![]() |
Kasi Trantib Satpol PP Kota Padang, Amrizal Rengganis sedang memeriksa wanita malam yang diamankan. |
BentengSumbar.com --- Seburuk apapu profesi seseorang, walau dianggap sampah sekali pun oleh masyarakat, namun orang tersebut tetap memiliki hak asasi yang mesti dihormati. Termasuk dalam proses pengamanan dan penertiban yang dilakukan oleh oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Ironisnya, pengakuan Astuti (nama samaran, red), salah seorang pekerja cafe di Kota Padang kepada Tim Bara Media Online (BOM) dan LSM Mamak, Jum'at (5/9/2014), dirinya diamankan Satpol PP Kota Padang siang hari di kawasan Matahari Lama (15-4-2014). Saat itu, dirinya tidak dalam posisi melayani tamu, namun sedang berada beberapa meter dari lokasi cafe.
"Tiba-tiba ada beberapa orang anggota Satpol PP yang menarik saya. Dia menyeret saya ke atas mobil patroli dan membawa saya ke kekantor Satpol PP. Saya bingung, kenapa saya dibawa ke sana, padahal saya berada di luar lingkungan cafe," ujar Astuti.
Sesampainya di kantor Satpol PP, ungkap Astuti lagi, dirinya diperiksa oleh petugas. Saat pemeriksaan tersebut, dirinya dipaksa mengaku sebagai poyok. "Saya dipaksa mengaku sebagai poyok. Saya menolak berkali-kali. Namun salah seorang petugas Satpol PP yang agak gemukan, tidak terlalu tinggi, dan bicaranya agak gagapan, menggebrak meja. Saya terkejut dan langsung pucat pasi," terangnya.
Lebih lanjut Astuti mengatakan, karena takut ditampar oleh petugas Satpol PP, dirinya terpaksa mengaku sebagai poyok. "Saya terpaksa mengaku, karena takut digampar. Tangannya sudah mengarah ke saya," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Karena pengakuannya itu, Astuti besok harinya, sekitar jam 2 siang, dibawa ke Sukarami. Di Sukarami, Astuti menjalani masa rehabilitasi beberapa bulan. Setelah itu, baru dia dikembalikan ke keluarganya dengan diantar oleh petugas Panti Sosial Andam Dewi, Sukarami Solok.
Kasi Trantib Satpol PP Kota Padang, Amrizal Rengganis ketika dikonfirmasi Tim BOM via telepon selularnya, Jum'at (5/9/2014) membantah kalau dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), petugas Satpol PP Kota Padang melakukan pengancaman kepada wanita malam yang diduga PSK. "Tidak benar itu, kami tidak pernah melakukan pengancaman," ujarnya.
Dikatakannya, proses pengamanan wanita malam yang diduga PSK sudah sesuai dengan prosedur tetap (protap) yang berlaku di Satpol PP Kota Padang. Payung hukumnya adalah Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang Nomor 11 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum (Tribum). Namun mengenai sanksi, tidak ada diatur dalam Perda tersebut, dan lamanya menjalani masa rehabilitasi tergantung pihak Panti Sosial Andam Dewi.
Sementara itu, Djamalus Datuk Rajo Balai Gadang, Ketua Tim Investigasi LSM Mamak ketika diminta komentarnya mengatakan, melakukan pengancaman dalam proses pembuatan BAP merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi tersangka. Apatah lagi, petugas Satpol PP hanya memiliki kapasitas meminta keterangan dari seseorang yang dituduhkan PSK.
"Ini sudah tidak benar, saya akan bawa kasus ini ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Apatah lagi salah seorang diantaranya masih di bawah umur. Dalam waktu dekat, saya akan surati Kepala Satpol PP Kota Padang, Walikota Padang, Gubernur Sumatera Barat, DPRD Kota Padang, DPRD Sumbar, Komnas HAM, dan instansi terkait lainnya," ujar pria yang akrab disapa Datuk ini. (bom)
Ironisnya, pengakuan Astuti (nama samaran, red), salah seorang pekerja cafe di Kota Padang kepada Tim Bara Media Online (BOM) dan LSM Mamak, Jum'at (5/9/2014), dirinya diamankan Satpol PP Kota Padang siang hari di kawasan Matahari Lama (15-4-2014). Saat itu, dirinya tidak dalam posisi melayani tamu, namun sedang berada beberapa meter dari lokasi cafe.
"Tiba-tiba ada beberapa orang anggota Satpol PP yang menarik saya. Dia menyeret saya ke atas mobil patroli dan membawa saya ke kekantor Satpol PP. Saya bingung, kenapa saya dibawa ke sana, padahal saya berada di luar lingkungan cafe," ujar Astuti.
Sesampainya di kantor Satpol PP, ungkap Astuti lagi, dirinya diperiksa oleh petugas. Saat pemeriksaan tersebut, dirinya dipaksa mengaku sebagai poyok. "Saya dipaksa mengaku sebagai poyok. Saya menolak berkali-kali. Namun salah seorang petugas Satpol PP yang agak gemukan, tidak terlalu tinggi, dan bicaranya agak gagapan, menggebrak meja. Saya terkejut dan langsung pucat pasi," terangnya.
Lebih lanjut Astuti mengatakan, karena takut ditampar oleh petugas Satpol PP, dirinya terpaksa mengaku sebagai poyok. "Saya terpaksa mengaku, karena takut digampar. Tangannya sudah mengarah ke saya," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Karena pengakuannya itu, Astuti besok harinya, sekitar jam 2 siang, dibawa ke Sukarami. Di Sukarami, Astuti menjalani masa rehabilitasi beberapa bulan. Setelah itu, baru dia dikembalikan ke keluarganya dengan diantar oleh petugas Panti Sosial Andam Dewi, Sukarami Solok.
Kasi Trantib Satpol PP Kota Padang, Amrizal Rengganis ketika dikonfirmasi Tim BOM via telepon selularnya, Jum'at (5/9/2014) membantah kalau dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), petugas Satpol PP Kota Padang melakukan pengancaman kepada wanita malam yang diduga PSK. "Tidak benar itu, kami tidak pernah melakukan pengancaman," ujarnya.
Dikatakannya, proses pengamanan wanita malam yang diduga PSK sudah sesuai dengan prosedur tetap (protap) yang berlaku di Satpol PP Kota Padang. Payung hukumnya adalah Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang Nomor 11 tahun 2015 tentang Ketertiban Umum (Tribum). Namun mengenai sanksi, tidak ada diatur dalam Perda tersebut, dan lamanya menjalani masa rehabilitasi tergantung pihak Panti Sosial Andam Dewi.
Sementara itu, Djamalus Datuk Rajo Balai Gadang, Ketua Tim Investigasi LSM Mamak ketika diminta komentarnya mengatakan, melakukan pengancaman dalam proses pembuatan BAP merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi tersangka. Apatah lagi, petugas Satpol PP hanya memiliki kapasitas meminta keterangan dari seseorang yang dituduhkan PSK.
"Ini sudah tidak benar, saya akan bawa kasus ini ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Apatah lagi salah seorang diantaranya masih di bawah umur. Dalam waktu dekat, saya akan surati Kepala Satpol PP Kota Padang, Walikota Padang, Gubernur Sumatera Barat, DPRD Kota Padang, DPRD Sumbar, Komnas HAM, dan instansi terkait lainnya," ujar pria yang akrab disapa Datuk ini. (bom)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »