BENTENGSUMBAR.COM - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, buka-bukaan soal praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Jual beli jabatan ini terjadi di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Bukan satu, tapi Gembong mendapati beberapa oknum terlibat.
"Di akhir masa jabatan gubernur saya mendengar banyak persoalan ASN, kita dalam penempatan jual beli jabatan. Sudah beberapa oknum saya temukan," ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Jual beli jabatan ini pun diakuinya bervariasi, mulai dari lurah, camat, hingga satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Untuk pergeseran, lanjut Gembong, biaya yang dikeluarkan seseorang mencapai Rp 60 juta.
"Jabatan lurah berpuluh-puluh tahun tidak bisa diisi karena takdir menarik jual beli jabatan. Saya sudah berapa kali sudah berapa oknum saya temukan. Orang itu berani mengatakan hanya untuk digeser ke naik sedikit saja minta Rp 60 juta," lanjutnya.
Pergeseran posisi ini dicontohkannya seperti kepala sub seksi menjadi kepala seksi dalam eselon yang sama.
Kemudian, untuk posisi lurah dibandrol dengan besaran Rp100 juta.
Sementara untuk posisi camat dibandrol dengan besaran Rp 200 juta sampai Rp 250 juta.
"Ada Rp300 juta, macam-macam lah, ada Rp200 juta ada Rp60 juta, macam-macam lah. Ya Rp250 juta," ungkapnya.
Bahkan di era kepemimpinan Anies, praktik ini kian marak terjadi.
"Iya iya betul (banyak di era Anies), karena tangannya banyak. Sekarang yang ikut campur jadi lebih banyak. Artinya gini, Anies punya tim yang begitu banyak," pungkasnya.
Sekda Bayangan
Kasus soal kepegawaian juga diungkap politikus PDIP lainnya.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membongkar adanya perpecahan di tubuh Pemprov DKI.
Ia menyebut, apratur sipil negara (ASN) Pemprov DKI kini terbelah menjadi dua kubu, yaitu kelompok umum dan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
"Sekarang ada satu dilematis di pemerintah eksekutif, sudah ada geng-gengan ini, yaitu geng IPDN dan geng umum," ucap Prasetyo di gedung DPRD DKI, Senin (22/8/2022).
Kedua kelompok ini merujuk pada Sekretaris Daerah (Sekda) Marullah Matali dan Asisten Pemerintah Sigit Wijatmoko yang merupakan lulusan IPDN.
Prasetyo menilai, Sigit kurang menghargai Marullah yang menurut struktur pemerintahan lebih tinggi dibandingkan eks Wali Kota Jakarta Utara itu.
"Sekarang Sekda enggak dihargai oleh asistennya. Ini seperti ada sekda bayangan, namanya Sigit," ujar Politikus senior PDIP itu.
Prasetyo menyebut, adanya dua kubu di Pemprov DKI ini dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja eksekutif.
Pasalnya, pejabat struktural punya fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan tingkat kedudukannya dalam organisasi.
"Di bawah gubernur itu pangkat yang paling tinggi yang mengelola ASN adalah sekda. Sekarang kalau gini gimana mau jalan ini pemerintahan," tuturnya.
Sumber: Tribun Jakarta
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »