Sidang Vonis Irjen Teddy Minahasa, Bakal Dihukum Mati Seperti Ferdy Sambo?

BENTENGSUMBAR.COM - Irjen Teddy Minahasa akan menjalani sidang vonis dalam perkara dugaan jual-beli sabu hari ini, Selasa (9/5). Putusan akan dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Dalam perkaranya, Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman maksimal, pidana mati. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Teddy terbukti menjual sabu yang merupakan barang bukti pengungkapan kasus oleh Polres Bukittinggi.

Perbuatan Teddy Minahasa dianggap sudah memenuhi unsur Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur bahwa dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 satu kilogram atau melebihi lima batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga.

Pertimbangan jaksa dalam menjatuhkan tuntutan mati ke Teddy salah satunya karena ia adalah seorang jenderal, menjabat Kapolda.

Semestinya Teddy menjadi garda terdepan memberantas narkoba. Tapi sebaliknya. Sehingga perbuatannya dinilai mengkhianati perintah Presiden dan mencederai nama baik Polri.

"Perbuatan Terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika," begitu pertimbangan memberatkan jaksa yang disebut dalam tuntutannya.

"Perbuatan Terdakwa telah merusak kepercayaan publik kepada Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang anggotanya kurang lebih 400.000 personel [...] telah merusak nama baik Institusi Kepolisian Republik Indonesia," tambah jaksa.

Pertimbangan hampir sama dengan pertimbangan dalam tuntutan yang dijatuhkan jaksa kepada Ferdy Sambo, yang terjerat kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jakarta Selatan. Sambo juga dituntut hukuman maksimal, tetapi dengan pidana seumur hidup.

"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan petinggi Polri, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di masyarakat Indonesia dan internasional. Perbuatan terdakwa membuat banyak anggota Polri terlibat," demikian salah satu pertimbangan jaksa saat menuntut Sambo.

Sambo dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang dilakukan bersama istrinya Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Richard Eliezer. Salah satu pertimbangan memberatkannya ialah karena perbuatan Sambo mencederai institusi polisi.

Pada putusan hakim, Sambo divonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa: pidana mati. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Sambo itu lalu diperkuat pada tingkat banding di PT DKI Jakarta. Vonis Sambo tetap mati.

Di sisi lain, kuasa hukum Teddy, Hotman Paris, yakin kliennya itu tidak akan divonis mati sebagaimana tuntutan jaksa.

"Yang jelas saya yakin, untuk sidang kali ini, kalaupun hakim mengatakan bersalah, saya yakin sangat tidak akan hukuman mati," kata Hotman di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (9/5).

Lalu bagaimana dengan Teddy Minahasa, akankah mengikuti jejak Sambo? Hari ini akan ditentukan oleh hakim.

Kasus Sabu Irjen Teddy Minahasa

Dalam dakwaan, Teddy disebut melakukan perbuatan peredaran sabu bersama mantan bawahannya, AKBP Dody Prawiranegara selaku eks Kapolres Bukittinggi, serta sejumlah terdakwa lain: Linda Pudjiastuti dan Syamsul Ma'arif. Mereka disidang secara terpisah.

Perkara ini berawal ketika Polres Bukittinggi berhasil mengungkap kasus sabu dengan barang bukti sebesar 41,387 kilogram pada 14 Mei 2022. 

Teddy kemudian memerintahkan Dody selaku Kapolres untuk menyisihkan sabu seberat 10 kg dari barang bukti sitaan tersebut. Alasannya, untuk bonus anggota.

Teddy pun meminta Dody untuk mengganti sabu 10 kg yang akan diambil itu dengan tawas sebelum ada acara pemusnahan barang bukti.

Dody sempat menyatakan keberatan atas perintah tersebut. Sebab dia tidak punya pengalaman mengganti sabu dengan tawas. 

Perintah Teddy itu kemudian dikomunikasikan Dody terhadap Syamsul Ma'arif selaku anak buahnya. Syamsul menyatakan itu sulit dilakukan.

Pada akhirnya perintah Teddy itu dilakukan. Namun hanya sabu seberat 5 kilogram yang ditukar dengan tawas oleh Dody. 

Setelah penukaran dilakukan, Teddy kemudian mengarahkan Dody untuk menghubungi Linda yang disebut oleh Teddy sebagai Anita Cepu. Sabu tersebut diminta dijual ke Linda.

Dody menghubungi Linda dengan maksud untuk mengantarkan sabu yang dijual tersebut. Mulanya, Teddy meminta Linda untuk transaksi di wilayah Riau. Namun, Linda berkukuh agar diantar ke Jakarta.

Teddy pun mengiyakan dan memberi tahu bahwa akan ada orang atas nama Dody yang akan menemui Linda. Dody kemudian bersama Syamsul mengantarkan sabu sitaan itu ke Jakarta dan langsung diterima Linda.

Sempat ada transaksi sabu seberat 1 kg kepada Linda. Saat itu, Linda bersedia membayar Rp 400 juta untuk 1 kilogram sabu. Namun dikurangi Rp 50 juta untuk fee bagi Linda, dan Rp 50 juta lainnya untuk orang yang menyambungkan kepada pembeli.

Sehingga, Dody hanya mengantongi uang Rp 300 juta dari pembelian pertama tersebut. Dody kemudian mengambil uang hasil penjualan satu bungkus plastik seberat satu kilogram dengan nilai Rp 300.000.000 dari Linda. Sehingga, untuk penjualan pertama Dody baru menerima Rp 300 juta dari Linda.

Uang ini kemudian diserahkan Dody kepada Teddy dalam bentuk dolar Singapura yang disimpan dalam paper bag kecil di kediaman Teddy, Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada 29 September 2022. Isinya uang senilai 27.300 SGD atau setara Rp 300 juta.

Teddy sempat protes dan mengatakan bahwa seharusnya Linda hanya mendapatkan 10 persen dari harga Rp 400 juta, bukan mendapatkan Rp 100 juta.

Teddy menyuruh Dody untuk menarik kembali sabu yang telah diserahkan ke Linda. Namun sabu seberat satu kilogram itu sudah kadung diedarkan. 

Namun, Dody menyatakan masih ada 4 bungkus plastik sabu seberat empat kilogram yang tersisa.

Belakangan, Dody melalui Syamsul Ma’arif kemudian kembali menyerahkan sabu kepada Anita sebesar 2 kg. Oleh Anita, 1 kg di antaranya diberikan kepada Kasranto selaku Kapolsek Kalibaru untuk dijual kembali.

Kala itu, Anita setuju bahwa harga sabu tersebut per kilogramnya ialah Rp 360 juta. Sehingga total 2 kg sabu harganya senilai Rp 720 juta.

Anita sempat memberi kabar kepada Teddy Minahasa bahwa sabu tersebut sudah berhasil terjual Rp 200 juta.

Pada 12 Oktober 2022, Anita ditangkap oleh petugas kepolisian. Diawali dari penangkapan Kasranto. Penangkapan dilakukan Polres Jakarta Pusat dibantu Polda Metro Jaya. Perkara ini terus merembet hingga menjerat Teddy Minahasa.

Namun semua tuntutan dan dakwaan jaksa penuntut umum dibantah Teddy dalam eksepsinya. Ia mengeklaim bahwa jaksa tak bisa membuktikan apakah benar Teddy memerintahkan mengganti sabu jadi tawas.

Teddy juga menganggap jaksa tak bisa membuktikan keterlibatan dalam bentuk 'perintah' ke Dody untuk menjual sabu hasil sitaan.

Kata Teddy, tuntutan jaksa hanya dilandaskan pada keterangan saksi Dody dan Linda saja. Makanya itu Teddy menilai tuntutan atas dirinya adalah prematur dan membabi buta.

Niat Loloskan 1 Ton Sabu dari Taiwan

Selain dakwaan yang dibuktikan jaksa, Teddy Minahasa juga disebut gembong narkoba yang punya jaringan internasional. Hal itu terungkap dalam persidangan lewat kesaksian Linda Pudjiastuti.

Ia menyebut bahwa Teddy Minahasa pernah berniat meloloskan 1 ton sabu dari Taiwan dengan fee Rp 100 miliar.

Cerita tersebut diungkapkan Linda saat digali keterangannya oleh kuasa hukumnya, Adriel Viari Purba.

Adriel membacakan BAP Teddy Minahasa yang menyebut Teddy mengajak Linda ke Taiwan menuju sebuah pabrik.

Adriel lalu menanyakan ke Linda untuk memperjelas pabrik yang dimaksud. Oleh Linda disebut itu adalah pabrik sabu.

"Di dalam BAP saksi Teddy Minahasa dalam berkas terdakwa Linda. Teddy mengatakan mengenai kekesalan terhadap Ibu Linda ditipu di Brunei dan di Laut China Selatan. Pertanyaannya, dan kemudian, izin saya kutip Yang Mulia 'Kemudian, kedua saya diajak ke Taiwan dan ditemukan dengan pabrik di sana'. Pertanyaannya ke Taiwan itu dan ke pabrik dalam rangka apa?" tanya Adriel.

"Ke pabrik sabu," jawab Linda.

"Pabrik sabu?" tanya Adriel mempertegas.

"Betul. Jadi waktu saya gagal di Laut China, itu, saya sudah minta maaf, katanya Pak Teddy bilang begini: 'Kamu kenal enggak sama bandar di sana?', 'Ada Pak Teddy'. Pak Teddy bilang begini 'Begini aja, kita ke sana. Kalau mereka mau kirim kita kawal', 'Maksudnya gimana Pak Teddy?', 'Ya bilang aja buy 1 get 1', bilang begitu," cerita Linda.

Linda menyebut akan ada fee Rp 100 miliar untuk Teddy jika berhasil meloloskan 1 ton sabu. Namun pada saat itu gagal.

Namun keterangan Linda dibantah Teddy.

"Secara logika, apakah mungkin seorang polisi dari negara lain (Indonesia) mengunjungi pabrik sabu di Taiwan? di mana tempat tersebut merupakan sarang mafia," kata Teddy dalam sidang pleidoi kasus peredaran narkoba di PN Jakbar, Kamis (13/4).

"Pasti saya pulang tinggal nama dan jasad saya dibuang ke laut oleh mafia tersebut," kata Teddy Minahasa.

Teddy mengatakan, praktik mafia narkotika di seluruh negara dilakukan secara kejam dan juga tertutup. Sehingga dia membantah tudingan dari Linda tersebut.

Selain itu, jika ia benar bermain dalam skala besar, dia mempertanyakan dakwaan jaksa yang menyebutnya menjual barbuk sabu seberat 5 kilogram.

"Logika berikutnya adalah, jika saya adalah bandar besar yang berskala ton, lalu untuk apa lagi saya bermain pada skala 5 Kg? bahkan 5 Kg sabu tersebut konon juga berasal dari Barang Bukti sitaan Polres Bukittinggi," tuturnya.

"Lagi pula, seandainya saya adalah bagian dari sindikat narkotika, sudah pasti nama saya ter-blacklist di BIN, Mabes Polri, BNN, maupun BAIS TNI, dan tidak mungkin karier saya bisa menanjak dan menduduki beberapa posisi strategis," ungkapnya.

Rangkaian persidangan telah dilakukan. Jaksa melakukan upaya penuntutan dan pembuktian, Teddy mengupayakan pembelaan. Lalu bagaimana putusannya. Apakah Teddy akan bernasib sama dengan Ferdy Sambo semua di tangan majelis hakim.

Sumber: Kumparan

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »