Menghadirkan Kembali Kehangatan Berwarganegara, Fahd El Fouz Singgung Benny Murdani

BENTENGSUMBAR.COM – Tagline Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA) yang telah mengangkasa  yaitu #Nusantarabersatu, adalah manifestasi untuk mengajak insan putra putri terbaik bangsa untuk bersatu dalam arti yang sesungguhnya.

Sebuah kumpulan kelompok dalam hal ini adalah kehidupan berbangsa dan bernegara jika ingin mencapai kemajuan mutlak dasarnya adalah bersatu (persatuan Indonesia). 

Ada sebuah pepatah berbunyi, “gajah berjuang sama gajah pelanduk mati ditengah – tengah ( jika para pemimpin yang berkelahi/perang maka masyarakat yang  jadi korban). 

Yang jadi pertanyaan saat ini adalah Mengapa bangsa kita hari ini kehilangan keakraban berwarnegara?

Dewasa ini ruang publik kita bak hutan belantara liar gaduh, komunikasi dunia maya masih dipenuhi sikap anti intelektual, insinuasi, argumentum ad hominem hingga guilty by association (mendakwa kesalahan dengan mengaitkan masalah personal).

Sebagian diantara kita semakin kehilangan akurasi dalam menyikapi berbagai pemberitaan sehingga begitu mudah memposting informasi tanpa menyaring dan memverifikasi tingkat kebenaran dan urgensinya. 

Begitu banyak klaim kebenaran, saling berebut benar dan cenderung kurang terbuka menerima kebaikan bersama.

Prasyarat komunikasi diruang publik harus dilandasi public value berupa rasionalitas dan etika komunikasi cenderung tertutup oleh verbalisme dan sikap anti intelektual. Kecenderungan menggenaralisir berbagai persoalan tanpa melihat duduk persoalan.

Era post truth saat ini dimana prefernsi suka tidak suka (like and dislike) lebih di dahulukan dari pada pertimbangan rasional, imparsial dan objektif.  

"Ruang publik kita saat ini cenderung masih dipenuhi sikap reaktif dari pada komunikatif," katanya.

"Kita belum mampu membangun ruang publik yang rasional dan beradab. Sering kali keterbukaan Informasi di era demokrasi saat ini justru menimbulkan paradoks ketika proses diskursus kurang memantik dialog dan kesadaran akan nilai nilai publik," ujarnya.

Maka tidak jarang diskursus di ruang publik menjadi penuh prasangka, ujaran kebencian dan hoax yang merebak demikian cepat sehingga begitu banyak disinformasi dan distraksi terhadap berbagai persoalan publik. 

Diskursus yang lebih komunikatif  akan meminimalisir perebutan persepsi kebenaran di ruang publik.  

Tujuan kali ini adalah demi bangsa bersatu dan bangsa kita damai, manusia dilahirkan tanpa persepsi, sikap kebencian yang berlebihan sesama anak bangsa tidak bisa dibiarkan begitu saja. 

Sejak pilkada 2017 kebencian sesama anak bangsa khususnya kadrun dan cebong dipelihara. 

Perang di sosial media saling caci maki terus menyeruak ke publik. Jika dibiarkan ini sangat berbahaya untuk Persatuan Indonesia.

Kecemburuan atas kaum China yang lebih sukses itu di design oleh pihak tertentu, jadi kebencian itu diajarkan, Fahd A Rafiq menegaskan jika ada anak bangsa yang membenci sesama warga negara Indonesia keturunan china, arab atau lainnya pasti ada yang gosok dan ngajarin, ini persepsi dan diprovokasi, dan herannya lagi seolah ini dipelihara sejak 2017 dan belum disembuhkan, hal ini  harus diselesaikan secara adat, ucapnya.  

Ketum DPP KNPI Periode 2015-2018 menambahkan, Konflik atau percikan api seperti ini jangan seolah dibiarkan begitu saja, bisa menjadi besar kalau caci maki ini terus dipertontonkan di ruang publik, saling sumpah serapah sesama anak bangsa. Personal angers ini harus segera diselesaikan segera, jangan dipelihara.

Lantas bagaimana menyelesaikannya, sebagai anak bangsa Fahd A Rafiq memberikan contoh sebuah peristiwa yang pernah terjadi di republik ini.

"Suatu hari  Bapak Benny Murdani yang dicalonkan wakil presiden RI ke -2 saat itu dan datang menghadap pak Harto, ketika berhadapan dengan bapak pembangunan itu, pak Beny menjawab tidak bersedia menjadi Wakil Presiden yang oleh pak Harto tidak dipertanyakan pernyataan tersebut. Dan akhirnya pak Harto memilih pak Sudharmono menjadi Wakil Presiden. Karena waktu itu pak Benny ditemani sang ajudan, ajudan pun bingung atas jawaban pak Beny tersebut."

"Sang ajudan bertanya mengapa pak Benny menolak tawaran untuk menjadi Wakil Presiden RI, pak Benny menceritkan kepada ajudannya, “ Hei kamu tahu apa yang pemimpin kita lakukan itu kita contoh, pemimpin yang mana jenderal? Pak benny menjawab Pak Jendral Abdul Haris Nasution, Ketika rapat MPRS dia ditawari pertama untuk menjadi presiden Indonesia, namun dia menolak karena merasa belum tepat. Minoritas belum tepat memimpin Indonesia. Maka sebaiknya Soeharto saja. Pak jenderal Nasution itu islam namun keturunan Batak, pak Harto islam dan jawa lebih mayoritas yang dibutuhkan waktu itu. Dan pak benny pun melanjutkan saya ini katolik saya tahu diri walaupun di dukung NU, golkar dan semua elemen bangsa tetap saya harus tahu diri."

NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya adalah mayoritas mereka membuka diri agar saya bisa yang katolik ini menjadi wakil presiden, pastinya jadilah di DPR nantinya. Tapi sekali lagi saya tahu diri. Jadi bernegara yang benar adalah “Mayoritas buka hati minoritas tahu diri”. 

Kembali keadaan saat ini. Jika Minoritas tidak tahu diri dan mayoritas tidak tidak buka hati dan pemerintah tidak segera menyelasaikan masalah ini bisa jadi masalah sangat besar di kemudian hari.  

Pria berusia 39 tahun ini mencontohkan negeri paman sam butuh proses dalam menerima perbedaan selama ratusan tahun. "Seperti kita ketahui bersama 20 Januari 2009 Barack Obama presiden ke 44 ( Presiden Kulit hitam Pertama USA) yang pernah sekolah di menteng Jakarta, di ikuti Kamala Harris Wapres Amerika pertama keturunan dari Asia Selatan."

"Maka dari itu mari kita rajut kembali kehangatan dan keakraban berwarganegara dengan memegang teguh sila ke-3 pancasila untuk mencapai apa yang  kita cita citakan bersama yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," katanya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »