Pada bulan Februari 1891, seorang jurnalis Belanda menorehkan catatannya tentang perjalanan pembangunan rel kereta api yang ambisius dari Solok menuju Muara Kalaban. |
Geliat Pembangunan dan Lembah Lassi yang Memukau
Pada bulan Februari 1891, seorang jurnalis Belanda menorehkan catatannya tentang perjalanan pembangunan rel kereta api yang ambisius dari Solok menuju Muara Kalaban. Ia menggambarkan pemandangan yang menakjubkan di sepanjang rute. "Dari Solok hingga Muara Kalaban, jalur telah ditetapkan dan pekerjaan telah dimulai di banyak titik secara bersamaan," tulisnya, mengindikasikan skala proyek yang masif.
Di sepanjang jalan, mata dimanjakan oleh hamparan hutan bambu yang tak berujung, sementara rute kereta api berliku-liku menembus lembah Sungai Lassi yang memesona. Lereng gunungnya yang hijau dan bervegetasi lebat, seolah mengingatkan sang jurnalis pada keindahan lembah Alpine Swiss yang termasyhur. Demi efisiensi dan menghindari pembangunan jembatan, rel kereta api ini dibangun mengikuti sisi kiri sungai. Uniknya, di beberapa titik, sungai Lassi harus sedikit 'mengalah', bergeser dari alirannya semula untuk memberi ruang bagi jalur besi ini.
Sebelumnya, jalanan di sekitar Pasar Sungai Lassi adalah batas terakhir bagi transportasi barang, sisanya harus dipikul secara manual atau menggunakan kuda. Namun, demi kemudahan akses dan mobilitas, pembangunan jalur kereta api ini telah diperpanjang hingga Silungkang. Tak pelak, pembangunan infrastruktur monumental ini membawa geliat kehidupan dan aktivitas yang kian pesat di sepanjang lembah. Ribuan pekerja Tionghoa didatangkan untuk membantu pekerjaan perataan tanah yang masif, dan lebih banyak lagi tenaga kerja yang sedang dalam perjalanan, menunjukkan skala proyek yang luar biasa.
Kekayaan Lokal: Emas dan Tenun Benang Emas
Namun, bukan hanya hiruk pikuk pembangunan kereta api yang menarik perhatian para jurnalis. Setibanya di dekat Silungkang, ia menyaksikan aktivitas pencucian emas yang ramai. Dan di Silungkang sendiri, ia terpukau oleh kepiawaian para pengrajin lokal yang memintal selendang, jjubah dan lainnya dengan benang emas. Ini adalah bukti kekayaan budaya dan ekonomi yang telah lama dihilangkan di nagari tersebut, menunjukkan bahwa Silungkang bukan hanya pusat perdagangan, tetapi juga tempat kerajinan tangan yang bernilai tinggi.
Makam Suci Tuanku Syech Mohammed: Jantung Spiritual Silungkang
Namun, daya tarik utama Silungkang, menurut catatan itu, bukanlah kemajuan fisik semata, melainkan spiritual. Di sana, sang jurnalis mengunjungi Makam Suci Tuanku Syech Mohammed. Sosok yang telah bertahun-tahun mengembara, berziarah, dan menimba ilmu di tanah Arab dan Hindia Inggris, memutuskan untuk menetap di lembah terpencil ini, mengabdikan diri pada doa dan pengabdian. Beliau adalah pendiri sekolah agama terkemuka yang kini menyandang namanya, menjadikannya salah satu pilar pendidikan Islam di Minangkabau.
Makamnya yang sederhana, meskipun berada di lokasi yang terpencil, telah lama menjadi tujuan ziarah bagi umat Islam di bagian Sumatera ini. Laporan tentang berbagai penyembuhan ajaib yang terjadi di sana telah menyebar luas, menciptakan aura keramatan yang mendalam dan menarik banyak peziarah.
Visi "Lourdes Muslim": Silungkang sebagai Mekkah Asia Timur
Melihat potensi ini, sang jurnalis Belanda dengan berani berpikir: jika jalur kereta api ini dapat membawa para peziarah lebih mudah ke Silungkang, maka jumlah kunjungan akan meningkat drastis. Ia membayangkan Silungkang sebagai destinasi wisata yang sehat, indah, mudah diakses, dan aman, yang bahkan akan lebih diminati banyak penduduk Nusantara.
Dalam pandangannya, Silungkang berpotensi menjadi "Mekah Asia Timur", sebuah "Lourdes Muslim". Julukan ini Merujuk pada Lourdes di Prancis, salah satu situs ziarah Katolik paling terkenal yang juga melaporkan banyak penyembuhan ajaib, menunjukkan betapa besarnya potensi spiritual yang dilihatnya di Silungkang.
Warisan Abadi
Catatan tahun 1891 ini bukan sekadar laporan pembangunan infrastruktur, melainkan sebuah pengingat akan kekayaan sejarah, budaya, dan spiritual Silungkang. Ia adalah cerminan dari sebuah era, di mana kemajuan modernitas bertemu dengan kearifan lokal dan keyakinan spiritual yang kuat. Julukan "Lourdes Muslim" yang tersemat, abadi dalam lembaran sejarah, mengukuhkan posisi Silungkang sebagai mutiara Islam di jantung Minangkabau, sebuah warisan yang patut kita kenang dan lestarikan.
Sumber: Bataviaasch Handelsblad, Sabtu 21 Februari 1891.
Foto ilustrasi : Gemini Al
Penulis: marjafri, Pendiri dan Ketua Komunitas Anak Nagari Sawahlunto
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »