Menuhuk Kawan Sairing

Jempol untuk mu. 
“MENUHUK kawan sairing,” pepatah ini sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Lengkapnya pepatah itu berbunyi, “Menuhuk kawan sairing, mangguntiang dalam lipatan.” Secara lugas pepatah ini berarti menohok teman sendiri yang dalam keseharian sering bergaul dengan kita. 

Dia sudah kita anggap seperti saudara kandung, bagian dari perjalanan hidup kita, seprofesi, teman se kerja, teman se kantor, dan mungkin saja teman selapik se ketiduran (teman yang sering tidur bersama kita, susah senang dijalani bersama), namun tak ada angin, tak ada hujan aib pribadi kita yang seharusnya dijaganya, tetapi malah dibukanya kehadapan publik, agar semua orang tahu akan kejelekan kita.
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.” (An-Nur Ayat 19). 

Dalam hidup, teman seperti inilah yang paling sering mencelakai kita, sebab semua rahasia kita dia tahu dan sewaktu-waktu dia bisa saja membocorkan dan menceritakan kepada orang lain. Tipikal perangainya tak ubahnya seperti orang Yahudi, semuanya hanya diukur dengan kepentingan praktis tanpa mempertimbangan hubungan pertemanan yang telah terjalin selama ini.

Orang seperti ini, “mulutnya manis, kucindan murah,” selagi berteman dan punya kepentingan dengan kita. Namun, ketika dia menganggap kita tidak bermanfaat lagi bagi dirinya, dia akan mencampakan kita, bahkan kalau perlu membunuh karakter kita. Tujuannya tentu merusak hubungan sosial kita yang telah terbina di tengah-tengah masyarakat selama ini.

Baginya uang adalah Tuhan, semuanya diukur dengan uang. Untuk mendapatkan uang itu, tak mustahil kita sebagai temannya dikorbankan walau otak kita berfikir itu tidak mungkin dilakukan teman kita sendiri, sebab bagi kita teman adalah teman, malu teman adalah malu kita.
 
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara.” (Al Hujarat Ayat 10). 

Namun baginya hubungan pertemanan hanya sekedar hiasan kehidupan.

Tak dipungkiri dalam menempuh lika-liku kehidupan kita sering melakukan kekhilafan. “Kaki nan talangkahan ka nan gawa, tangan tajambauan indak ditampeknyo,” alamat badan menanggung dosa. Dosa kepada manusia yang kita rugikan kita minta maaf, dosa kepada Tuhan kita minta ampun.

Kita tidak boleh munafik dalam hidup ini, merasa sok suci tak pernah melakukan kesalahan. Kalau penyakit ini yang hinggap pada badan diri, alamat sombong akan tiba, orang dimatanya salah semua, tiada patut pintu tobat baginya. Padahal, Tuhan sendiri selalu membuka pintu tobat yang selebar-lebarnya bagi hamba-Nya.

“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Az-Zumar Ayat:53). “Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur ayat 31).

Kita harus berani mengakui diri kita penuh noda dan dosa. Sebab pengakuan itu penting artinya agar kita tak sombong kepada Tuhan. Sifat sombong adalah sifat yang sangat dibenci Tuhan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita-wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (Al-Hujarat ayat 11).

“...dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (Al Hujarat ayat 12).

Sudahkah kita sesuci Nabi Muhammad SAW sehingga kita berani membuka aib pribadi teman sendiri. Kalau tidak, kenapa tuan melakukan itu? Bukankah itu namanya, “Memercik air di dulang, terpercik muka sendiri.”

Tuan buka aib orang, tapi nyatanya prilaku tuan lebih parah dari itu. Orang hanya mungkin satu kali melakukan, tapi tuan sudah tak terhitung kalinya. Apakah tuan tak punya malu mengatakan diri tuan suci dan tak pernah melakukan itu...?

Wallahu ‘Alam Bishahawab.
 

Padang, 22 Agustus 2014
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Aktivis GP Ansor Kota Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »