Menggali Sejarah Cirebon Melalui Naskah Kuno dan Iluminasinya: Aspek Filologi

MENGUNGKAPKAN kisah sejarah merupakan salah satu hal yang sangat sulit karena sejarah itu terbentuk berdasarkan kejadian-kejadian yang telah lampau dan tidak pernah kita lalui. 

Salah satu cara untuk mengungkapkannya adalah dengan mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan hal tersebut.

Sumber-sumbernya didapatkan dari hal-hal yang beragam seperti benda-benda peninggalan sejarah, monumen, naskah-naskah kuno, dan lain sebagainya.

Setiap daerah menyimpan berbagai sejarah yang masih harus digali.

Peninggalan-peninggalan dari masa lampau yang ditinggalkan para leluhur dan orang-orang yang hidup di zaman yang lampau telah meninggalkan beberpa bukti bahwa suatu peristiwa atau kejadian pernah terjadi di daerah itu sehingga bisa menjadi daerah yang damai seperti sekarang. 

Berbagai macam peristiwa telah dilalui sehingga banyak meninggalkan peninggaln-peninggalan sejarah tak terkecuali naskah kuno.

Naskah kuno jika di dalam Bahasa Inggris yang berarti manuscript dan dalam Bahasa Belanda handscript yang memiliki arti tulisan-tulisan kuno yang telah berumur 50 tahun atau lebih dan memiliki arti perting dalam perdaban.

Dalam tulisan ini pembahasan yang akan difokuskan yaitu sumber sejarah yang berasal dari naskah kuno yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat.

Permasalah yang akan dikembangkan iyalah Apa Isi dari naskah kuno Sejarah Cirebon? Bagaimana cara menggali Naskah Kuno Sejarah Cirebon dengan menggunakan aspek filologi?

Tujuan dari pengembangan masalah tersebut yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan Sejarah Cirebon dan mengetahui cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengungkapkan Sejarah Cirebon melalui Aspek teori filologi.

Sejarah Cirebon berdasarkan Naskah Kuno

Naskah kuno memiliki isi yang sangat misterius dan menarik untuk dibaca. 

Biasanya naskah kuno yang ditemukan menggunakan bahasa pegon atau huruf Arab gundul yang biasa disebut dengan Huruf Jawi.

Menggunakan huruf Jawi adalah salah satu ciri khas dari naskah kuno yang di tulis di atas daun lontar atau kertas. 

Naskah Kuno yang mengisahkan Sejarah Cirebon berisikan perjalanan Putra Siliwangi, yaitu Walangsungsang dan Rarasantang yang pergi dari Negara karena ingin berguru ilmu Agama Islam.

Walangsungsang mengajak bapaknya masuk Islam tapi malah diusir dari Negara, tidak lama Rarasantang adiknya menyusul. 

Walangsungsang dan Rarasantang berkelana, mencari ilmu agama. Menelusuri gunung-gunung, berguru kepada setiap orang.

Keduanya berkelana, ada kalanya berbarengan dan ada kalanya berpisah. Adapun yang dicarinya yaitu ilmu agama mengenai syahadat serta ingin bertemu dengan Nabi Muhammad.

Diceritakan Rarasantang ketika hamil sembilan bulan suaminya meninggal, tidak lama lahirlah bayi kembar, yaitu Seh Sarip Hidayat dan Seh Aripin. 

Sarip Aripin dan Sarip Hidayat rajin belajar ilmu agama. Tapi Sarip Hidayat ada lebihnya.

Sampai mendapatkan petunjuk, dan bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad serta harus dicarinya.

Sarip Hidayat memilih mencari ilmu agama dan mencari Kanjeng Nabi. Sarip Aripin mengganti bapaknya menjadi Raja Mesir. 

Sarip Hidayat berkelana sampai ke Jawa. Serta berpengalaman berguru ke setiap orang sakti dan pedeta. Sering bertapa dimana-mana.

Sampai suatu waktu sampai ke negri jin dan berpengalaman mi’roj ke tujuh lapis langit.

Di setiap langit bertemu dengan ahli surga termasuk para Nabi dan malaikat. Di langit ke tujuh Sarip Hidayat bertemu dengan Kanjeng Rosul serta diajarkan syahadat sejati. 

Sesudah mi’roj Sarip Hidayat pergi ke Pulo Jawa. Mendatangi pendeta-pendeta yang akan menjadi calon wali agar rajin belajar ilmu agama.

Sambil menyebarluaskan ilmu mengenai keagamaan, orang-orang yang didatangi semua disuruh guru ke Gunung Jati.

Sarip Hidayat berkelana menelusuri jagat raya dan sampai ke negri Cina dan bermukim di sana sebagai dukun dan menyembuhkan banyak orang. 

Karena di negri Cina ketika itu sedang terserang penyakit. Sampai mengalami diuji raja Cina, agar menebak isi kandungan putrinya, yang sebenarnya hanya bokor yang dimasukkan. 

Tapi Sarip Hidayat menyebutkan bahwa bokor itu benar serta anak dalam kandungannya perempuan.

Ternyata hal itu menjadi kenyataan serta raja Cina merasa heran. Suatu waktu Sarip datang ke Negara Mesir bertemu adiknya yang sudah jadi Raja.

Adiknya akan menyerahkan kekuasaan kepada kakaknya, karena yang lebih berhak yaitu Sarip Hidayat. 

Tetapi Sarip Hidayat tidak menerimanya karena dia hanya ingin menjadi ahli ilmu agama serta lebih memilih tinggal di Jawa menjadi Ratuning Wali. 

Sarip Hidayat hanya meminta putrinya Sarip Aripin untuk diajak ke Jawa serta berdiam dengannya. 

Oleh adiknya diizinkan putrinya dipasrahkan kemudian dibawa ke Jawa oleh Sarip Hidayat. Indang Geulis, istri dari Rarasantang yang ada di Panjunan sudah mempunyai putra, bernama Pakungwati.

Serta akan pergi ke Gunung Jati bertemu wali, yaitu Seh Sarip Hidayat untuk berguru ilmu karena diamanahi oleh suaminya, Walangsungsang alias Kuwu Sangkan. 

Di Gunung Jati, Sarip Hidayat kedatangan para pengagung dari mana-mana yang ingin berguru. Semuanya tertarik dengan ilmu syahadat yang dimiliki Sarip Hidayat. 

Cerita kaselang dengan menceritakan Raden Sahid yang ditinggalkan mati oleh ayahnya, Tumenggung Tuban. Sahid mempunyai maksud menjual Negara dan dibeli oleh patihnya. Sahid berkelana mencari ilmu agama. 

Akhirnya dia menjadi wali. Sembari menyebarkan agama Islam dengan Sarip Hidayat.
Sampai suatu waktu para wali menyebarkan agama Islamnya sudah sangat luas, yang belum masuk agama Islam adalah kerajaan Majapahit, Prabu Brawijaya tidak mau menganut agama Islam. 

Oleh karena itu, para wali bermaksud akan menyerang kerajaan Majapahit agar bisa takluk dan mau masuk agama Islam.

Peperangan dimulai, pasukan Islam kalah, sampai akhirnya yang maju jadi kepala perang yaitu Raden Patah, sebagai anak Brawijaya yang jadi wali.

Ketika itu peperangan berlangsung dengan saudara, Raden Patah melawan Raden Husen. Sampai akhirnya musuh Majapahit kalah. 

Tapi tetap tidak masuk Islam sampai runtuhnya Negara. Para wali tidak henti-hentinya menyebarluaskan agama Islam, sampai menggunakan media wayang. 

Dakwah melalui kesenian terus-menerus dijalankan. Jaka Tarub, salah satu wali memegang kedudukan di Demak. Raden Sarip Hidayat memegang kekuasaan di Cirebon.

Menggali Sejarah Cirebon melalui Naskah Kuno dengan Aspek Filologi

Nasakah Kuno Cirebon memiliki iluminasi yang juga bersikan sejarah-sejarah kerajaan Cirebon di masa lampau. Iluminasi tersebut sejalan dengan teks yang ada di dalam naskah.

Pengungkapan isi di dalam teks biasanya menggunaka sebuah teori yang biasa disebut dengan teori filologi.

Filologi merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan, sejarah, bahasa yang terdapat di dalam naskah kuno. 

Filologi berasal dari kata Pholologos yang berasal dari kata Philos dan Logos yang masing-masing memiliki arti Cinta dan Ilmu. 

Berdasarkan dari istilah tersebut filologi berarti cinta akan ilmu. Ilmu-ilmu dari naskah kuno sangatlah kaya dan memiliki pengetahuan yang luas.

Ilmu filologi juga mengungkapkan cara untuk mengetahui sebuah isi dari naskah kuno. 

Naskah kuno Sejarah Cirebon ini berdasarkan tulisan dari Hayati Mayang Arum yang dalam tulisannya mengambil naskah kuno Sejarah Cirebon yang berasal dari koleksi pribadi Aki Yahya Permana dari Panwangan, Ciamis.

Naskah Sajarah Cirebon merupakan salah satu judul dari satu nuku naskah. Bentuknya wawacan, dengan tebal 133 lembar dan 16 halaman, bahan naskah dari kertas pabrik, ditulis oleh mangsi biasa. 

Fungsi dari naskah kuno ini hanyalah sebagai koleksi pribadi dan sering dibaca untuk dijadikan dongeng.

Naskah kuno ini diteliti dengan menggunakan teori filologi dan menggunakan metode filologi yaitu transliterasi.

Transliterasi merupakan salah satu metode atau cara untuk mengubah bentuk tulisan, huruf, dan unsur-unsur yang ada di dalam naskah menjadi huruf latin yang dapat dengan mudah dibaca oleh masyarakat luas. 

Transliterasi ini sangatlah penting karena dapat menyelamatkan isi naskah yang terkandung di dalamnya.

Dengan mengubahnya menjadi menjadi bahasa yang mudah dimengerti oleh orang banyak akan membuat cerita dari naskah tersebut terlestarikan. 

Dengan mentransliterasikan naskah kuno kita dapat menumbuhkan minat baca orang-orang serta kita juga dapat mengetahui apa nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

Metode transliterasi merupakan metode filologi yang masih dipakai hingga saat ini guna mengungkapkan isi dalam naskah dan juga menggali informasi yang terkandung di dalam naskah tersebut.

*Ditulis Oleh: Angely Dlya, Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »