Webinar Satupena Sumbar Jelang IMLF: Lewat Sastra, Budaya Minangkabau Jadi Terkenal di Nusantara

BENTENGSUMBAR.COM - Di tengah perubahan dunia ke digitalisasi, saat ini masih cukup banyak sastrawan dari bebagai perguruan tinggi di Sumatera Barat muncul dan menarik perhatian masyarakat. Namun yang  berdomisili dan berkiprah di Jakarta memang tidak banyak.

Demikian terungkap dalam Webinar bertemakan Fakultas Sastra dan Produksi Sastra yang Terus Tergerus di Sumatera Barat,  Senin (19/12/2022) malam. Webinar  diselenggarakan SatuPena Sumbar bersama Yayasan Sumbar Talenta Indonesia, dalam rangka  pra acara International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) 2023 yang gelar pada 22-27 Februari 2023 mendatang. 

Webinar dibuka Ketua DPD Satupena Sumatera Barat Sastri Bakry, menghadirkan narasumber  Penerima Satupena Award 2022 Eka Budianta, Sastrawan Rusli Marzuki Saria, Dosen FIB Universitas Udayana Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, Dosen FIB Universitas Andalas Dra. Hj. Armini Arbain, M.Hum, Dosen FBS Universitas Negeri Padang Dr. Yeni Hayati, M.Hum, Sastrawan Armeynd Sufhasril, Dosen FSP ISI Padang Panjang Dr. Sahrul N., M.Si dengan moderator Wakil Ketua DPD Satupena Sumbar Dr. Hasanuddin, M.Si. Webinar diikuti 150 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia dan di luar negeri.

Menurut  Armini Arbain, akibat kurangnya sastrawan dari Minangkabau (Sumatera Barat) yang bermukim dan berkarya di Jakarta, maka  gaungnya sastrawan dari perguruan tinggi  ini tidak begitu keras di tingkat nasional. Sehingga sastrawan dari perguruan tinggi  di Sumatra Barat ini tidak  eksis di kancah nasional.

“Sementara itu, jumlah sastrawan dari berbagai daerah cukup banyak sehingga  gaung sastrawan tidak lagi nyaring. Selain itu, juga sejumlah hambatan dihadapi sastrawan dari daerah. Diantaranya penerbitan karyanya dterbit di penerbit lokal. Jika menerbitkan sendiri juga dibutuhkan uang. Sehingga pemasaran karya sastranya tidak meluas, hanya bersifat lokal. Tidak ada sponsor atau tidak ada dukungan pendanaan dari pihak swasta maupun pemerintah daerah. Juga kurang perhatian/apresiasi dari pemerintah dan kurang apresiasi dari masyarakat,” kata Armini.

Dikatakan Armini, sastra Indonesia diawali dengan setting di Minangkabau. Mereka (penulis) yang merantau tetap mengambil setting budaya Minangkabau. Sehingga budaya Minangkabau menjadi terkenal di nusantara. Sastrawan Sumbar sangat menonjol keberadaannya di tengah penulis yang lain.

Sastrawan yang hidup dan berdomisili di pusat memungkinkan karya-karya mereka di Jakarta mendapat oplah lebih tinggi. Sedangkan sastra daerah tidak begitu mencuat karena karyanya dirilis di daerah (pengaruh geografis).

“Fakultas Sastra Universitas Andalas berharap melahirkan sastrawan. Eksistensi sastra daerah di kancah nasional yang kurang terdengar gaungnya. Berbagai perguruan tinggi melahirkan banyak sastrawan, namun yang muncul secara nasional kurang terdengar gaungnya. Sesuai perkembangan zaman, banyak karya diterbitkan secara digital menyebabkan perhatian masyarakat terpecah. Perguruan tinggi harus aktif mengadakan perlombaan untuk    pengembangan sastra. Gencarkan  promosi karya sastra. Jangan patah hati dalam menulis, tetaplah menulis, jangan pikirkan ada yang membacanya atau tidak,” pesan Armini.

Narasumber yang lain juga memaparkan pengalamannya dalam berkarya. Mula-mula berkarya dari buku harian, pengalaman mengikuti kegiatan sastra, belajar dari alam, sampai belajar sastra dengan otodidak saja.  

Ketua Satupena Sumbar Sastri Bakry diakhir webinar menambahkan, apa yang diperbincangkan dalam webinar ini sangat menarik dan patut menjadi perhatian bersama.  Masukan dari webinar ini dapat menjadi catatan program SatuPena Sumbar berikutnya, terutama menjelang persiapan IMLF. (at)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »