Jadi Pemecah Belah Yes! Politisi Senayan Setuju Sikat Buzzer

BENTENGSUMBAR.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setuju, buzzer atau influencer provokatif, yang bikin gaduh dan memperuncing polarisasi, harus disikat tanpa tebang pilih.

“Belakangan ini kan ada buzzer yang tidak memihak pihak tertentu, ditangkap. Tetapi sebaliknya, yang sudah jelas membuat kegaduhan tidak ditangkap. Jadi jangan tebang pilih,” kata Ketua Bidang Politik Hukum dan Keamanan Dewan Pimpinan Pusat PKS, Al Muzzammil Yusuf, dilansir dari Rakyat Merdeka, pada Ahad, 12 Juni 2022. 

Anggota Komisi I DPR ini menerangkan, sejatinya buzzer fenomena new media. Perannya sangat penting menyampaikan informasi kebijakan Pemerintah, atau lembaga di luar Pemerintah, kepada masyarakat lewat media sosial.

Apalagi, lanjut Muzammil, media massa mainstream diasumsikan tidak sepenuhnya bisa dikontrol. 

Di titik ini, buzzer menjadi saluran utama suara pemerintahan di era masa kini. 

“Silakan saja. Tapi harus diawasi dan adil,” tegasnya.

Namun, politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Willy Aditya menilai, penindakan hukum terhadap buzzer bukan hal sederhana, karena memerlukan bukti kuat. 

“Saya khawatir, kalau ada payung hukum khusus untuk menindak buzzer, negara bisa dituding bertindak sewenang-wenang. Atau tidak menghormati kebebasan berpendapat dan berekspresi,” katanya.

Willy menyarankan, publik tidak perlu merespons berlebihan terhadap keberadaan buzzer. 

Hanya perlu dihadapi dengan pranata sosial dan budaya. 

Artinya, yang perlu ditekankan adalah peningkatan literasi kebudayaan terkait penggunaan media sosial.

Seperti halnya budaya berbeda pendapat, namun tetap saling menghormati dan tanpa harus merendahkah. 

Juga pengarusutamaan politik gagasan bukan argumen yang didasarkan pada sentimen atau dasar suka atau tidak suka.

“Yang paling sederhana, jangan ikuti akun buzzer. Jangan dengerin. Jangan beri tempat dan ruang mereka,” sarannya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan juga mendukung penindakan yang bersifat pidana sekaligus sosial kepada para buzzer. 

“Harus ada sanksinya. Jangan diberi tempat dan jangan dianut informasinya,” tegasnya.

Dikatakan, informasi sangat mudah menyebar ke publik di era digital saat ini lewat buzzer. 

Sayangnya, banyak hoax yang bertebaran dan memicu polarisasi di tengah masyarakat. 

Hasil nyata para buzzer adalah sebutan cebong-kampret sejak 2019.

“Nah, untuk yang jelas-jelas menyebarkan hoax dan bikin gaduh tindak tegas pidana. Polri dan Kemenkominfo dengan mudah melacaknya. Bisa langsung takedown, dan ditindak sesuai perundang-undangan yang berlaku,” sarannya.

Untuk diketahui, Litbang Kompas merilis hasil survei terkait polarisasi atau pembelahan imbas Pilpres 2019, yang masih terjadi hingga kini.

Hasilnya, 36,3 persen responden menilai, pihak yang semakin memperuncing polarisasi adalah buzzer atau influencer. 

Untuk mencegah polarisasi terus berlanjut, 87,8 persen responden setuju buzzer atau influencer provokatif dan memperkeruh suasana ditindak tegas.

Survei Litbang Kompas digelar 24-29 Mei 2022, dengan 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi yang diwawancarai. 

Sampel ditentukan acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai jumlah penduduk di setiap provinsi.

Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen. Margin of error-nya 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. 

Kesalahan di luar margin of error dinyatakan dimungkinkan terjadi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »