Bharada E: Saya Masih Ingin Berkarir di Brimob

BENTENGSUMBAR.COM - Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mencurahkan perasaannya ingin tetap melanjutkan karir kepolisian sebagai satuan personel Korps Brigade Mobil (Brimob). Curahan hati Bharada E itu dikatakan langsung melalui kuasa hukumnya, Ronny Talapessy.

"Saya Brimob, saya lulusan Brimob, rumah saya lahir dan besar di Brimob, Brimob itu rumah saya. Jika saya diizinkan, saya masih ingin berkarir di Brimob," kata Ronny sambil tirukan pesan dari Bharada E, Minggu (14/8).

Keinginan untuk tetap berkarir di Brimob membuat Bharada E menurut Ronny memintanya dibela semaksimal mungkin dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Bharada E diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J.

"Makanya saya ingin dibela semaksimal mungkin, ngomongnya gitu ke saya," ujar Ronny.

Ronny menilai jika sosok Bharada E masih muda dan memiliki banyak harapan ke depan. Bahkan harapan keluarga serta karir di kepolisian.

"Dia masih mudah, harapan orang tua. Ingin melanjutkan hidup, ingin berkeluarga, kalau bisa ingin berkarir di kepolisian," tutur dia.

Diketahui jika Bharada E sempat memiliki catatan dua kali menjadi tim Bawah Kendali Operasi (BKO) selama bertugas di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. 

Pertama bergabung ke Brimob Nusantara di Papua hingga menjadi anggota Satgas Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Pria kelahiran tahun 1998 ini merupakan lulusan tahun 2019, dari Polda Sulawesi Utara itu usai menempuh pendidikan di pusat pendidikan Brimob di Watukosek, Jawa Timur.

Bharada E juga dikenal sebagai penembak nomor satu di resimen satu pasukan pelopor di jajaran Korps Brimob. 

Serta, memiliki keahlian khusus yakni vertical rescue atau kemampuan mengevakuasi korban pada medan yang curam seperti tebing.

Sebelumnya, Ronny menilai penggunaan pasal 338 dugaan pembunuhan dan 340 KUHP pembunuhan berencana atas kasus kematian Brigadir J, tidak tepat. 

Sebab menurut dia, Bharada E menembak Brigadir J karena tekanan dari atasan yakni mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

"Ingin kita luruskan dari pernyataan Komnas HAM, LPSK, bahwa Bharada E tidak mengetahui dan tidak bagian dalam rencana pembunuhan. Mengingat pasal 338 dan 340 itu kan dengan sengaja. Klien saya tidak bisa dibilang dengan sengaja, karena apa? Dia waktu kejadian itu di bawah tekanan dan dia tidak ada pilihan yang lain," kata Ronny saat dihubungi, Minggu (14/8).

Karena kondisi di bawah tekanan dan terpaksa itulah menurut Ronny, Bharada E seharusnya dikenakan Pasal 51 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada pokoknya tidak bisa dikenai pidana.

Berikut bunyi Pasal 51 ayat 1 KUHP tersebut; “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”

Sementara ayat 2 pasal yang sama menyatakan, “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.”

"Harus gitu loh. Keadaan terpaksa. Karena yang memerintah dia ini jauh pangkatnya di atas dia. Harapan kita supaya dimasukin pasal 51 ini. Kalau seandainya pasal 51 ayat 1 ini tidak bisa dimasukin di penyidikan, itu bisa nanti di pengadilan. Walaupun tidak di dakwaan," kata Ronny.

Ronny mengatakan dengan memakai pasal 51 ayat 1, Bhara E bisa dikenakan peniadaan hukuman oleh majelis hakim nantinya. 

Dimana pelaku atau terdakwa nantinya tidak bisa dipidana karena beberapa alasan yang dapat menyebabkan pelaku dikecualikan dari penjatuhan sanksi pidana

"Bharada E itu tingkatan paling bawah. Untuk ke brigadir itu ada 5 atau 6 tingkatan di atas dia. Dan typical pasukan Brimob itu tidak berani ingin tahu ada urusan apa dia. Mereka tidak berani. Mereka cuma perintah perintah perintah, mereka jalankan," kata dia.

Terlebih, Ronny mengatakan bahwa kejadian berdarah penembakan Brigadir J terbilang cepat. Ketika disuruh Irjen Ferdy Sambo, Bharada E berada di bawah tekanan dan tidak bisa menolak.

"Iya. Perintah. Waktunya sangat cepat. Udah dor dor dor dor. Udah ga ada pilihan yang lain. Di bawah tekanan dan takut sama pimpinan. Mana berani menolak. Jadi tolong jangan pakai kronologis yang lama, skenario dari Pak FS yang lama. Ini klien kita sudah terbuka ini," bebernya.

Sebelumnya, Kuwat bersama, Brigadir R, dan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka kematian Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, dengan pasal pembunuhan berencana.

"Berdasarkan peran dijerat Pasal 340 Jo 338 Jo 55 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau penjara 20 tahun," kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto di Mabes Polri, Selasa (9/8).

Agus mengatakan Sambo memerintahkan anak buahnya untuk menghabisi Brigadir J. Lalu atas hal tersebut terseret sudah tiga orang menjadi tersangka selain Sambo yaitu Bharada E, Bripka RR dan KM.

Bharada E berperan melakukan penembakan terhadap Brigadir J. RR Turut membantu dan menyaksikan penembakan. KM juga turut membantu dan menyaksikan penembakan.

"Irjen FS melakukan penembakan ke diding untuk menskenariokan seolah-olah terjadi baku tembak," katanya.

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka. Ferdy Sambo diduga memerintahkan untuk menghabisi Brigadir J. Polisi pun masih mendalami motif yang memicu Sambo memerintahkan pembunuhan itu.

"Motif penembakan saat ini tentunya masih dilakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap saksi termasuk kepada ibu PC," ujar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Selasa (9/8).

Kapolri melanjutkan, timsus dapat titik terang dengan melakukan proses penanganan dan pemeriksaan spesifik melibatkan forensik, olah TKP, Puslabfor untuk uji balistik. 

"Termasuk alur tembakan, CCTV dan HP oleh labfor," kata Sigit.

Sumber: Merdeka.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »