Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) resmi mendaftarkan permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka dan penahanan empat aktivis. |
Gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Jumat (3/10/2025). Ada pun, mereka yang mengajukan adalah Delpedro Marhaen, Khariq Anhar, Muzaffar Salim, dan Syahdan Husein.
Perwakilan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Afif Abdul Qoyim menjelaskan kedatangannya untuk menggugat keabsahan penangkapan, penahanan, hingga penyitaan barang-barang milik para aktivis.
"Jadi empat tersangka yang sudah didaftarkan saat ini sudah diregister oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan kami saat ini tinggal menunggu panggilan dari pengadilan," ujar Afif kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Sementara itu, Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) Maruf Bajammal mengaku mewakili kliennya ingin membatalkan status tersangka yang dianggap tidak sah.
"Hari ini membuktikan bahwa mereka (Delpedro Cs) memilih jalur konstitusional untuk menggunakan hak mereka (Delpedro Cs) yang dijamin oleh konstitusi, berupaya membatalkan status tersangka yang dikenakan kepada mereka (Delpedro Cs)," ucap dia.
Maruf meminta pemerintah, khususnya Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra ikut memastikan agar hakim tidak mendapat tekanan.
Sidang ini, kata dia, bukan hanya soal empat orang, melainkan ujian bagi demokrasi. Jika penahanan dibiarkan begitu saja, ia khawatir ke depan siapa pun yang kritis bisa dengan mudah diperlakukan sama.
"Karena ini menjadi perhatian publik baik dalam level nasional maupun internasional terkait dengan komitmen negara terkait kebebasan berekspresi yang hari ini dipertaruhkan karena klien kami dikriminalisasi," ucap Maruf.
Perjuangan HAM
Manajer Penelitian dan Pengetahuan Lokataru Foundation Hasnu Ibrahim menyebut, Delpedro dan Muzaffar selama teguh memperjuangkan HAM yang semestinya itu menjadi tugas dan tanggung jawab negara.
"Jadi langkah peradilan yang kemudian kami lakukan pada hari ini, ini pada dasarnya melakukan koreksi terhadap standar-standar penahanan yang terjadi pada kawan-kawan kami, baik Del Pedro Marhaen maupun Muzaffar Salim," ucap dia.
Dia menilai, penangkapan keduanya kental aroma politik ketimbang murni penegakan hukum.
"Maka dalam konteks itu sekali lagi bahwa kami meminta untuk Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk segera memproses soal praperadilan sehingga kami pada dasarnya tidak berhenti untuk berjuang baik langkah-langkah hukum akan terus kami lakukan maupun langkah-langkah non-litigasi lainnya," terang Hasnu.
Hasnu turut menyoroti hal-hal tak masuk akal dalam proses penyidikan. Polda Metro Jaya sempat menyita 16 buku. Dari 16 buku yang sempat dibawa penyidik, sebagian memang sudah dikembalikan. Isinya pun literatur umum tentang demokrasi dan konflik sosial, termasuk buku karya Samuel Huntington soal demokratisasi.
"Sejak awal sebetulnya kami Lokataru sudah mempersoalkan apa urgensi dari kemudian teman-teman penyidik Polda Metro Jaya untuk menyita para buku tersebut," ucap dia.
"Patut dicatat bahwa buku-buku yang terdapat di kantor Lokataru itu merupakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja kami yang kemudian sangat concern dalam kerja-kerja penelitian, kerja-kerja advokasi dan kerja-kerja pemberdayaan kapasitas," Hasnu menandaskan.
Jawaban Pihak Polda Metro Jaya soal Penerapan Restorative Justice di Kasus Delpedro Cs
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi bicara soal kemungkinan penyelesaian di luar pengadilan atau dikenal dengan istilah restorative justice dalam kasus dugaan penghasutan yang menyeret Delpedro Marhaen Cs.
Menurut dia, konsep restorative justice tidak bisa serta-merta diterapkan dalam kasus kejahatan.
"Ya, berdasarkan aturan yang ada maka restorative justice itu inisiasinya harus berawal dari kedua belah pihak. Misalkan pelapor A melaporkan saudara B tentang dugaan peristiwa pidana tertentu. Nah, inisiasi atau keinginan untuk restorative justice itu harus berawal dari kedua belah pihak," ucap dia di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 30 September 2025.
Dia menjelaskan, dalam kasus Delpedro cs, rangkaian kericuhan terbagi dalam beberapa klaster. Mulai dari penghasutan, pengrusakan, pelemparan, pembakaran hingga penjarahan.
"Sampai dengan saat ini semuanya masih diproses, menindaklanjuti arahan dari Bapak Presiden dan atensi dari Bapak Kapolri juga, sehingga sampai dengan saat ini penyidik masih terus memproses kasus ini dan terus dilakukan pendalaman untuk mengungkap siapa dalang dibalik kericuhan ini ya," ucap dia.
Ade Ary menegaskan, Delpedro Cs dituding melakukan penghasutan. Ini akan dinilai dan dipertimbangkan berdasarkan aturan yang berlaku.
"Nah ini sejauh ini informasi yang kami terima belum ada (penyelesaian restorative justice)," tandas dia.(*)
Sumber: Liputan6.com
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »