BENTENGSUMBAR.COM - Maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak yang berada di wilayah hukum Sijunjung mendapat perhatian dari Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Sijunjung.
Melalui Wakil Ketua PCNU Sijunjung dr. Mendro Suarman mengecam keras perbuatan keji kasus seksual menimpa bocah sekolah dasar (SD) di Kabupaten Sijunjung. Ia meminta kepolisian menindak tegas pelaku kejahatan seksual tersebut.
Diberitakan, seorang bocah putri berusia 12 tahun mengalami kekerasan seksual yang dilakukan sejak tahun 2020 selama 10 kali. Mirisnya, pelaku diketahui adalah orang terdekat korban, yakni pamannya.
PCNU Sijunjung meminta penegak hukum untuk memprioritaskan penanganan kejahatan seksual pada anak sesuai amanat Undang-undang yang berlaku.
"Saya minta penegak hukum menindak dan memberikan hukuman seberat beratnya bagi pelaku agar tidak ada lagi kejahatan yang sama di Sijunjung," ungkap yang acap disapa Pak Dokter pada Selasa (21/6/ 2022) melalui wahtasp.
Mantan Sekretaris Dinas Kesehatan Sijunjung itu menambahkan, Ia mengecam keras serta mengutuk semua tindakan seksual terhadap anak di Sijunjung terbaru kasus N (55) yang tega melakukan perbuatan bejatnya terhadap anak keponakannya di Jorong Koto Tuo, Nagarian Lubuk Tarok, Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung.
Perilaku N merupakan tindakan asusila yang jauh dari norma-norma yang berlaku. Perilaku tersebut dinilai sangat mencoreng dan merugikan citra warga Sijunjung sebagai daerah pengembang agama islam di Minangkabau. Apalagi falsafah yang harus menjadi prinsip orang minang "anak dipangku kamanakan dibimbing" tercorengkan.
“Aparat kepolisian harus menindak tegas perilaku N yang telah membuat korban keponakannya sendiri alami trauma, keponakan itu harus dibimbing bukan disakiti dan dirusaki, ini telah mencoreng harkat selaku mamak atau paman di Minangkabau" tegasnya yang berprofesi dokter dan pernah menjadi calon Wakil Bupati Sijunjung pada Pilkada 2019 lalu.
Selain memberikan hukum berat terhadap pelaku, Dokter Mendor juga meminta pihak terkait untuk memberikan penyembuhan psikologi terhadap korban.
“Penyelesaian kekerasan seksual itu, selain sanksi terhadap pelaku. Penanganan psikologi dan primer, sekunder dan tertier terhadap korban juga harus jadi prioritas dan harus diutamakan,” pinta pria yang juga berasal dari Lubuk Tarok
Dokter Mendro berpendapat bahwa dampak psikologis yang ditimbulkan terhadap korban tak bisa ditebus lewat hukuman kebiri, penjara, bahkan hukuman mati sekalipun.
Selain berdampak pada diri korban, dampak psikologis juga timbul di keluarga korban.
“Maka dari itu mari kita bersama-sama selalu waspada terhadap anak kecil di lingkungan kita biar kejahatan seksual tak lagi terjadi pada anak-anak kita,” pungkasnya.
Seperti diketahui bahwa kasus persetubuhan, menurut Kapolres dilakukan oleh pria berinisial “n ” (55 th) yang merupakan Paman korban.
Kejadian diketahui bermula dari anak korban yang tinggal bersama pelaku, semenjak tahun 2020 dan kejadian persetubuhan tersebut terjadi pertama kali pada bulan November 2020 di dalam kamar rumah milik pelaku di Jorong Koto Tuo, Nagarian Lubuk Tarok, Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung.
Pada saat itu korban masih berusia 12 tahun (kelas 5 SD), perbuatan ini telah terjadi sebanyak 10 kali.
Kejadian tersebut terungkap ketika korban menceritakan kepada kakaknya yang telah lama tidak pulang ke rumah karena mengikuti suaminya ke luar kota, bahwasannya telah terjadi perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh pelaku (N).
“Penangkapan tersebut berdasarkan laporan keluarga korban tentang dugaan tindak pidana perbuatan persetubuhan anak dibawah umur yang dilakukan oleh Paman korban itu sendiri. Berbekal laporan ini, Kasat Reskrim AKP. Abdul Kadir Jailani, S.I.K untuk selanjutnya melakukan koordinasi dengan Kanit Reskrim Polsek Lubuk Tarok untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku persetubuhan anak dibawah umur tersebut,” katanya.
Pelaku mengakui perbuatan itu. Saat ini barang bukti serta pelaku telah diamankan diamankan diMapolres Sijunjung.
Atas perbuatan pelaku tersebut di kenakan pasal 76 D Jo Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) Undang- undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang.
“Dengan ancaman Hukuman Minimal 5 ( lima ) tahun, Maksimal 15 Tahun Penjara,” tegas Kapolres. (Fad/AT)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »