Kasus Kuota Haji, KPK Panggil Ketum PBNU Sesuai Proses Penyidikan

Kasus Kuota Haji, KPK Panggil Ketum PBNU Sesuai Proses Penyidikan
KPK menegaskan, pemanggilan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam kasus dugaan korupsi kuota haji akan mempertimbangkan kebutuhan penyidikan.
BENTENGSUMBAR.COM
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, pemanggilan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam kasus dugaan korupsi kuota haji akan mempertimbangkan kebutuhan penyidikan.

“Kebutuhan pemeriksaan kepada siapa, nanti kami akan melihat dalam proses penyidikannya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Budi menjelaskan, sejauh ini penyidik KPK telah memeriksa sejumlah saksi, melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, serta menyita aset yang diduga terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi.

Selain itu, KPK juga melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana, termasuk yang dikaitkan dengan PBNU.

Namun, Budi menegaskan langkah itu semata bagian dari prosedur penyidikan dan bukan untuk mendiskreditkan organisasi keagamaan tersebut.

“Kami menjalankan kewajiban untuk pemulihan kerugian keuangan negara,” kata Budi.

KPK resmi mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji pada 9 Agustus 2025. 

Sebelumnya, pada 7 Agustus 2025, KPK telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait perkara ini.

Berdasarkan penghitungan awal, kerugian negara diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun. 

Untuk kepentingan penyidikan, KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Yaqut Cholil Qoumas.

Selain itu, KPK sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna memastikan total kerugian negara.

Kasus ini juga mendapat perhatian dari Pansus Angket Haji DPR. 

Pansus menemukan kejanggalan dalam pembagian kuota tambahan haji 2024 sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.

Kementerian Agama saat itu membagi rata kuota tambahan menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. 

Skema ini dianggap tidak sesuai dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8% dan kuota reguler sebesar 92%. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »