![]() |
Amrizal Rengganis memeriksa wanita yang diamankan Satpol PP Kota Padang. |
BentengSumbar.com --- Djamalus, Ketua Tim Investigasi LSM Mamak mempertanyakan lamanya masa rehabilitasi yang dijalani oleh seorang 'terdakwa' Pekerja Seks Komersial (PSK) atau orang yang diduga sebagai PSK. Pasalnya, tak jelas berapa lamanya seseorang PSK menjalani masa rehabilitasi membuat keluarga mereka menanti dalam ketidakpastian.
Ironisnya, kata Djamalus, dalam proses penanganan kasus semacam ini, tak jelas proses peradilan yang dilajani oleh seseorang yang disangkakan sebagai PSK. Dalam proses penggerebekan mereka diamankan, lantas dilidik, dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan dikirim ke panti rehabilitasi oleh Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja.
Namun, proses mereka ditetapkan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) tak jelas. Metodologi apa yang digunakan PPNS Satpol PP pun tak jelas juntrungannya. Akibatnya, PSK meresa terzalimi, karena menjalani hukuman rehabilitasi tanpa melalui proses hukum yang jelas. "Saya tegaskan, dengan tak jelas masa rehabilitasi orang yang dituduh sebagai PSK, merupakan bentuk penzaliman," ujarnya.
Kasi Trantib Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, Amrizal Rengganis ketika dimintai komentarnya selaku PPNS di Satpol PP mengakui, kalau pihaknya sebagai PPNS hanya melakukan lidik, membuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), dan mengirim orang yang ditetapkan sebagai PSK ke Panti Rehabilitasi Andam Dewi Sukarami, Solok.
"Kita hanya sebatas itu, selebihnya wewenang Kepala Panti Andam Dewi Sukarami. Lamanya waktu rehabilitasi tergantung pihak Panti Andam Dewi," ujarnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Rahmat Wartira ketika diminta komentarnya, Senin malam (1/9) via telepon selularnya mengatakan, landasan hukum yang digunakan adalah Peraturan Daerah (Perda). Dalam Perda harus dibunyikan berapa lama seseorang ditahan atau menjalani proses rehabilitasi.
"Ya lihat saja Perdanya, apakah diatur atau tidak tentang itu. Kalau dalam Perda tersebut tidak ditentukan berapa lama orang menjalami masa rehabilitasi, maka penetapan lamanya menjalani rehabilitasi batal demi hukum," cakapnya. (BOM)
Ironisnya, kata Djamalus, dalam proses penanganan kasus semacam ini, tak jelas proses peradilan yang dilajani oleh seseorang yang disangkakan sebagai PSK. Dalam proses penggerebekan mereka diamankan, lantas dilidik, dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan dikirim ke panti rehabilitasi oleh Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satuan Polisi Pamong Praja.
Namun, proses mereka ditetapkan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) tak jelas. Metodologi apa yang digunakan PPNS Satpol PP pun tak jelas juntrungannya. Akibatnya, PSK meresa terzalimi, karena menjalani hukuman rehabilitasi tanpa melalui proses hukum yang jelas. "Saya tegaskan, dengan tak jelas masa rehabilitasi orang yang dituduh sebagai PSK, merupakan bentuk penzaliman," ujarnya.
Kasi Trantib Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, Amrizal Rengganis ketika dimintai komentarnya selaku PPNS di Satpol PP mengakui, kalau pihaknya sebagai PPNS hanya melakukan lidik, membuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan), dan mengirim orang yang ditetapkan sebagai PSK ke Panti Rehabilitasi Andam Dewi Sukarami, Solok.
"Kita hanya sebatas itu, selebihnya wewenang Kepala Panti Andam Dewi Sukarami. Lamanya waktu rehabilitasi tergantung pihak Panti Andam Dewi," ujarnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Rahmat Wartira ketika diminta komentarnya, Senin malam (1/9) via telepon selularnya mengatakan, landasan hukum yang digunakan adalah Peraturan Daerah (Perda). Dalam Perda harus dibunyikan berapa lama seseorang ditahan atau menjalani proses rehabilitasi.
"Ya lihat saja Perdanya, apakah diatur atau tidak tentang itu. Kalau dalam Perda tersebut tidak ditentukan berapa lama orang menjalami masa rehabilitasi, maka penetapan lamanya menjalani rehabilitasi batal demi hukum," cakapnya. (BOM)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »