Irma Sedih, Rapat Parlemen DPR dan Polisi Tidak Ada yang Bahas Nasib Ibu Brigadir J

BENTENGSUMBAR.COM - Aktivis Perempuan Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, Irma Hutabarat lantang bersuara memperhatikan nasib penindasan kepada Brigadir J dan keluarga

Irma menganggap negara telah mengabaikan nasib Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Irma menyebut, pada kasus meninggalnya Brigadir Yosus Hutabarat, yang paling menderita adalah Rosti Simanjuntak, yang tinggal di Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.

Bukan tanpa dasar, Irma mencoba melihat lebih jauh ke belakang, sejak kasus meninggalnya Yosua ini mencuat.

Dia menyebut, pada awalnya institusi kepolisian telah membuat pernyataan Brigadir Yosua berusaha melecehkan Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo.

Irma dan Keluarga Brigadir J - RDP Komisi DPR dan Polri

Pernyataan itu dianggap Irma Hutabarat menyerang kehormatan Brigadir Yosua, anggota Polri yang sudah tewas ditembak.

Belakangan polisi menyebut tidak terjadi seperti yang diungkap di awal soal pelecehan di Duren Tiga.

Irma Hutabarat menuntut pengusutan tuntas kematian Brigadir Yoshua atau Brigadir J digelar di Taman Ismail Marzuki, Senin (8/8/2022) malam lalu.

Irma menyesalkan negara yang terkesan melupakan keluarga Brigadir Yosua Hutabarat. (kompas tv)Namun sayangnya, ketika Polri menyampaikan hal itu, tidak ada permintaan maaf kepada keluarga korban.

Demikian juga dengan Kombes Pol Budhi serta Komjen Ramadhan, yang di awal sudah menyebut terjadi pelecehan, tidak pernah meminta maaf.

"Kepolisian tidak minta maaf. Sambo dan Putri tidak bicara apa-apa. Ini orang sudah mati. Kematian anak adalah hal yang paling menyakitkan bagi seorang ibu," tutur Irma Hutabarat, pada acara Perempuan Bicara, tayang di TV One.

Dia juga mengkritisi lembaga negara yakni DPR, yang telah bersidang dan membahas soal kematian Brigadir Yosua Hutabarat

"Parlemen bersidang, tidak satupun yang peduli apa yang terjadi pada keluarga Yosua," ujarnya.

Dia merasa bahwa DPR turut melupakan keluarga yang kini paling bersedih atas peristiwa ini.

"Tidak ada yang tanya bagaimana keadan ibunya, bagaimana bapaknya. Mereka (keluarga Yosua) orang miskin, gaji dibayar 600 ribu per tiga bulan," ucap Irma Hutabarat dengan mata berkaca-kaca.

Irma Hutabarat, yang merupakan Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, merasa sesak ketika mengingat kondisi ibunda Yosua Hutabarat.

Mama dari Brigadir Yosua, ucapnya, menangis tak berhenti, hingga air matanya habis.

"Saya sesak kalau ngomongin tentang ibunya. Dia yang menanti-nanti kesaksian dari Putri," ujar Irma.

Pun Irma menyebut Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo tidak memiliki empati pada keluarga Yosua.

Menurutnya, soal hukum, Putri Candrawathi bukan orang bodoh.

"Putri tidak bodoh. Dia dokter gigi, nyonya jenderal bintang dua, dia tahu soal hukum, tahu konsekuensinya. sekarang hatinya saja, terketuk nggak hatinya," ungkapnya.

Dia menyimpulkan setidaknya untuk sekarang ini, Putri tidak punya hati sebagai seorang ibu sekaligus perempuan, dan tidak sama sekali mampu merasakan empati pada Ibunda Yosua.

"Tidak sama sekali mampu merasakan empati pada Ibunda Yosua yang menangis sampai habis air matanya. Saya memeluk dia waktu ke Jambi. Mana tanggungjawabmu Putri, itu yang dia bilang," kata Irma dengan lirih.

Selanjutnya, Irma Hutabarat mengungkapkan nyawa Brigadir Yosua diambil oleh kekuasaan.

"Bukan hanya nyawa, barang bukti dihapuskan. Pada 8 Juli Yosua dibunuh, 13 Juli dipanggil komisi-komisi (lembaga negara)," kritiknya.

Dia pun meminta agar semua pihak berhentilah berpura-pura, berhenti membuat semua rakyat Indonesia ini geram.

"Ada perempuan yang sangat menderita, yang tidak pernah dibahas di parlemen, di komisi maupun kepolisian. Negara ini harus punya sistem untuk bisa melayani mengayomi orang yang tidak punya kuasa," tuturnya.

"Ada gak yang nanyakan keluarga Yosua? Nggak ada. Padahal yang paling menderita itu ibunya Yosua. Dari awal, saya tahu tidak ada (lembaga negara) yang berpihak pada korban, pada yang tertindas," Irma menegaskan.

Istri Ferdy Sambo Bantah Sangkaan

Di sisi lain, Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, membantah sangkaan terlibat atas pembunuhan berencana sebagaiaman diatur dalam pasal 340 KUHP.

Penyidik menjerat Putri Candrawathi Pasal 340 KUHP terkait tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat.

Arman Hanis selaku kuasa hukum Putri Candrawathi mengatakan, kliennya membantah sangkaan itu saat diperiksa sebagai tersangka kemarin (26/4/2022).

Pada pemeriksaan sebagai tersangka, istri Ferdy Sambo itu dicecar 80 pertanyaan.

"Ibu PC (PUtri Candrawathi) menjawab seluruh pertanyaan dalam BAP termasuk dugaan yang disangkakan kepada ibu PC," kata Arman, Sabtu.

Putri, ucapnya, menyebut tidak akurat menjadikan dirinya tersangka pembunuhan berencana.

"Berdasarkan (jawaban) klien kami dalam BAP, dugaan tersebut tidaklah akurat," jelas Arman.

Soal bukti tidak terlibat, Arman Hanis menyebut akan disampaikan kliennya saat di persidangan.

Pemeriksaan pada istri Ferdy Sambo itu belum berakhir.

Rencananya dia akan kembali diperiksa sebagai tersangka pada Rabu (31/7/2022).

Sosok Irma Hutabarat

Irma Natalia Hutabarat adalah seorang mantan jurnalis, presenter dan aktivis sosial yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komunitas Civil Society Indonesia.

Ia juga adalah salah satu aktivis yang berperan dalam mendirikan Indonesia Corruption Watch.

Irma Hutabarat Lahir di Jakarta, 25 Desember 1962 (umur 59).
Almamater: Universitas Indonesia
Pekerjaan: Aktivis
Suami: Widodo Sunarko (bercerai 2021). Anak: 4

Irma Hutabarat memulai karier sebagai jurnalis sekaligus pembawa acara di sebuah stasiun televisi swasta pada tahun 2000.

Ia juga pernah menjadi pembawa acara Today's Dialogue yang disiarkan oleh Metro TV.

Irma Hutabarat adalah pendiri dan ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) ICE on Indonesia (Institute of Civic Education on Indonesia).

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »