.

“Nasdem pasti akan memiliki kalkulasi politik jika menggandeng Demokrat, captive market-nya mengecil, dan akan menimbulkan friksi dengan Jokowi (Presiden Joko Widodo),” sebut Ari pada Kompas.com, Rabu (8/6/2022).

Ia menjelaskan, sebagai partai politik yang telah mendukung Joko Widodo sejak Pilgub DKI 2013 hingga saat ini, Partai Nasdem punya ikatan emosional dengan Istana.

Sehingga, telah muncul rasa saling menghargai dan kepercayaan antara Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

“Jika dikomparasikan, tentu Surya Paloh merasa nyaman dengan Istana ketimbang berkongsi dengan Demokrat (yang berada di luar pemerintah),” katanya.

Lebih jauh, Ari menduga, Partai Nasdem justru akan membentuk koalisi dengan mengerucutkan tiga nama untuk menjadi kandidat calon presiden (capres) yang diusungnya.

“Menjadi trisula Nasdem yaitu Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Erick Thohir,” kata dia.

Jika skenario ini yang dipilih, lanjut Ari, maka Partai Nasdem bakal lebih condong untuk merapat dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) besutan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ari menjelaskan, koalisi ini lebih aman untuk Partai Nasdem karena bakal terus dekat dengan pemerintah.

“Jika Surya Paloh akhirnya melabuhkan partainya ke dermaga Cikeas sama saja dia menjauh dari Istana, dan konsekuensi logisnya harus siap-siap menerima talak politik dari Jokowi dan kader-kadernya siap angkat koper dari kabinet,” imbuhnya.

Diketahui Partai Nasdem saat ini merupakan partai koalisi pemerintah bersama PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, PKB, dan PPP.

Sementara itu Partai Demokrat tegas menjadi oposisi bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Bahas dinamika politik

Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya menyampaikan pertemuan itu pun membahas dinamika politik jelang Pilpres 2024.

Tetapi, pembicaraan itu belum terlalu spesifik karena masih tahap permulaan.

Willy juga menegaskan pihaknya baru akan menentukan figur kandidat capres setelah mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada 15-17 Juni mendatang.

Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, kunjungan itu merupakan bentuk apresiasi untuk Paloh yang sempat mengunjungi SBY ketika menjalani pengobatan kanker prostat di Amerika Serikat, November 2021 lalu.

"Perhatian dan dukungan Pak Surya Paloh ketika itu tentu bentuk ketulusan seorang sahabat lama,” kata Herzaky kepada Kompas.com, Senin (6/6/2022).

Sementara, menurut Johnny G Plate, perjumpaan SBY dan Paloh merupakan pertemuan dua sahabat lama.

Menteri Komunikasi dan Informatika itu berujar, SBY dan Paloh saling berbagi pendapat dan pandangan terkait situasi bangsa saat ini, khususnya jelang Pilpres 2024.

"(Paloh dan SBY) sharing pandangan dan telaahan atas perkembangan situasi politik nasional khususnya menjelang Pileg, Pilpres dan Pilkada Serentak 2024 yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab agar berjalan dengan baik dan sukses," ujarnya.

Nasdem-Demokrat tak harmonis

Ari Junaedi juga skeptis pertemuan Surya paloh dengan SBY akan melahirkan koalisi antara kedua partai.

Sebab, menurut dia, Demokrat dan Nasdem memiliki sejarah hubungan tak harmonis di beberapa pilpres, termasuk di Pilkada DKI 2017.

"Saya memandang skeptis terjadinya 'kawin' antara Nasdem dengan Demokrat mengingat faktor kesejarahan di antara mereka baik di pilpres maupun di beberapa pilkada di daerah yang memiliki magnitude politik besar seperti DKI Jakarta," kata Ari dalam perbincangan bersama Kompas.com, Senin (6/6/2022).

Setelah Pilpres 2004, hubungan SBY dan Surya Paloh disebut-sebut tidak akur.

Disinyalir, Paloh kecewa karena SBY tak memenuhi janjinya untuk menjalankan agenda restorasi.

Padahal, Paloh telah mengerahkan kekuatan jaringan media massa miliknya untuk mendukung SBY dalam pencalonan.

Kekecewaan itu berlanjut hingga Pilpres 2009 Paloh tak lagi mendukung SBY.

Lalu, pada dua pilpres selanjutnya di tahun 2014 dan 2019, Paloh dan SBY selalu berbeda gerbong.

Di Pilkada DKI, Nasdem bersama PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Hanura mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Sementara, Demokrat mengusung jagoan partainya, AHY, yang berpasangan dengan Sylviana Murni.

Menurut Ari, pertemuan SBY dan Paloh kemarin justru menyiratkan kegamangan partai-partai jelang Pilpres 2024.

"Tidak ada kata 'aman' baik bagi Demokrat maupun Nasdem mengingat raihan suara masing-masing parpol tersebut harus membutuhkan kerjasama dalam membangun koalisi," ujarnya.

Ari menilai, Demokrat sejatinya butuh Nasdem lantaran partai bintang mercy itu bersikukuh mengusung nama ketua umumnya, AHY sebagai kandidat capres 2024.

Sementara, Nasdem dinilai lebih luwes dan terbuka terhadap siapa pun calon sepanjang namanya lolos dalam penjaringan kandidat.

Nasdem sendiri telah memberikan sinyal-sinyal dukungan untuk sejumlah tokoh seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Panglima TNI Andika Perkasa.

"Justru Nasdem berpeluang bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu andai saja nama-nama yang dinominasikan memiliki irisan yang sama misal apakah Anies, Ganjar, ataukah Erick Thohir," kata Ari.

"Sejauh yang saya amati, Demokrat baru menggenggam PKS karena pilihannya begitu terbatas," tuturnya.

Ari menambahkan, SBY seakan ingin membuka bidak-bidak permainan catur politik karena turun gunung mengunjungi Paloh.

Dari momen ini, tampak SBY berperan lebih dominan di tubuh Demokrat ketimbang AHY yang menjabat ketua umum.

"Apa pun bungkus pertemuan tersebut, dianggap silahturami atau membalas kunjungan antara SBY dengan Surya Paloh, saya menilai Demokrat masih belum menemukan kejelasan pencalonan AHY menarik minat partai-partai lain," kata dosen Universitas Indonesia itu.

Adapun pertemuan SBY dan Surya Paloh berlangsung di kantor DPP Nasdem di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (5/6/2022).

Paloh didampingi oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Johnny G Plate dan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Nasdem Prananda Surya Paloh.

Sementara, SBY didampingi Ketua Umum Demokrat yang juga putra sulungnya, AHY.

Aditya Perdana mengatakan, Nasdem menjadi tujuan sowan partai-partai besar bukan tanpa alasan.

Sebab, Nasdem merupakan partai yang bisa berdiri di barisan koalisi pemerintah dan oposisi.

"Nasdem secara legal formal itu menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi. Pada sisi-sisi lain, kelihatan Nasdem punya tingkat kekritisan yang menjadi perhatian pemerintah juga," kata Aditya kepada Kompas.com, Selasa (7/6/2022).

Artinya, Nasdem tidak sepenuhnya selalu berpihak kepada pemerintah.

Selain itu, perolehan suara Nasdem di pemilu sebelumnya juga relatif menengah dan tidak lebih menonjol dari partai-partai besar lainnya.

"Jadi istilahnya relatif seimbang, tidak ada yang merasa dia punya suara besar. Beda kalau PDI-P, gapnya itu jauh, bahkan bisa mengajukan calonnya sendiri," jelas dia.

Aditya juga menjelaskan, faktor Surya Paloh juga tidak bisa dikesampingkan.

Selain memiliki insting-insting politik teruji, Surya Paloh juga dikenal sebagai pengusaha sukses.

Karena itu, dia menilai para elite politik memandang penting untuk mengunjungi Surya Paloh.

Aditya pun tak menampik kemungkinan Nasdem menjadi salah satu "pemain" penting dalam Pilpres mendatang.

"Kemungkinan arahnya begitu, penting itu maksudnya dua hal. Dari sisi politik kemudian dari sisi perolehan suara. Nasdem menengah tapi tidak gede-gede amat dan tidak kecil-kecil juga," ujarnya.

"Jadi kalau mau digenapkan dan dipaskan dengan koalisinya 20 persen atau 25 persen, itu menjadi krusial. Posisinya Nasdem itu walaupuun hanya 3 partai, ya cukup," tambahnya.

Kendati demikian, dia menyebut apa pun masih bisa terjadi di antara partai-partai itu.

Menurut Aditya, para petinggi partai kini tengah menjalin pendekatan dan bekomunikasi satu sama lain untuk membentuk koalisi.

"Kita akan lihat skenario yang dipersiapkan atau dibangun, apakah memang skenario 2 pasangan calon, 3 pasangan calon, atau 4 pasangan calon," ungkapnya.

Sumber: SURYA.co.id

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »